Berita Semarang
Inilah Sosok Indah Murti Perias Jenazah di Semarang Ajak Ngobrol Jenazah Hingga Lihat Jenazah Nangis
Indah Murti Hastutik (46) sedang duduk santai di depan rumahnya di Kampung Karanganyar Gang IV Kelurahan Gabahan Semarang Tengah Kota Semarang.
Penulis: iwan Arifianto | Editor: galih permadi
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Berhadapan dengan jenazah sudah menjadi pekerjaan Indah Murti.
Indah Murti Hastutik (46) sedang duduk santai di depan rumahnya di Kampung Karanganyar Gang IV Kelurahan Gabahan Semarang Tengah Kota Semarang, Kamis (27/8/2020) pagi.
Ritme hidupnya pagi ini terasa lebih lambat.
• Ya Allah Sebut Istri Suranto saat Ditusuk di Ulu Hati, Ini Kronologi Pembunuhan 1 Keluarga di Baki
• Viral Kawah Oro-oro Kesongo Blora Meletus, Belasan Kerbau Tenggelam 4 Warga Keracunan
• Viral, Baby Sitter Tampar Bayi 11 Bulan Berkali-kali saat Menyuapi Makan
• Gubernur Ganjar Pranowo Izinkan Sekolah di 3 Daerah Ini Dibuka untuk Uji Coba Belajar Tatap Muka

Tidak seperti hari kemarin yang dipenuhi dengan mayat dan mayat.
Otomatis peralatan rias wajah di dalam tas gendong biru yang biasa Ia bawa tergelatak di pojok ruang tamu rumahnya.
"Hari ini agak bisa bersantai, tidak ada jenazah yang perlu saya rias."
"Kemarin dari siang sampai malam sibuk mengurus jenazah," terang Ibu tiga anak yang bekerja sebagai perias jenazah ini saat disambangi Tribunjateng.com.
Indah menuturkan, sudah menekuni pekerjaan sebagai perias jenazah hampir 25 tahun.
Pekerjaan ini sudah Ia tekuni sejak muda dulu.
Awalnya Indah ikut ibunya yang juga bekerja sebagai perias jenazah.
Setelah ibunya meninggal ia mengambil alih pekerjaan itu.
Pekerjaan tersebut sudah turun temurun dilakoni oleh keluarganya.
Ia mengaku sebagai generasi kelima.
"Kalau ditanya apa tidak takut tentu awalnya takut, namun ibu saya berpesan agar saya jangan takut sebab pekerjaan ini bagian dari tanggung jawab," katanya.
Melakoni pekerjaan sebagai perias jenazah hampir seperampat abad.
Indah telah mengalami asam garam dunia perias jenazah.
Mulai dari pengalaman di luar nalar hingga pengalaman pahit.
Ia memulai bercerita tentang peristiwa yang membuatnya ikut menangis saat merias wajah jenazah.
Ketika itu, ia merias wajah seorang perempuan tua renta yang tidak henti-hentinya mengeluarkan air mata.
Indah heran ada apa gerangan.
Setelah ia memberitahu kepada anggota keluarga mendiang, ternyata saat akan meninggal anak-anak dari perempuan itu sedang tidak rukun atau tengah bertengkar.
"Saya memberitahu kondisi tersebut ke anak-anak ibu tersebut. Mereka lalu menangis menyadari kesalahannya kemudian meminta maaf kepada ibunya."
"Anehnya setelah meminta maaf, air mata dari mayat ibu itu berhenti," terangnya.
Momen lainnya, Indah juga menangis sesegukan saat memandikan dan merias jenazah wanita muda.
Ia mengaku wanita muda itu masih memiliki masa depan panjang namun harus meninggalkan dunia.
"Saya sering terenyuh saat memandikan jenazah yang masih muda.
"Saya seorang ibu tentu tahu perasaan orangtuanya seperti apa ditinggal mati anaknya yang masih sangat muda, ya memang saya terbawa perasaan," jelasnya.
Indah melanjutkan, ada pengalaman lain yang masih ia ingat meski kejadian itu sudah terhitung lama.
Yakni saat Ia memandikan jenazah wanita tua yang memiliki bantal lusuh.
Tanpa curiga ia buang bantal itu ke tempat sampah di ruang rias jenazah.
Setelah menyelesaikan pekerjaan itu, Ia kembali ke rumah.
Tetapi Ia ditelpon oleh pihak Yayasan Rumah Duka tempat ia bekerja bahwa anak wanita tua itu mencari bantal tersebut.
Indah pun segera kembali ke rumah duka lalu mencari bantal yang ternyata sudah dibuang ke tempat pembuangan sampah sementara (tps) di depan gedung rumah duka.
Selepas berhasil menemukan bantal itu, ia serahkan kepada keluarga yang masih menunggu.
Dari awal Ia sudah heran kenapa keluarga mencari bantal itu.
Setelah dibuka oleh keluarganya ternyata bantal itu berisi segepok emas dan uang.
"Saya selalu berupaya jujur dan bertanggung jawab dengan pekerjaan ini sehingga selalu memberikan yang terbaik bagi keluarga yang menggunakan jasa," katanya.
Dikatakan Indah, untuk pengalaman tidak mengenakan biasanya datang dari keluarga yang memiliki banyak permintaan menyoal rias.
Biasanya mereka meminta wajah jenazah harus dirias sesuai dengan permintaan mereka.
"Mereka menunjukan sebuah foto katanya dirias harus seperti itu, padahal setiap wajah itu berbeda jenis kulit dan lainnya," katanya.
Ia membeberkan, masih ada beberapa hal lain yang dialami saat memandikan jenazah.
Seperti saat kesulitan memandikan jenazah yang meninggal lantaran kecelakaan, bunuh diri, sakit diabetes mati tidak ketahuan berhari-hari dan lainnya.
"Kalau mayat meninggal normal untuk membersihkan hingga merias biasanya hanya butuh waktu 30 menit. Sebaliknya mayat yang meninggal disebabkan hal tertentu waktu yang dibutuhkan lebih dari satu jam," ujarnya.
Ia mengaku juga sering dikentuti jenazah.
Bau dari kentut itu, menurutnya sangat bau sekali meski ia bermasker.
"Pernah juga menemui mayat yang sulit memejamkan mata tetapi tidak terlalu sering dibandingkan dikentuti," katanya.
Menurut Indah, sebelum memulai pekerjaannya selalu membiasakan mengobrol dengan jenazah yang dimandikan dan dirias.
Ritual itu wajib ia lakukan.
"Saya yakin arwah dari jenazah masih dekat sekitar jenazah ehingga akan mendengar obrolan."
"Biasanya saya mohon izin dan meminta kelancaran dalam membersihkan jenazah," tuturnya.
Dari ribuan wajah mayat yang pernah Indah tangani, hanya ada dua ekspresi wajah mayat yang dilihat.
Mulai dari ekpresi wajah tersenyum dan memiliki aura tertentu.
Sebaliknya ada ekpresi wajah mayat yang datar.
Ia meyakini ekspresi tersebut merupakan hasil yang dilakukan oleh orang tersebut selama hidupnya.
"Bukan maksud untuk menghakimi, tetapi sebagai pengingat saya pribadi di dunia, hidup hanya sebentar jangan bosan menebarkan kebaikan," terangnya.
Lepas dari itu, Indah mengaku sangat happy dan menikmati pekerjaannya.
Meski dilihat dari beban kerja, risiko dan jam kerja yang bisa saja 24 jam tidak sepadan dengan hasil yang diperoleh.
Setiap jenazah yang Ia tangani, biasanya ia dapat upah Rp. 110 ribu.
Jumlah uang tersebut, harus ia bagi berdua dengan kakak kandungnya yang ikut membantunya bekerja.
"Ini bukan soal nominal uang, melainkan tanggung jawab, panggilan jiwa saya yang harus saya penuhi," katanya.
Di sisi lain, Indah kini hanya bisa pasrah terkait kelanjutan pekerjaan yang telah turun-temurun dilakoni keluarganya.
Pasalnya ketiga anaknya berjenis kelamin laki-laki, artinya tidak ada yang meneruskan pekerjaan tersebut.
"Ya mau gimana lagi, kalau ada orang lain yang mau meneruskan tentu saja saya senang," tandasnya. (Iwn)
• BREAKING NEWS: Guru SD di Pekalongan Positif Covid-19, Satgas Lacak 2 Sekolah
• Hutang Rp 60 Juta Dibayar Pakai 4 Nyawa Keluarga di Baki Sukoharjo
• Kawah Oro-oro Kesongo di Blora Meletus Tiga Kali Hari Ini, 4 Gembala Kerbau Masuk RS
• Warga Terharu Lihat AKBP Rudy Cahya Kurniawan Berlutut Cium Tangan Ibu Rutinkah