Berita Koruptor
Siapakah Sosok Oknum Jenderal yang Disebut-sebut Lindungi Buronan KPK Nurhadi? Ini Tanggapan BW
Eks Pimpinan KPK Bambang Widjojanto alias BW meragukan keberanian KPK era Firli Bahuri menyelidiki adanya dugaan jenderal polisi
Pemeriksaan pertama seharusnya dijadwalkan 29 Oktober 2018, namun ia mangkir. Nurhadi baru memenuhi panggilan KPK pada Selasa, 6 November 2018.
Setahun kemudian, tepatnya 16 Desember 2019, KPK menetapkan Nurhadi sebagai tersangka perkara suap terkait pengurusan perkara yang dilakukan sekitar tahun 2015–2016.
KPK juga menduga Nurhadi terlibat gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan tugas dan kewajibannya.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka, KPK telah dua kali memanggil Nurhadi yakni pada 9 dan 27 Januari 2020.
Namun, dia tidak hadir tanpa alasan. Atas dasar itu, KPK memasukkan Nurhadi dan menantunya, Rezky Hebriyono ke dalam Daftar Pencarian Orang pada 11 Februari 2020.
Sejak itu, KPK sudah menggeledah beberapa lokasi bahkan sampai di rumah kerabat Nurhadi yang ada di Jawa Timur. Namun nihil.
KPK baru bisa menangkap Nurhadi dan menantunya pada Senin, 1 Juni 2020 tengah malam di sebuah rumah yang ada di kawasan Simprug, Jakarta Selatan.
Nurhadi dijerat sebagai tersangka karena yang bersangkutan melalui Rezky Herbiyono, diduga telah menerima suap dan gratifikasi senilai Rp46 miliar.
Tercatat ada tiga perkara sumber suap dan gratifikasi Nurhadi, pertama perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, kedua sengketa saham di PT MIT, dan ketiga gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara di pengadilan.
Rezky selaku menantu Nurhadi diduga menerima sembilan lembar cek atas nama PT MIT dari Direkut PT MIT Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu. Cek itu diterima saat mengurus perkara PT MIT vs PT KBN.
"Penahanan Rutan dilakukan kepada 2 orang tersangka tersebut selama 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 2 Juni 2020 sampai dengan 21 Juni 2020 masing-masing di Rumah Tahanan KPK Kavling C1," ujar Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron saat menggelar konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (2/6).
Ghufron menegaskan keduanya terlibat dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi suap dan gratifikasi terkait dengan perkara di MA pada tahun 2011-2016.
"Perkara ini merupakan pengembangan Operasi Tangkap Tangan pada tanggal 20 April 2016 di Jakarta, dimana KPK sebelumnya telah menetapkan 4 Tersangka yaitu Doddy Ariyanto Supeno, Edy Nasution, Eddy Sindoro dan Lucas dan perkaranya telah berkekuatan hukum tetap," kata Ghufron.
Keduanya diduga menerima hadiah atau janji terkait dengan Pengurusan perkara perdata PT MIT melawan PT KBN (Persero) kurang lebih sebesar Rp14 miliar,
Selanjutnya Perkara perdata sengketa saham di PT MIT kurang lebih sebesar Rp 33,1 miliar dan gratifikasi terkait dengan perkara di pengadilan kurang lebih Rp12, 9 miliar" Akumulasi yang di duga diterima kurang lebih sebesar Rp 46 miliar," ungkapnya.