Mengenal Banjoemas History Heritage Community, Komunitas Sejarah yang Saat Ini Kesulitan Regenerasi
Banjoemas History Heritage Community adalah sebuah komunitas pecinta sejarah dan peninggalan sejarah di wilayah eks-karesidenan Banyumas.
Penulis: Permata Putra Sejati | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG.COM, PURWOKERTO - Banjoemas History Heritage Community adalah sebuah komunitas pecinta sejarah dan peninggalan sejarah di wilayah eks-karesidenan Banyumas.
Eksis sejak 2011, BHHC hadir atas kecintaan Jatmiko Wicaksono (40) sang penggagas terhadap warisan budaya lokal yang berharga namun tidak dijaga dengan baik.
Kegiatan yang biasa mereka lakukan adalah dalam bentuk penulisan sejarah lokal, diskusi sejarah hingga jelajah sejarah Banyumas.
"Yang paling digemari biasanya adalah kegiatan jelajah Banyumas.
Kita ajak generasi muda, jalan-jalan ke tempat bersejarah di Banyumas seperti menyusuri bekas rel-rel kereta sekaligus menceritakan sejarahnya," ujar Jatmiko kepada Tribunjateng.com, Jumat (4/10/2019).
Jatmiko menjelaskan jika dirinya sengaja menggunakan ejaan lama 'Banjoemas'.
Sebab dahulu Banyumas dikenal masih satu wilayah karesidenan, yang terdiri dari 4 Kabupaten, yaitu Banyumas, Purbalingga, Banjarnegara, dan Cilacap.
• Perusahaan Teknologi dan Komunitas Film Latih Pelajar di Kendal, Hasilnya Akan Tayang di VIU
• Desa Patianom Pekalongan Akan Jadi Tujuan Wisata Mandiri, Asip: Mancing, Bakar Ikan, Ngulek Sendiri
• Di Kota Tegal Hanya 10 SD yang Toiletnya Dinyatakan Layak, Dedy: Toilet Bersih Tergantung Kepseknya
• Banderol Wanita Sekali Kencan Rp 1,5 Juta, Mucikari Ini Divonis 1,5 Tahun Penjara
BHHC memang sangat fokus dan intens membicarakan tentang arsip sejarah lokal yang ada di eks-karesidenan Banyumas.
"Arsip keluarga adalah serpihan sejarah lokal sekaligus pilar sejarah nasional.
Artinya sejarah itu saling melengkapi," paparnya.
Jatmiko beserta rekan-rekannya yang lain hadir dalam acara Pameran Arsip di Kantor Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah Kabupaten Banyumas.
Dirinya bercerita jika dalam pemeran arsip ia ingin menampilkan bukti-bukti sejarah yang belum belum banyak orang tahu.
"Hampir semua yang ada disini adalah arsip keluarga.
Foto-foto dan dokumen sejarah yang dipajang adalah koleksi milik saya sendiri," katanya.
Sebagian koleksi foto dan dokumen yang dia miliki berasal dari rumah-rumah yang notabene tidak peduli dengan sejarah.
Koleksi yang ia miliki sudah dipameran di beberapa acara seperti pameran di GOR Satria Purwokerto, dan di ISI Jogja.
Dari sekian banyak koleksi foto dan dokumen yang dimililki ada salah satu yang menurutnya paling beresa.
Koleksi foto yang paling berharga adalah foto keluarga 'Ko Lie di Sokaraja', Banyumas.
Keluarga 'Ko Lie' adalah keluarga yang sangat tersohor di era 1880-1940.
Ko Lie adalah sebuah perusahaan multinasional yang menyuplai gula dan palawija yang berpusat di Sokaraja.
"Saya selalu tertarik dengan bangunan-bangunan tua di Sokaraja.
Suatu ketika saya mendapatkan kesempatan memasuki rumah tua itu dan menemukan beberapa foto," katanya.
Ketika masuk ke rumah tua dekat Pabrik Gula Kalibagor, dirinya menemukan beberapa lembar foto dan dokumen
"Foto yang saya temukan itu adalah foto keluarga Ko Lie.
Foto itu diambil dari sebuah studi foto yang ada di Singapura.
Jadi bukan diambil di Banyumas, selain itu satu fotonya saya beli di loakan dan dihargai sampai Rp 700 ribu," ungkapnya.
Jatmiko secara rutin menulis berbagai cerita sejarah Banyumas pada sebuah web.
Termasuk sejarah dari keluarga Ko Lie itu sendiri.
Suatu ketika ternyata salah satu yang membaca tulisannya adalah keturunan dari keluarga Ko Lie itu sendiri.
Perusahaan Ko Lie didirikan oleh Kho Tjeng Pek.
Kho Tjeng Pek mempunyai 3 orang anak, yaitu Kho Joe Seng, Ko Joe Tjie, dan Ko Joe Keng.
Ternyata salah satu yang membaca adalah keturunan dari Ko Joe Keng.
Rumah peninggalan keluarga Ko Lie itu memiliki tiga jenis arsitektur, yaitu. Thionghoa, Eropa, dan Ghotik.
"Saat keturunan dari Koe Joe Keng datang dari Belanda ke Indonesia, dia menangis, melihat rumah tua itu.
Dia mengaku rumahnya yang ada di belanda kecil tidak seperti leluhurnya di Banyumas yang besar.
Namun sayang, tidak dijaga dan dilestarikan dengan maksimal," katanya.
Banjoemas History Heritage Community sedang menghadapi kendala regenerasi.
Jatmiko bercerita jika dirinya merasa kesulitan dalam menjaring kaum milenial untuk ikut bergabung.
Tanpa adanya regenerasi bagaimana bisa misi melestarikan dan menjaga sejarah dapat terus berlangsung.
Dirinya mengaku akan mulai berinovasi dalam membuat konten-konten sejarah yang kekinian.
Misalnya saja aktif dalam Instragram dan membuat channel youtube. (Tribunjateng/jti)