Tri Subekso Sebut Semarang Punya Banyak Peninggalan Periode Hindu-Buddha
Program Magister Lingkungan dan Perkotaan (PMLP) dan Fakultas Ilmu dan Teknologi Lingkungan (FITL) kembali menggelar diskusi ruang rabu dengan tema Se
Penulis: Adelia Prihastuti | Editor: muh radlis
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Program Magister Lingkungan dan Perkotaan (PMLP) dan Fakultas Ilmu dan Teknologi Lingkungan (FITL) kembali menggelar diskusi ruang rabu dengan tema Semarang Periode Hindu-Buddha.
Diskusi ini dimoderatori oleh Dosen Unika Soegijapranata Donny Danardono dan mengundang narasumber yakni Tri Subekso selaku Ketua Tim Ahli Cagar Budaya Kabupaten Semarang dan Ufi Saraswati Dosen Sejarah Unnes.
Pada sesi pertama, Tri Subekso memberi memaparkan tentang sebaran peninggalan hindu-buddha yang ada di wilayah Semarang.
• Tak Percaya Warganya tak Punya Beras, Wihaji Langsung Cek Rumahnya, Hal tak Terduga Terjadi
• Inilah Sosok Calon Istri Sule Bukan Kalangan Artis, Berikut 6 Faktanya
• Sempat Pacaran, Ihsan Tarore Ungkap Alasan Tak Jadi Menikah dengan Denada
• Ika Kaget Mobil Innova Reborn Milik Suaminya Raib di Halaman Rumah
“Berbicara suatu masa yang jarang disinggung karena kurangnya data dan belum diketahui publik itu sangat menarik.
Karena kalau berbicara Kota Semarang biasanya kita berbicara Ki Ageng Pandanaran yang mendirikan Kabupaten Semarang dan sebagainya.
Sejak itu saya berpikir narasi peradaban yang ada di Semarang pasti punya satu rentetan peristiwa masa lalu setidaknya bisa melihat peninggalan yang ada dan sayangnya tidak banyak,” ujar Tri Subekto.
Ia mengawali dengan menerangkan karakteristik pemukiman yang ada di pantai utara Jawa termasuk Semarang.
Menurutnya peran sungai dan mata air penting bagi pemukiman manusia yang akhirnya memunculkan kota-kota di tepian laut.
Pemilihan lokasi pemukiman didasari dari bebapa faktor baik alam maupun supra alam.
Tujuannya adalah memastikan hubungan yang harmonis antara manusia, alam dan roh serta memastikan keberadaan komunitas masyarakat dan mata pencahariannya.
Pemukiman yang ada di tepian laut tidak dapat dipisahkan dengan pelabuhan.
Ada beberapa kajian tentang pelabuhan kuno.
Muara sungai yang ada di tepi laut biasanya lebih disukai menjadi tempat munculnya pelabuhan kuno.
Artinya ada yang menerangkan Jawa Tengah pada abad-4 di literatur-literatur.
Menurut catatan Cina, Faxian seorang buddhist melakukan pendaratan di Pulau Jawa pada 414 M.