KISAH INSPIRATIF : Perjalanan Soto Pak Wito Sempat Tutup Kini Punya 45 Karyawan
Mempertahankan cita rasa khas kuliner puluhan tahun butuh penanganan khusus. Setyo Budi membuktikan hal itu.
Penulis: rival al manaf | Editor: Catur waskito Edy
Dengan memanfaatkan bantuan permodalan dari sebuah perbankan, ia memulai lagi dari awal.
Tetap dengan nama Soto Pak Wito ia membuka warung baru di Jalan Hasanudin. Kali ini peruntungannya berubah. Ia kewalahan melayani pembeli yang berjubel terutama saat pagi hari.
"Saat itu kami cuma punya dua karyawan karena pembeli banyak saya coba buka cabang baru di tahun 2006 itu di Jalan Kapuran," tambah pria yang rambutnya sudah memutih tersebut.
Sejak pembukaan cabang baru itu Soto Pak Wito semakin tenar di kalangan masyarakat.
Permintaan untuk membuka cabang baru pun kemudian muncul. Satu per satu mulai dari Puri Anjasmoro, Kedungmundu, Bangkong, Ngaliyan hingga akhirnya di Madukoro.
Sekarang, total ia telah mempekerjakan 45 karyawan yang tersebar di tujuh cabangnya.
Uniknya meski sudah bercabang-cabang ia tidak lantas menyerahkan resep dan pembuatan ke orang lain.
Setyo Budi tetap masak sendiri.
"Masaknya jadi satu semua di rumah saya di Tlogosari baru nanti dikirim ke setiap cabang-cabang.
Kalau begitu kan citarasanya terjaga. Saya tahu betul racikannya di setiap cabang itu sama," bebernya.
Kini dalam sehari ia bisa mengolah 60 ekor ayam kampung untuk sotonya.
Usaha Setyo juga mengangkat ekonomi warga lain, menyerap tenaga kerja dan membuat peternak ayam memiliki pelanggan tetap.
Bawang Goreng Bebas Ambil
Setelah dibuka, warung Soto Pak Wito di Jalan Madukoro langsung diserbu pembeli.
Tidak ada meja yang kosong setidaknya hingga jam makan siang.