Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Viral

Mantan Komisioner KPK Laode M Syarif Geram dengan Stafsus Andi Taufan: Harus Mundur Kalau Punya Malu

Mantan komisioner KPK, Laode M Syarif geram melihat ulah stafsus Andi Taufan menyurati camat demi kepentingan perusahaan pribadi.

Penulis: Ardianti WS | Editor: abduh imanulhaq
instagram
Mantan Komisioner KPK Laode M Syarif Geram dengan Stafsus Andi Taufan: Harus Mundur Kalau Punya Malu 

TRIBUNJATENG.COM- Mantan komisioner KPK, Laode M Syarif geram melihat ulah stafsus Andi Taufan menyurati camat demi kepentingan perusahaan pribadi.

Laode M Syarif menyebut Andi Taufan Garuda memanfaatkan kesempitan untuk keuntungan pribadi.

Laode M Syarif menyebut perbuatan yang dilakukan Andi Taufan penuh kepentingan.

Laode M Syarif lantas menyebut Andi Taufan tidak layak menjadi stafsus.

Mantan komisioner KPK 2015-2019 itu meminta Andi Taufan mundur dari stafsus presiden.

Dikira Sudah Meninggal, Tubuh Korban Kecelakaan di Jalan Veteran Semarang Ditutupi Koran

Pemancing di Banjarnegara Lihat Bocah Celupkan Kaki ke Sungai Serayu, Tengok Lagi Sudah Raib

Inilah Besaran THR PNS, TNI dan Polri pada 2020 dan Anggota TNI Polri Selevel Eselon III ke Bawah

Israel Ranking 1 Tempat Teraman dari Serangan COVID-19, Ternyata Kebiasaan Ini yang Jadi Penyelamat

"Staf Khusus Presiden Andi Taufan @GarudaPutra ini, masih MUDA sudah belajar MEMANFAATKAN KESEMPITAN UNTUK KEUNTUNGAN PRIBADI melalui @amarthaid

Ini Contoh CONFLICT OF INTEREST akut. Dia tidak layak, menjadi staf khusus Presiden @jokowiHARUS MUNDUR KALAU PUNYA MALU @KPK_RI," tulis Laode M Syarif.

Diketahui sebelumnya, staff Khusus milenial presiden Jokowi, Andi Taufan membuat surat atas nama dirinya dengan kop sekretaris kabinet.

Surat tersebut ditujukan untuk seluruh camat di Indonesia.

Andi Taufan mengirim surat kepada semua camat di Indonesia dengan menggunakan kop resmi Sekretariat Kabinet RI.

Dalam surat tersebut, Andi memperkenalkan dirinya kepada semua camat di Indonesia selaku Staf Khusus Presiden.

Andi menyurati para camat untuk memohon agar para camat mendukung edukasi dan pendataan kebutuhan alat pelindung diri (APD) demi melawan wabah virus corona ( Covid-19) yang dilakukan oleh perusahaan pribadi Andi, yakni PT Amartha Mikro Fintek (Amartha).

Andi menjelaskan, aktivitas perusahaan pribadinya dalam memerangi virus corona di tingkat desa itu merupakan hasil kerja sama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.

"Perlu saya sampaikan bahwa surat tersebut bersifat pemberitahuan dukungan kepada Program Desa Lawan Covid-19 yang diinisiasi oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi," ujarnya seperti yang dilansir dari Kompas.com.

Saat mengirim surat tersebut kepada semua camat di Indonesia, Andi Taufan bermaksud untuk bergerak cepat membantu mencegah dan menanggulangi Covid-19 di desa.

Menurut dia, hal itu dapat dilakukan melalui dukungan secara langsung oleh tim lapanganAda dua hal yang menjadi fokus Andi untuk diperhatikan para camat. Pertama, Amartha akan melakukan edukasi seputar Covid-19.

Petugas lapangan Amartha disebut akan berperan aktif memberikan edukasi kepada masyarakat desa soal tahapan penyakit Covid-19 beserta cara-cara penanggulangannya.

Kedua, Amartha juga akan mendata kebutuhan APD di puskesmas atau layanan kesehatan lainnya di desa agar pelaksanaannya berjalan lancar. Amartha yang berada di bawah kepemimpinannya.

Dukungan tersebut murni atas dasar kemanusiaan dan menggunakan biaya Amartha serta donasi dari masyarakat yang akan dipertanggungjawabkan secara transparan dan akuntabel.

Ia juga menegaskan bahwa dukungan yang diberikan itu dilakukan tanpa menggunakan anggaran negara, baik APBN maupun APBD.

"Saya akan terus membantu pemerintah dalam menangani penyebaran Covid-19. Bekerja sama dan bergotong royong dengan seluruh masyarakat, baik pemerintah, swasta, lembaga, dan organisasi masyarakat lainnya untuk menanggulangi Covid-19 dengan cepat," papar Andi Taufan.

Lantaran surat tersebut beredar dan viral, Andi lantas meminta maaf.

"Sekali lagi terima kasih dan mohon maaf atas kegaduhan dan ketidaknyamanan yang timbul. Apa pun yang terjadi, saya tetap membantu desa dalam kapasitas dan keterbatasan saya," lanjut dia.

Tanggapan DPR

Surat itu langsung menuai kecaman dari masyarakat dan juga anggota DPR. Anggota Komisi V DPR Irwan menyebutkan, Andi Taufan Garuda Putra telah bertindak memalukan dan harus diberhentikan.

"Tindakan staf khusus presiden, sangat memalukan dan tidak bisa ditolerir, karena ini terjadi di lingkungan istana, dalam situasi darurat kesehatan serta bencana nasional," ujar Irwan kepada wartawan, Jakarta, Selasa (14/4).

Irwan menilai, tindakan Andi Taufan yang membawa perusahaan pribadinya, bisa dikategorikan delik korupsi dengan menggunakan jabatannya untuk kepentingan pribadi.

"Staf khusus itu harus mundur atau dipecat," tutur politikus Partai Demokrat itu.

Irwan menduga, kerja sama perusahaan milik staf khusus presiden dengan Kementerian Desa dan PDTT, akan menggunakan anggaran kementerian tersebut dalam menangani covid-19 di berbagai desa.

"Menteri Desa dan PDTT melalui surat edaran memerintahkan kepala desa untuk realokasi atau refocusing APB Desa, termasuk dana desa untuk penanganan covid-19 di desa. Tentu kerjasamanya menggunakan dana desa itu di lapangan," papar Irwan.

Pengamat ahli tata negara, Feri Amsari juga angkat bicara. Feri menilai, surat tersebut memiliki sejumlah kejanggalan dan sangat aneh karena sangat terlihat adanya kepentingan.

"Ini surat aneh ya karena terbuka sekali permainan kepentingannya. Kejanggalan pertama, staf khusus presiden bukanlah pihak yang berwenang menentukan pihak yang memberikan layanan jasa. Tidak mungkin pengadaan barang dan jasa di wilayah seluruh desa di Indonesia dengan melakukan penunjukan," ujar Feri, yang juga Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang, saat dihubungi Tribunnews.com, kemarin.

Dia juga melihat nuansa konflik kepentingan dalam hal ini sangatlah tinggi. Terutama karena Andi merupakan pendiri perusahaan yang dimaksud.

Feri mengatakan, konflik kepentingan itu dilarang dilakukan penyelenggara negara dalam UU No 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang bersih dan bebas KKN.

Kejanggalan selanjutnya, Feri melihat pengadaan barang dan jasa berskala besar seharusnya melalui open tender. Bukannya penunjukkan langsung. Ha tersebut, katanya, bisa berujung kepada pidana apabila memiliki motif mencari keuntungan dan penyalahgunaan kekuasaan.

"Kalau motifnya mencari keuntungan dengan menyalahgunakan kekuasaan dapat digolongkan kepada korupsi sebagaimana diatur dalam UU 31 tahun 1999 tentang tindak pidana korupsi," kata dia.

"Dan ketika dilakukan di tengah bencana, ancamannya bisa 20 tahun penjara atau hukuman mati. Karena dianggap memanfaatkan keadaan mencari keuntungan di tengah penderitaan publik luas," tandasnya.

Tanggung Jawab Jokowi

Anggota Ombudsman RI, Adrianus Meliala, menyoroti kasus tersebut. Menurut dia, pejabat di lingkungan Staf Khusus Presiden, Sekretaris Kabinet, dan Sekretariat Negara khususnya pejabat hasil penunjukan perlu lebih banyak dibekali berbagai soft skill birokrasi.

"Melalui kasus ini, diharapkan ada semacam pelatihan atau peningkatan pengetahuan tentang hal-hal tersebut," kata dia, saat dihubungi, Selasa (14/4).

Dia menjelaskan soft skill itu misalnya bagaimana menghindari diri dari konflik kepentingan, menghindari jebakan gratifikasi hingga korupsi, bagaimana ketentuan penggunaan kop surat, penggunaan tanda tangan basah dan lain-lain.

Pengetahuan di bidang birokrasi, katanya, pejabat non karier itu berbeda dengan pejabat karier."Umumnya, pejabat karier sudah tahu hal-hal itu karena sudah terbiasa. Kalaupun kemudian melanggarnya, pasti karena ada niat buruk," tambahnya.

Anggota DPR Mardani Ali Sera pun meminta Jokowi bertanggung jawab atas aksi staf khususnya. Pasalnya, staf khusus itu langsung di bawah Presiden.

"Pak Jokowi yang harus bertanggungjawab karena beliau tentu sudah siap dengan kesalahan seperti ini jika merekrut anak muda. Dan baik jika Presiden yang maju membela dan meluruskan stafsusnya," ujar Mardani, ketika dihubungi, Selasa (14/4).

Dia menilai Jokowi harus membina para staf khususnya dari golongan milenial karena dinilai memiliki potensi luar biasa. Pembinaan diperlukan agar kesalahan serupa tak terulang kembali.

Anggota Komisi II DPR RI tersebut menyoroti penggunaan kop surat Sekretariat Kabinet. Menurutnya, apa yang dilakukan Andi tersebut tidak seusai hierarki.

Kata Mardani, camat berada di bawah pembinaan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Sehingga semua seharusnya dikoordinasikan dengan Kemendagri.

"Mengurus negara itu ada aturan mainnya. Niat baik tidak berarti semua bisa diatur tanpa mengikuti prosedur. Kedua, surat itu menggunakan kop surat Sekretariat Kabinet. Menseskab perlu bertanggung jawab memberikan pembinaan," kata dia. (*)

Ruangguru Dapat Proyek Kartu Prakerja Rp 5,6 Triliun Berkat Belva Stafsus Milenial? Rachland: Pecat!

Hanung Bramantyo Blakblakan Tak Sanggup Lagi Bayar Gaji Karyawan

Israel Ranking 1 Tempat Teraman dari Serangan COVID-19, Ternyata Kebiasaan Ini yang Jadi Penyelamat

Trio Provokator Penolak Jenazah Positif Corona di Banyumas Berprofesi PNS, Buruh dan Perangkat Desa

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved