Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Unisri Surakarta

OPINI Dewi Saptantinah: Ekonomi Di Masa Pandemi Covid-19

Pemerintah melalui berbagai kebijakannya sudah berpikir jauh mengenai upaya penyelematan perekonomian.

Editor: abduh imanulhaq
IST
Dewi Saptantinah Puji Astuti - Staf Pengajar Prodi Akuntansi Unisri Surakarta, Mahasiswa Program Doktor Ilmu Ekonomi UNTAG Surabaya 

Sehingga gelombang PHK tidak bisa dihindari. Akibatnya, banyak orang kesulitan mencari penghasilan, dengan demikian akan mempengaruhi perlambatan pertumbuhan ekonomi. Jika wabah ini semakin berlarut-larut maka akan semakin mempengaruhi perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Menurut Ekonom Institute of Development Economics and Finance (Indef), Bhima Yudistira Adhinegara, dampak virus corona ke laju pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa ditelusuri lewat korelasi hubungan ekonomi China dan Indonesia. Adanya korelasi yang sangat besar dalam perdagangan dan investasi antara Indonesia dan Cina berakibat terhadap penurunan pertumbuhan ekonomi.

Artinya penurunan pertumbuhan di Cina mempengaruhi penurunan ekonomi di Indonesia, bisa dikatakan setiap 1 persen penurunan pertumbuhan ekonomi China, ekonomi Indonesia bisa terpengaruh 0,3 persen. Indef memproyeksikan pertumbuhan ekonomi China hanya sekitar 5 persen pada 2020, atau turun 1 persen dibanding 2019.

Lantas dengan sedemikan besarnya pengaruh pandemic virus corona (covid-19) terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia, bagaimana upaya pemerintah menyelamatkan perekonomian Indonesia?

Pemerintah melalui berbagai kebijakannya sudah berpikir jauh mengenai upaya penyelamatan perekonomian. Langkah-langkah pemerintah untuk penyelematan perekonomian Indonesia dilakukan dengan menggelontorkan beberapa paket stimulus fiskal yang pertama difokuskan kepada sektor pariwisata yaitu hotel, restoran, dan kawasan wisata di daerah-daerah.

Kemudian Kemenkeu memberikan empat jenis insentif pajak terkait ketentuan Pajak Penghasilan (PPh) pasal 21, PPh pasal 22 impor, PPh pasal 25 dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Insentif PPh Pasal 2 diberikan kepada pemberi kerja sesuai klasifikasi 440 lapangan usaha yang tercantum pada lampiran PMK 23/2020.

Pemberian insentif dengan cara Pemerintah menanggung PPh pasal 21 dari pegawai dengan penghasilan bruto tetap dan teratur yang jumlahnya tidak lebih dari Rp 200 juta
setahun. Untuk mendapatkan insentif ini, pemberi kerja dapat menyampaikan pemberitahuan untuk pemanfaatan insentif PPh Pasal 21 kepada Kepala KPP terdaftar. Insentif pemerintah ini diberikan sejak Masa Pajak April 2020 hingga September 2020.

Pemberian insentif kedua untuk PPh pasal 22 Impor yang dipungut oleh Bank Devisa atau Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) pada saat Wajib Pajak melakukan impor barang. WP yang dapat dibebaskan dari pungutan ini adalah usaha yang sesuai kode klasifikasi pada lampiran PMK 23/2020 dan telah ditetapkan sebagai Perusahaan Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE). KITE merupakan fasilitas yang diberikan pemerintah di bidang perpajakan, fasilitas tersebut berupa pemerintah mempermudah alur impor bahan baku untuk produksi barang jadi yang akan diekspor. Sedangkan Wajib Pajak KITE adalah wajib pajak yang mendapat fasilitas tersebut.

Pemerintah memberikan insentif pengurangan Angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30% dari angsuran yang seharusnya terutang. Pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25 dilakukan dengan menyampaikan pemberitahuan pengurangan besarnya angsuran secara tertulis kepada Kepala KPP tempat WP terdaftar. JIka kriteria WP untuk pemberian insentif terpenuhi maka pengurangan besarnya angsuran akan berlaku sampai dengan Masa Pajak September 2020.

Terakhir, insentif PPN bagi WP yang memiliki klasifikasi lapangan usaha terlampir di PMK 23/2020 dan telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE. Selain itu, Pengusaha Kena Pajak (PKP) ini adalah WP yang PPN lebih bayar restitusinya paling banyak Rp 5 miliar. Pemerintah juga mempercepat proses ekspor dan impor untuk traders yang memiliki reputasi baik.

Beberapa upaya Pemerintah di atas adalah terkait kebijakan fiskal, sedang kebijakan lain adalah non fiskal, meliputi pemberian diskon tiket pesawat ke 10 destinasi wisata mulai 1 Maret 2020. Diskon tersebut berlaku hingga Mei 2020. Kebijakan tersebut diberikan melalui Kementerian Perhubungan Budi Karya Sumadi. Pemerintah telah menganggarkan Rp 500 miliar untuk pemberian insentif tersebut yang berupa pemberian potongan harga sebesar 50% dari harga tiket.

Upaya lain dari pemerintah di sektor pariwisata dengan pembebasan pajak hotel dan restoran, hal ini dilakukan dengan pembebasan pajak hotel dan restoran selama 6 bulan. Tetapi pembebasan pajak hanya terbatas pada 10 daerah wisata yaitu yaitu Danau Toba, Yogyakarta, Malang, Manado, Bali, Mandalika, Labuan Bajo, Bangka Belitung, Batam, dan Bintan.

Upaya pemerintah berikut adalah di sektor perumahan, melalui Menko Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto mengungkapkan bahwa pemerintah mengalokasikan Rp 1,5 triliun sebagai suku bunga dan potongan uang muka bagi pembeli rumah dari kelompok berpendapatan rendah. Langkah ini dilakukan sebagai upaya membantu menyelesaikan persediaan yang belum terjual dan memiliki dampak ganda pada perekonomian.

Langkah pemerintah selanjutnya adalah Kementerian BUMN telah menginstruksikan beberapa perusahaan pelat merah untuk melakukan buyback saham. Hal ini dilakukan untuk merespons pelemahan indeks harga saham gabungan (IHSG). Upaya pemerintah lain untuk mengurangi tekanan perekonomian akibat dampak pandemic covid 19 adalah pemerintah akan menanggung PPh pasal 21 selama 6 bulan, bagi pekerja dengan batas maksimal penghasilan tertentu (yaitu income maksimal 200 juta per tahun) di industri
tertentu.

Adanya relaksasi PPh pasal 21 bakal diberlakukan mulai April 2020, dan diharapkan akan meningkatkan daya beli masyarakat dan bagi perusahaan manufaktur bisa berkurang beban cash flownya karena berkurangnya beban pajak.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved