PPRK : Tarif Cukai Naik Harus Diimbangi Pemberantasan Rokok Ilegal
Kenaikan tarif cukai rokok memungkinkan para produsen rokok ilegal atau rokok bodong memasuki ceruk pasar penjualan rokok legal.
Penulis: Rifqi Gozali | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG.COM, KUDUS - Kenaikan tarif cukai rokok memungkinkan para produsen rokok ilegal atau rokok bodong memasuki ceruk pasar penjualan rokok legal.
Dalam hal ini, Ketua Persatuan Perusahaan Rokok Kudus (PPRK) Agus Sarjono menagih komitmen dari pemerintah dan penegak hukum dalam memberantas peredaran rokok ilegal.
"Intinya kalau rokok Golongan III dinaikkan (tarifnya) sepakat-sepakat saja.
Yang penting pemerintah konsekuen terhadap akibat dari naiknya harga jual dari rokok Golongan III yaitu menjadi dorongan bagi pembuat rokok ilegal, rokok-rokok bodong, untuk mengisi ceruk pasar rokok Golongan III resmi.
Jadi pemberantasannya harus lebih masif lebih intens.
Itu saja," kata Agus Sarjono, Kamis (7/11/2019).
• DPRD Jateng Minta Pemerintah Perhatikan Honorer yang Ikut CPNS
• Kemendes PDTT Temukan 15 Desa Fiktif, Wamen : Kebanyakan di Luar Jawa
• Oknum TKPK yang Tersangkaut Kasus Penerbitan e-KTP Palsu Mengundurkan Diri dari Disdukcapil Solo
• Di Kebumen, Bhabinkamtibas Dapat Tugas Mulia Antar SIM Warga yang Jauh dari Kota
Katanya, rokok ilegal sudah banyak menurun peredarannya.
Tetapi dengan adanya kemungkinan segmen konsumen yang meninggalkan rokok Golongan III ini akan membuka peluang kembali bagi produsen rokok ilegal.
"Yang masih berspekulasi dengan membuat rokok tanpa banderol itu seperti memberi peluang bagi mereka," jelasnya.
Kemungkinan-kemungkinan yang bakal terjadi akibat kenaikan tarif cukai ini belum sampai tahap pada rencana pengurangan karyawan bagi perusahaan rokok Golongan III.
"Sehingga apabila kenaikan ini harus mengurangi keuntungan itu ya mudah-mudahan apabila ada peluang untuk kita sesuaikan harganya diharapkan konsumen memaklumi," katanya.
Kenaikan tarif cukai ini, katanya, sudah dibaca sejak lama.
Olehnya, agar bisa kompromi dengan kenaikan baderol dan tarif cukai, pihaknya telah menyesuaikan harga rokok yang diproduksi oleh perusahaannya, PR Timun Mas Tunas Inti.
"Saya secara pribadi telah membaca roadmap pemerintah terhadap kenaikan tarif rokok ketika pada tahun lalu, pada 2018 ke 2019 tidak ada kenaikan, tetapi saya pribadi telah menyesuaikan ketika saat ini tarif minimum banderol per bungkus itu menjadi Rp 5.400 saya sudah Rp 5.600 itu salah satu strategi untuk mengkomunikasikan kenaikan.
Kenaikan itu adalah sebuah keniscayaan sehingga ketika saat ini harus naik lagi tarif cukainya sekitar 10 persen.
Sehingga bagi kami tidak telalu memberatkan untuk menyesuaikan harga itu di tahun 2020 nanti," katanya.
Lantas, kenaikan tarif ini apakah memengaruhi serapan bahan baku rokok berikut harganya dari petani tembakau?
Agus menilai, bahan baku rokok itu sesuai dengan permintaan pasar.
Akan mengalami kenaikan harga jika permintaan tinggi, begitu permintaan turun akan mengalami penurunan juga.
Katanya, baik pabrik rokok Golongin I maupun III, soal bahan baku sama.
Aturan pemerintahlah yang menggolongkannya sesuai dengan kuantitas produksi, kemudian juga berpengaruh atas tarif cukai dan banderol yang dikenakan.
"Jadi apabila nanti terjadi penurunan permintaan karena produktivitas yang menurun, karena konsumen rokok yang menurun, maka dimungkinkan harga bahan baku bisa turun juga.
Apabila ada kenaikan konsumen yang diikuti dengan kenaikan produktivitas pasti kebutuhan bahan akan naik, otomatis diuntungkan petani.
Nanti harga bahan bakunya akan ikut naik karena hukum pasarnya, suplly and demand itu," ujarnya. (goz)