Berita Feature
Sosok Usman Janatin, Pemuda Gagah Berani dari Purbalingga yang Gugur Digantung di Negara Tetangga
Gedung penting itu pun luluh lantak. Penghuninya banyak yang luka hingga meninggal. Pemerintah Malaysia berang
Penulis: khoirul muzaki | Editor: muslimah
Sampai ia menggelorakan gerakan Ganyang Malaysia yang saat itu dipimpin perdana menteri Tengku Abdul Rahman.
Soekarno diam-diam mengirim sukarelawan.
Mereka sebagian adalah anggota Korps Komando Operasi (KKO), nama korps marinir TNI Angkatan Laut saat itu. Mereka menyusup menggunakan seragam preman.
Usman Janatin satu di antara prajurit KKO yang gagah berani mengambil misi rahasia itu.
Ia ditemani Harun, seorang nelayan dari pulau Bawean yang menguasai medan karena biasa menjelajah ke negeri seberang.
Belakangan, setelah dieksekusi, Harun diganjar penghargaan oleh pemerintah Indonesia dengan pangkat Kopral Anumerta KKO.
Kopral Usman Janatin dinaikkan pangkatnya menjadi Sersan Anumerta KKO.
Pemerintah juga menganugerahkan tanda kehormatan Bintang Sakti dan mengangkat keduanya menjadi Pahlawan Nasional.
"Harun penunjuk jalan. Usman kemana-mana mengikuti Harun yang paham daerah sana,” katanya
Usman Janatin dan teman-temannya mengemban tugas berat.
Misi utama mereka adalah memancing kerusuhan melalui rangkaian aksi sabotase.
Kantor dan gedung penting diledakkan, hingga Malaya bergolak.
Sayang, Usman dan Harun tertangkap usai berusaha melarikan diri.
Menurut Aryoto, Usman dan Harun ditahan cukup lama, sekitar 3,5 tahun, sebelum nasibnya berakhir di tiang gantungan, 17 Oktober 1968.
Aryato tidak mengetahui ikhtiar pemerintah Indonesia untuk membebaskan Usman dan Harun saat itu.
Sebab situasi dalam negeri kala itu juga tengah mengalami pergolakan hebat, dari peristiwa Gerakan 30 September PKI 1965, hingga peralihan kekuasaan dari Presiden Soekarno ke Soeharto.
Di tengah kemelut politik dalam negeri, nasib Usman dan Harun merana di penjara Changi.
Kabar mengenai Usman hanya diketahui orang tuanya melalui secarik surat yang ditulis dari balik jeruji.
Surat yang sudah melalui pemeriksaan otoritas penjara Changi itu diterima oleh orang tuanya di Desa Jatisaba, Purbalingga tiap bulan.
Selainnya, ia hanya menanti kabar putranya melalui siaran radio.
Hingga suatu sore, 16 Oktober 1968, berita yang disiarkan Radio Republik Indonesia (RRI) membuat keluarga itu tak bisa tidur semalaman.
Siaran itu terdengar seperti gelegar petir yang langsung menyambar jantung.
Usman dan Harun, dua pahlawan asal Indonesia esok hari akan dieksekusi, 17 Oktober 1968.
“Kemudian paginya, ada siaran, Usman dan Harun meninggal. Langsung sini pasang bendera setengah tiang,”katanya. (*)
• Sule Tegang Dengar Penuturan Putri Delina Soal Hubungannya dan Nathalie Holscher: Kayak Anak Kecil
• Sebelum Gantung Sepatu, Kiper I Made Wirawan Ingin Juara Lagi Bersama Persib Bandung
• Info Loker Lowongan Kerja Terbaru di Semarang Selasa 6 Oktober 2020
• Baru 2 Bulan Syuting Sinetronnya Tamat, Kiki Farrel Curhat dan Sampaikan Salam Perpisahan