Berita Demak
Kisah Desa yang Tenggelam di Demak, Tinggal 1 Keluarga yang Tinggal, Begini Cara Mereka Bertahan
Kisah Desa yang Tenggelam di Demak, Tinggal 1 Keluarga yang Tinggal, Begini Cara Mereka Bertahan
Kisah Desa yang Tenggelam di Demak, Tinggal 1 Keluarga yang Tinggal, Begini Cara Mereka Bertahan
TRIBUNJATENG.COM - Banjir rob yang terjadi selama 20 tahun terakhir telah menenggelamkan dua dusun di Demak, Jawa Tengah, membuat lebih dari 200 kepala keluarga terpaksa pindah.
Namun keluarga Pasijah memutuskan bertahan.
Perempuan paruh baya yang akrab disapa Pasijah itu mengayuh dayung sampan yang selama beberapa tahun terakhir dipakainya untuk bepergian.
Air laut yang mengepung rumah membuatnya harus menggunakan sampan ke mana pun, bahkan ketika sekadar harus ke pasar untuk membeli kebutuhan sehari-hari, serta mengantar anaknya ke sekolah.
• Promo Superindo Akhir Pekan 27-29 Maret 2020, Diskon Hingga 40 Persen untuk Produk Buah-buahan
• Jika Ibadah Haji Tahun Ini Batal karena Corona, Dana Dikembalikan ke Calon Jemaah
• Kebahagiaan Driver Ojol yang Antar Pesanan ke Nikita Mirzani, Dapat Tip Besar dan Perlakuan Istimewa
• Penggali Kubur yang Layani Keluarga Presiden Jokowi Justru Protes Jika Dibayar, Ini Alasannya
Keluarga Pasijah adalah satu-satunya keluarga yang bertahan di Dusun Rejosari Senik, Desa Bedono, Demak, Jawa Tengah.
Abrasi yang terjadi selama 20 tahun terakhir telah menenggelamkan dua dusun di Desa Bedono yang membuat lebih dari 200 kepala keluarga terpaksa pindah.
"Desa ini dulunya dikelilingi sawah. Saya di sini juga menanam padi dan jagung. Tapi rob datang terus menerus, akhirnya dibuat tambak. Tapi rob semakin parah sekarang malah jadi laut," ujar Mak Jah, panggilan akrab Pasijah.

Mak Jah dan keluarga terpaksa meninggikan rumahnya tiga kali karena air laut terus meninggi (BBC Indonesia/Anindita Pradana )
Sejak tahun 2001, banjir rob menjadi langgangan pesisir Demak yang berdekatan dengan ibu kota Jawa Tengah, Semarang.
Namun akhirnya, banjir yang biasanya menerjang setahun sekali, lambat laun menjadi banjir permanen.
Pada tahun 2004, air laut mulai menggenangi desa.
Hingga akhirnya dua tahun kemudian, seluruh warga dusun tempat tinggal Mak Jah, terpaksa pindah.
"Tahun 2005 ada unjuk rasa [menuntut relokasi], tahun 2006 sedikit demi sedikit warga mulai pindah hingga tahun 2010 sudah kosong, tinggal saya saja. Sendirian, tidak ada temannya," tutur Mak Jah.
Rob Laut yang dulunya berjarak sekitar empat kilometer dari rumahnya pun perlahan-lahan menggenangi rumahnya.