Breaking News
Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

OPINI

OPINI Arri Handayani : Work From Home dan Dinamikanya

Sejalan dengan perkembangan virus corona yang semakin massif, Presiden Joko Widodo mengimbau masyarakat untuk belajar dan bekerja dari rumah

Bram/Tribun Jateng
Dr Arri Handayani, SPsi,MSi 

Oleh Dr Arri Handayani, S.Psi.,M.Si

Kepala Pusat Kependudukan Perempuan dan Perlindungan Anak (PKPPA)-LPPM Universitas PGRI Semarang

Sejalan dengan perkembangan virus corona yang semakin massif, Presiden Joko Widodo mengimbau masyarakat untuk belajar dan bekerja dari rumah.

Istilah yang populer digunakan adalah work from home (WFH). Anak sekolah dan mahasiswa belajar di rumah, beberapa saat kemudian disusul dengan para karyawan yang mengerjakan tugas kantor di rumah.

Ketika awal mendengar hal ini mungkin terasa menyenangkan. Anak-anak mempersepsikan sebagai libur, orang tua juga merasa nyaman karena dapat bekerja dari rumah. Artinya dapat bekerja sekaligus mendampingi anak di rumah. Akan tetapi kenyataannya tidak seperti bayangan awal. Anak-anak merasa bosan di rumah terus.

Mereka acapkali tidak teratur dalam mengerjakan tugas sekolah di rumah, bahkan ada yang harus dioyak-oyak untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Hal ini menimbulkan pertikaian antara anak dan orang tua, sehingga muncul meme “tida kenak belajar di rumah, mamaku lebih galak dari bu guru” Kenyataannya tidak semua orang tua siap untuk secara penuh mendampingi anak belajar dari rumah, baik dari segi waktu maupun konten materi.

Di sisi lain, orang tua juga harus mengerjakan pekerjaan kantor, dengandeadlinejuga tentunya. Padahal ada tuntutan mendampingi anak menyelesaikan tugas-tugasnya. Kondisi demikian yang kadang-kadang membuat orang tua menjadi lebih sensitif dengan situasi sekarang ini.

Semua terjadi secara tiba-tiba

Kondisi ini terjadi karena perubahan yang terjadi secara tiba-tiba, tanpa persiapan sama sekali. Semua butuh proses adaptasi yang cepat untuk belajar di rumah mulai dari tingkat terendah (prasekolah) hingga tingkat tertinggi (mahasiswa). Masing-masing tingkat pendidikan akan mengalami permasalahan yang berbeda. Pun untuk para karyawan yang bekerja di rumah.

Untuk anak prasekolah dan pendidikan dasar, karena menganggap orang tua di rumah adalah libur, maka seringkali akan muncul rengekan ketika orang tua bekerja di rumah. Untuk yang lebih tinggi memang tidak banyak rengekan, tetapi orang tua juga tidak bisa mendampingi secara penuh dari sisi materi.

Padahal tugas-tugas menumpuk sebagai ganti dari tatap muka di kelas. Apalagi menjelang persiapan ujian. Sementara itu, untuk memanggil guru les, juga tidak memungkinkan karena harus menjaga jarak fisik.

Solusinya adalah dengan belajar secaraonline. Tetapi apakah hal ini mampu mengatasi permasalahan? Belum tentu juga, karena tidak menutup kemungkinan selain kurang memahami dengan “belajarsendiri” tersebut, mereka terlena dengan hal lain yang lebih menarik baginya.

Pada tingkat mahasiswa proses pembelajaran dilakukan melalui tatap muka dengan dosen secara online. Dengan demikian tidak ada masalah? Belum tentu demikian. Kenyataannya tidak semua pengajar dengan mudah melakukan proses pembelajaran secara online.

Sementara di sisi mahasiswa juga tidak siap dengan proses perkuliahan yang sepenuhnya online. Ada keluhan dari mahasiswa tentang quota data, tugas yang banyak, danj uga lebih sulit memahami materi. Belum lagi sinyal di beberapa lokasi yang kondisinya tidak stabil.

Di sisi lain untuk para karyawan yang bekerja di rumah, suasana rumah yang berbeda dengan suasana kantor kadang, kondisi anak di rumah juga memunculkan mood yang berbeda. Apa yang sudah ditargetkan menjadi meleset karenanya.

Berdamai dengan kondisi

Semua akan menjadi masalah jika kita mengangapnya sebagai masalah. Tidak ada solusi bijak selain berdamai dengan diri sendiri dan kondisi saat ini. Situasinya memang sedang demikian. Semakin banyak mengeluh semakin banyak permasalahan terjadi.

Tetapi ketika kita berpikir positif dan bersyukur, kita akan merasa ada hikmah yang dapat diambil dari setiap peristiwa. Setidaknya kondisi ini mampu membawa kepada kedekatan keluarga, karena setiap hari hampir 24 jam bertemu. Mampu beribadah bersama, sesuai dengan imbauan Bapak Presiden untuk beribadah dari rumah. Orang tua mengetahui materi pelajaran anak, walaupun tidak sepenuhnya mampu menyelesaikannya. Dosen dan mahasiswa semakin memahami bahwa ada banyak cara yang bisa digunakan untuk kuliah online.

Sementara untuk para karyawan untuk menyeimbangkan tuntutan kantor dan tuntutan keluarga, dapat berkaca pada teoriborder (Clark, 2000). Teori ini berkontribus ipada permasalahan kerja keluarga yang berfokus pada bagaimana individu beralih dari satu domain ke domain lain.

Konsep utama dari teori ini adalah: (1) ranah (domain) keluarga dan kerja; (2) pembatas (border) di antara pekerjaan dan keluarga; (3) penyeberang batas (border-crosser); (4) penjaga batas (border-keepers).

Individu adalahborder crosser yang berkontribusi pada kemampuannya untuk mengubah ranah dan pembatas agar sesuai dengan kebutuhan. Artinya individu berupaya mengatur dengan tepat lingkungan kerja dan keluarga untuk memelihara keseimbangan. Mumpung bekerja dari rumah, kita dapat mengatur jadwal sendiri kapan mengerjakan pekerjaan kantor, kapan bersama dengan anak.

Mungkin hasilnya agak berbeda pada hari biasanya. Yang perlu diperhatikan kita tetap harus membuat target, agar hasil tetap optimal. Tentu saja dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi. Satu hal yang lebih penting lagi, semoga wabah ini segera berakhir, sehingga setiap orang dapat menjalani kehidupannya dengan normal kembali. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved