Iuran BPJS Kesehatan
Iuran BPJS Kesehatan Batal Naik, Berikut Sejumlah Faktanya
Lembaga pengadil tertinggi itu, dalam putusannya, membatalkan kenaikan iuran BPJS per 1 Januari 2020.
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Permohonan judicial review Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan dikabulkan Mahkamah Agung (MA).
Lembaga pengadil tertinggi itu, dalam putusannya, membatalkan kenaikan iuran BPJS per 1 Januari 2020.
Banyak kalangan menyambut kabar putusan pembatalan ini.
• Bacaan Doa Nabi Muhammad SAW Setelah Sholat Subuh, Doa Memperoleh Ilmu yang Manfaat
• Diterpa Virus Corona, Mukesh Ambani Tak Lagi Orang Terkaya di Asia
• PDI Perjuangan Telah Tetapkan Nama Calon Wali Kota Solo 2020, Bambang Pacul: Wis Ono List
• Perangkat Terlantik di Purbalingga Dimintai Uang Syukuran Rp 80 Juta, AKP Willy : Mereka Keberatan
Kendati demikian, putusan ini jadi pekerjaan rumah berat bagi pemerintah, pasalnya pemerintah perlu memutar otak bagaimana cara menambal defisit BPJS Kesehatan.
Berikut 5 fakta terkait pembatalan kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan.
1. Sri Mulyani ancam tarik dana suntikan Rp 13,5 triliun
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pihaknya bisa saja menarik kembali dana Rp 13,5 triliun yang sudah disuntikkan ke BPJS Kesehatan untuk membayarkan iuran peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) pemerintah pusat dan daerah yang naik dari Rp 23.500 menjadi Rp 42.000.
"Jika meminta Perpres dibatalkan maka Menkeu yang sudah transfer Rp 13,5 triliun 2019 saya tarik kembali," ujar Sri Mulyani di Gedung DPR, Selasa (18/2/2020).
Selain itu, Sri Mulyani juga bisa menyesuaikan iuran Peserta Penerima Upah (PPU) pemerintah, yaitu TNI, Polri dan ASN yang ditanggung oleh pemerintah di mana tarifnya menjadi 5 persen dari take home pay sebesar Rp 8 juta menjadi Rp 12 juta.
Sri Mulyani mengatakan dalam memberikan jaminan sosial kepada masysarakat, pemerintah juga perlu memerhatikan kondisi keuangan negara.
Ditambah lagi, pemberian jaminan sosial terutama dalam hal kesehatan perlu dilakukan secara berkelanjutan.
Namun demikian, BPJS Kesehatan sebagai lembaga yang memberikan pelayanan tersebut justru mencatatkan defisit sejak 2014 sebesar Rp 32 triliun.
2. Pembayaran klaim rumah sakit ke BPJS sering macet
Menurut Sri Mulyani, dibatalkannya iuran BPJS Kesehatan akan membuat lembaga itu makin kesulitan membayar tagihan ke rumah sakit mitra.
Di sisi lain, banyak rumah yang sakit yang kondisi keuangannya sudah sangat sulit.