Segini Gaji Gamer yang Baru 1 Tahun Menjadi Profesional, Masih Minat Jadi PNS?
Stereotip terhadap anak yang kecanduan game online mungkin sudah saatnya berubah.
Penulis: rival al manaf | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Stereotip terhadap anak yang kecanduan game online mungkin sudah saatnya berubah.
Orangtua biasanya akan resah saat anaknya lebih sering PUBG, Mobile Legend, atau Free Fire ketimbang belajar dan menejar prestasi akademis.
Tapi tunggu dulu, ternyata kegemaran itu jika diolah dengan tepat bisa menjadi profesi yang menggiurkan.
Soal gaji, bisa jadi lebih besar dari PNS atau pegawai kantoran.
Hal itu dialami Muhamad Farchan Ridha salah satu atlet Esport dari tim Evos.
Ia menyatakan gajinya dari kontrak bersama tim yang menjadi juara dunia Free Fire 2019 ini mencapai dua digit.
Artinya sebagai seorang fresh graduate ia sudah mendapat gaji lebih dari sepuluh juta rupiah.
• Akhir Oktober 2019 Trans Jateng Trayek Semarang-Kendal Akan Dibuka
• Nurhayati Sebut Pembangunan Sekretariat Sistem Layanan Rujukan Terpadu Sudah 85 Persen
• Ini Pesan Wali Kota Hendi di Muscab Asosiasi Advokat Indonesia Semarang
• Letkol Kav Luluk Setyanto Kumpulkan Mendadak Seluruh Prajurit TNI AD di Sragen, Ada Apa?
Itu baru didapat dari kontrak bersama tim saja.
Melalui medsos dan sponsor pribadi belum termasuk.
Muhamad Farchan Ridha lebih dikenal dengan nama Manay Evos.
Di Instagram ia memiliki 110 ribu pengikut sementara di Youtube ia memiliki 14 ribu subscriber.
Ia menjadi gamer profesional baru sekitar satu tahun.
"Di Youtube aku memang belum banyak, masih ada atlet lain yang lebih banyak pendapatannya," terang Manay saat dijumpai Tribun Jateng, Sabtu (19/10/2019).
Ditemui saat mabar bareng Kopi Singa dan ratusan penggemarnya di Upnormal Semarang ia menjelaskan untuk bisa menjadi atlet esport profesional kuncinya harus berlatih dengan program yang tepat.
"Kami berlatih dalam sehari bisa lima jam.
Tapi ada tujuannya kali ini meningkatkan skill apa besok apa ada programnya jadi nggak perlu 24 jam penuh bermain," bebernya.
Ia menyebut untuk bisa menjadi profesional, kini tidak harus menjadi pecandu game online, bermain tanpa henti dan mengacuhkan kegiatan lain.
Namun latihan yang tepat dengan program yang pas.
"Bisa gabung komunitas dulu, bentuk tim dan coba ikut kompetisi, nanti kalau skill bagus akan dilirik oleh tim profesional," terangnya.
Saat ini ada sekitar delapan tim esport profesional di Indonesia.
Mereka dikelola layaknya tim olahraga profesional.
Memiliki manajer tim, atlet, manajer promosi dan lain sebagainya.
Di Evos, Manay sehari-hari berlatih selama lima jam, jika akan menghadapi kompetisi porsinya ditambah menjadi delapan jam.
Dengan gaji yang lebih sedikit badingkan saja dengan jam kerja PNS yang jauh lebih banyak.
"Dulu saya juga sama seperti teman-teman di sini, mabar bareng, namun saya ingin sedikit maju dengan gabung komunitas, buat tim dan ikut kompetisi hingga akhirnya diajak bergabung Evos," terangnya.
Terakhir ia bersama tim Evos menjadi juara dunia Free Fire di Thailand pada April 2019 lalu.
Sementara itu manajer tim Evos Free Fire, Kristiawan Eko menambahkan dalam setiap kompetisi Eaport, tim akan mendapatkan hadiah hingga ratusan juta saat berhasil menjadi juara.
"Saat ini memang dunia game sudah bisa memberikan output yang berbeda daripada satu dekade lalu, pemainnya bisa mendapat penghasilan dari sini," terang Kris lebih lanjut.
Hanya saja memang perlu manajemen, anak yang sudah suka gaming diarahkan, diberikan program untuk mengloah skillnya.
Bukan berarti harus bermain seharian penuh hingga melalaikan kegiatan lain.
"Prinsipnya kan segala sesuatu kalau berlebihan tidak baik.
Begitu juga dengan gaming perlu pengelolaan, terlebih setelah pemerintah memberi dukungan dengan masuk dalam Asian Games misalnya, ini menjadi ladang bisnis baru," pungkasnya. (val)