Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Demak

Kisah Desa yang Tenggelam di Demak, Tinggal 1 Keluarga yang Tinggal, Begini Cara Mereka Bertahan

Kisah Desa yang Tenggelam di Demak, Tinggal 1 Keluarga yang Tinggal, Begini Cara Mereka Bertahan

Editor: muslimah
BBC Indonesia/Anindita Pradana
Keluarga Pasijah adalah satu-satunya keluarga yang bertahan di Dusun Rejosari Senik, Desa Bedono, Demak, Jawa Tengah. 

'Lebih dari 100 desa terancam tenggelam'

K

Khawatir akan banjir yang terus naik, Muningsih memutuskan untuk pindah dari Rejosari. (BBC Indonesia/Ayomi Amindoni) 

Pekalongan dan Demak merupakan salah satu daerah di pesisir Indonesia yang terancam tenggelam.

Penurunan muka tanah, ditambah dengan pemanasan global menjadi penyebab utama potensi tenggelamnya pesisir Indonesia.

Peneliti Geodesi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Heri Andreas menuturkan kenaikan permukaan air laut di Indonesia (sea level rise) akibat pemanasan global diperkirakan sekitar 3 - 8 milimeter per tahun.

Sementara, penurunan muka tanah (land subsidence) diperkirakan sekitar 1-10 sentimeter per tahun.

Bahkan, di beberapa tempat seperti Pekalongan dan ibu kota Jakarta, perkiraan penurunan muka tanah mencapai 15 hingga 20 sentimeter.

"Di Jawa lebih dari 100 desa kena dampak," ungkap Heri.

Merujuk data Road Map Land Subsidence yang dirilis Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi pada 2019, luasan area terdampak banjir rob di Pantai Utara Jawa mencapai 11.400 hektar dan abrasi (erosi pantai) mencapai sekitar 5.000 hektar.

Diketahui bahwa Pekalongan dan Demak merupakan dua kota yang mengalami banjir rob dengan luasan paling besar.

Pekalongan, 'salah satu kota dengan laju penurunan muka tanah tercepat di dunia'

p

Banjir rob yang menerjang Desa Mulyorejo, Pekalongan, 7 Maret 2016 (Pradita Utana/NurPhoto) 

Peneliti Geodesi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Heri Andreas menuturkan penurunan muka tanah terutama terjadi di daerah anglomerasi, pesisir yang banyak orangnya.

"Yang cepat potensi tenggelam Pekalongan. "

Pesisir Pekalongan di situ memang orang sudah banyak, terutama banyak nelayan, petani, masyarakat menengah ke bawah. Sekarang sudah terimbas oleh banjir laut ini," imbuhnya.

Pekalongan di pesisir utara Jawa Tengah, mengalami penurunan tanah sekitar 1-20 sentimeter setiap tahunnya.

Pada tahun 2018, tercatat 31 persen wilayah daratan Pekalongan telah tergenangi air laut secara permanen.

Lahan yang dulunya sawah dan kebun, kini banyak dimanfaatkan sebagai tambak ikan.

Salah satu warganya, Sisriati, terpaksa meninggikan lantai rumahnya hingga satu meter. Imbasnya, jarak antara lantai dan langit-langit rumah semakin pendek.

p
 Jendela rumah Sisriati yang kian lama kian tenggelam (BBC News Indonesia/Ayomi Amindoni)

"Kalau berjalan [di dalam rumah] harus hati-hati, kalau nggak hati-hati ya kejegluk (terbentur). Tamu-tamu juga sering kejegluk soalnya ini kan sudah mentok, nggak bisa ke atas lagi wong atasnya sudah rapuh," tuturnya.

Sisriati memilih bertahan tinggal di sana meski rumahnya terus ambles dan sumber penghasilannya menghilang.

"Dulu sebelum ada rob sekitar sawah itu masih bisa ditanami sebelum jadi tambak. Jadi kehidupan di sini dulu tercukupi ekonominya. Menanam padi juga masih bagus penghasilannya bagi para petani."

"Tetapi sekarang banyak yang menganggur," jelasnya.

'Impian saya, jadikan area bebas yang kita hijaukan'

p

Imbas lantai rumah yang terus dinaikkan, jarak atap rumah dan lantai semakin pendek (BBC Indonesia/Ayomi Amindoni ) 

Banjir rob yang datang setiap tahun di Pekalongan, adalah alasan utama dibangunnya tanggul pengendali ombak di kota tersebut. Proyek ini menelan biaya hingga Rp500 miliar.

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga menyediakan sejumlah pompa air berkapasitas 2.000 liter/detik.

Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan, ketika awal tanggul itu dibangun, dia mengaku sulit sekali mendapat dukungan dari masyarakat yang menuntut ganti rugi.

"Pada saat peralatan berat mau masuk [ke area proyek], ternyata dicegat orang. Selalu begitu sampai akhirnya sekarang sudah mulai kelihatan tanggulnya," ungkap Ganjar.

"Kurang lebih 22.000 KK bisa diselamatkan," akunya.

"Tahap berikutnya adalah kita menyiapkan rencana berikutnya. Tapi kalau tidak, saluran-saluran air harus diperbaiki."

Dia mengatakan, pemerintah masih mencari solusi jangka panjang untuk permasalahan tata ruang serta ekonomi wilayah terdampak.

"Kalau impian saya, dibebaskan, tidak untuk perumahan, tidak untuk industri, biarkan mereka menjadi area bebas yang kita hijaukan kemudian kita tanam sesuatu yang bisa menahan, antara lain mangrove atau barangkali di beberapa pantai itu cemara udang. Tapi, mahal sekali dan mereka belum tentu mau," ujar Ganjar.

"Tapi kalau menunggu alam dan kondisi tiba-tiba membaik dan airnya surut, itu seperti menunggu Godot. Tidak akan pernah datang," cetusnya.

Tulisan ini merupakan bagian dari laporan seri tentang Pesisir Indonesia yang terancam tenggelam di situs BBC News Indonesia. (*)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Kisah Satu Keluarga di Demak Bertahan di Tengah Desa Yang Tenggelam, Gunakan Perahu dan Tanam Ribuan Mangrove

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved