Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Kasus Pandemi Corona

AS Tuding China Sponsori 2 Mata-mata Siber untuk Retas Riset Vaksin Covid-19

AS menuduh China mensponsori para peretas yang mengincar sejumlah laboratorium vaksin Covid-19.

Editor: sujarwo
FBI
Li Xiaoyu (kiri) dan Dong Jiazhi 

TRIBUNJATENG.COM, WASHINGTON DC - Departemen Kehakiman Amerika Serikat menuduh China mensponsori para peretas yang mengincar sejumlah laboratorium yang tengah mengembangkan vaksin Covid-19.

Dilansir BBC Indonesia, tuduhan ini dilontarkan seiring dengan pengumuman dakwaan terhadap dua mantan mahasiswa teknik elektro bernama Li Xiaoyu dan Dong Jiazhi, pada Selasa (21/7).

Mereka didakwa melakukan berbagai hal, termasuk memata-matai perusahaan-perusahaan AS yang meriset virus corona. Mereka pun dituding mendapat bantuan dari agen-agen pemerintah China untuk pencurian lain.

Dakwaan ini mengemuka di tengah upaya AS dalam menangani mata-mata siber China.

AS, Inggris, dan Kanada pekan lalu juga menuduh Rusia berusaha mencuri riset terkait Covid-19.

Tim jaksa mengatakan kedua pria itu memata-matai perusahaan bioteknologi yang berbasis di Massachusetts. Perusahaan tersebut diketahui sedang meriset bakal vaksin Covid-19

Mereka juga dituduh meretas sebuah perusahaan di Maryland, kurang dari sepekan setelah perusahaan itu menyatakan sedang meriset Covid-19.

Aparat AS menyebut kedua pria itu adalah peretas yang kadang kala menerima dukungan dari agen-agen intelijen China, termasuk seorang pejabat dari Kementerian Keamanan Negara China (MSS).

Mereka sebelumnya telah mencuri rahasia dagang, properti intelektual, dan informasi bisnis lainnya yang bernilai "ratusan juta dollar" sejak 2009, sebut tim jaksa dalam dakwaan mereka.

Hal lain yang disebutkan dalam dakwaan, kedua pria asal China itu baru-baru ini "meneliti kelemahan-kelemahan dalam jaringan bioteknologi dan perusahaan lain yang diketahui secara umum meneliti vaksin, perawatan, dan teknologi pengujian Covid-19".

Negara-negara yang perusahaannya diincar meliputi Australia, Belgia, Jerman, Jepang, Lithuania, Belanda, Spanyol, Swedia, dan Inggris.
Berdasarkan dakwaan tim jaksa, para peretas itu mampu menembus perusahaan Inggris yang bergerak di bidang kecerdasan buatan, kontraktor pertahanan asal Spanyol, dan perusahaan energi matahari dari Australia.

Tim jaksa mengatakan kedua pria itu kadang kala beraksi demi kepentingan mereka sendiri—termasuk pada ketika mereka mengklaim memiliki informasi rahasia sebuah perusahaan kemudian meminta uang tebusan dari perusahaan tersebut.

Namun, pada kesempatan lain , mereka dituding "mencuri informasi yang jelas merupakan kepentingan" pemerintah China.
Kedua orang itu, menurut laporan dakwaan, "bekerja dengan, dibantu oleh, dan beroperasi dengan mematuhi" MSS.

Mereka diduga mencuri data militer dan memberikan pemerintah China informasi mengenai password para pegiat demokrasi di Hong Kong dan mantan demonstran Lapangan Tiananmen.

"Bersama Rusia, Iran, dan Korea Utara, China telah mengambil tempat pada kelompok negara memalukan yang memberikan tempat perlindungan bagi penjahat siber. Sebagai balasannya, para penjahat itu 'siap dipanggil' untuk bekerja demi keuntungan negara, demi memenuhi rasa lapar Partai Komunis China yang tak pernah puas pada properti intelektual perusahaan Amerika dan non-China yang diperoleh secara susah payah, termasuk riset Covid-19," papar John Demers, asisten jaksa agung di bidang keamanan nasional, pada Selasa (21/07).

Pemerintah China belum memberikan tanggapan atas tuduhan ini, tapi sebelumnya mereka telah membantah tudingan mengenai pencurian properti intelektual.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved