Penanganan Corona
Elan Santri Melawan Kelembaman Pandemi
Tidak cukup sampai di situ, di posko santri akan menjalani pengecekan suhu ulang untuk kepentingan pendataan
Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: muslimah
Pasalnya, tidak ada yang tahu sampai kapan pandemi ini berakhir. Mau tidak mau, proses pembelajaran dan pengajaran di ponpes harus berjalan dengan mengikuti protokol pencegahan penularan virus corona.
"Saat itu, pengasuh pondok, Gus Rhozin bertemu dengan pengasuh pondok pesantren lain yang ada di Kajen, karena di sini tidak hanya pondok Maslakul Huda. Dari pertemuan itu, semuanya sepakat pondok harus menjadi tempat yang aman bagi santri, caranya dengan menerapkan protokol kesehatan ketat," kata Iqbal.
Namun, untuk aturan teknis setiap pondok memiliki standar sendiri- sendiri dalam pelaksanaannya. Persamaan persepsi antar-pengurus pondok penting dilakukan supaya bersama- sama saling menjaga wilayah pondok pesantren terbebas dari covid.
Sebagai pondok pesantren yang diasuh Ketua PP RMI NU tersebut, Maslakul Huda memberlakukan protokol kesehatan ketat yang nantinya ingin dijadikan role model atau percontohan bagi pesantren lain.

Sejak virus corona pertama kali masuk ke Indonesia, Gus Rhozin, kata dia, mulai menyamakan persepsi atau menyatukan pandangan serta mensosialisasikan bagaimana bersikap terhadap penanganan virus tersebut.
Ketika kondisi pandemi memburuk, pengurus dengan sigap memulangkan para santri menggunakan angkutan transportasi bus pada Maret 2020. Santri tidak diperkenankan pulang sendiri karena dikhawatirkan terjadi penularan ketika di perjalanan.
Saat berangkat ke pesantren kembali pun wali santri atau orangtua atau keluarga pun wajib mengantarkan para santri, tidak diperbolehkan menggunakan angkutan umum. Untuk santri yang berasal dari luar Pulau Jawa yang tidak diantar orangtua, pihak pondok akan menjemputnya di bandara.
Santri berangkat ke pesantren secara bertahap dipilih berdasarkan zonasi tempat tinggal. Jika daerah santri terdeteksi berada di zona merah, tidak diperkenankan kembali dulu ke pesantren.
Pemilihan zonasi awalnya dipilih berdasarkan kecamatan. Namun, saat itu karena penyebaran virus yang sangat masif, pemilihan zonasi diperkecil atau lebih spesifik berdasarkan desa.
"Ada santri yang awalnya berada di zona hijau. Namun saat H-1 tiba- tiba merah, kami minta untuk di-cancel dulu, tidak berangkat dulu. Jika menggunakan patokan kecamatan, hampir semuanya merah saat itu. Karena itu kami menggunakan patokan wilayah desa," ucapnya.
Ketika kembali para santri juga harus menjalani sejumlah prosedur dari saat berangkat, melakukan kegiatan di pondok dan sejumlah aturan dan ketentuan lain sebagai upaya pencegahan virus.
Awalnya, kata dia, santri sulit untuk menerapkan pola hidup baru tersebut. Misalnya saat mengaji Alquran, merasa sulit mengatur napas ketika memakai masker.
Terkadang juga ingin melepaskannya. Begitu juga saat menerapkan 3M (menjaga jarak, memakai masker, dan mencuci tangan) dalam setiap kegiatan di ponpes.
Semulanya risih dan kurang nyaman. Pada awal masuk santri juga banyak yang lupa tidak mengenakan masker. Mau tidak mau pola hidup baru di masa pandemi itu harus diterapkan.
Santri harus meraih elan untuk mendobrak kelembaman di masa pandemi ini. Sehingga santri sampai pada dua pilihan: berjuang melawan kelembaman agar tetap produktif di masa pandemi atau hanya diam saja tanpa melakukan apa- apa sembari menunggu pandemi usai.
Teori hukum alam yang diperkenalkan Sir Issac Newton yakni kelembaman atau inersia. Yakni satu keadaan dimana menolak berubah terhadap keadaan geraknya.
"Jadi memang Gus Rhozin menerapkan protokol sangat ketat. Pengasuh sangat hati- hati saat akan memulangkan santri ke pesantren dan memulai pembelajaran. Semuanya harus memaklumi atas kondisi ini," ujarnya.
Kaitannya dengan penerapan pola hidup sehat dan bersih, pengurus mendesain sedemikian rupa untuk mengatur tata cara para santri. Termasuk bagaimana cara makan, mandi, mengaji, dan sebagainya. Tentunya harus diikuti dengan pemenuhan sarana dan prasarana.
Iqbal menerangkan saat makan, santri diharuskan membawa peralatan makan sendiri. Jika tidak punya, mereka diminta untuk membelinya terlebih dahulu.
Untuk menghindari kontak dengan pihak luar, juga ada larangan bagi para santri keluar dari pesantren. Karena itu, ada pelayanan jasa penitipan (jastip) kalau ada santri atau pengurus membutuhkan keperluan lain atau ingin jajan di luar pondok.
Begitu juga saat mandi. Selama pandemi, pengurus juga memasang shower atau pancuran untuk mandi. Santri juga mandi di tempat yang sudah kamar perkamar, sehingga tidak bercampur.
"Memang prosesnya sulit, tapi harus dilakukan. Karenanya pada masa karantina dua pekan, mereka didoktrin untuk merubah sikap agar mementingkan kesehatan. Mereka juga diberikan kebiasaan dan pelatihan dengan baik agar mengerti bagaimana cara menerapkan protokol kesehatan," imbuhnya.
Sejumlah agenda besar di pesantren yang biasanya diadakan secara ramai- ramai juga terpaksa harus diselenggarakan secara virtual. Jika diselenggarakan tatap muka, itu pun terbatas untuk mentaati protokol kesehatan.
Contohnya saat pengasuh menyelenggarakan tahlil dan khataman memperingati haul KH Mahfudh Salam dan KH MA Sahal Mahfudh pada 31 Oktober 2020 lalu. Semua santri yang berada di kompleks pesantren mengikutinya melalui Zoom meeting. Sedangkan di luar santri, bisa mengikuti acara melalui live streaming di akun Youtube ponpes.
Begitu juga saat penyelenggaraan Pengajian Posonan yang merupakan kegiatan rutin pesantren saat Ramadan pada Mei 2020 kemarin. Kegiatan ini berpasan ketiga para santri dipulangkan ke rumah masing- masing. Sehingga pengurus pesantren merancang acara secara virtual atau online.
Pengurus pesantren yang berasal dari Kabupaten Blora ini mengisahkan menjelang pemulangan santri ke pondok, para pengurus membuat panitia dadakan atau satuan tugas (satgas). Dalam pelaksanaan protokol kesehatan, satgas telah berkonsultasi dengan ahli kesehatan apa- apa saja yang harus dilakukan untuk upaya pencegahan.
Satgas dibagi beberapa divisi tergantung tugasnya dalam memastikan kegiatan santri dan penerapan protokol kesehatan berjalan lancar. Antara lain ada divisi karantina, penegakan protokol, logistik, dan kegawatdaruratan.
"Mereka akan menjaga seluruh warga pondok pesantren. Jadi kalau ada apa- apa terkait covid, satgas memiliki regulasi. Semisal penandatanganan santri, jika santri sakit itu seperti apa dan sebagainya," jelasnya.
Termasuk ketika santri hendak sekolah. Meskipun santri sudah berangkat ke pesantren, namun pembelajaran tatap muka terbatas di sekolah formal seperti Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Madrasah Aliyah (MA) baru berlangsung akhir Oktober 2020 kemarin.
Santri yang sekolah di lembaga tersebut tidak hanya dari Ponpes Maslakul Huda. Santri sekolah secara bergilir atau dengan shifting. Dalam kelas pun mereka diwajibkan memakai masker dan face shield.
Satu meja dan satu kursi didesain untuk satu siswa. Satgas juga akan mengawal santri yang akan berangkat secara bersama- sama atau konvoi ke sekolah.
"Sebelum berangkat sekolah mereka akan kumpul dulu. Ada pengurus yang mengawal para santri baik saat berangkat maupun pulang sekolah. Saat pulang mereka akan kumpul dulu di sekolah, kalau pengurus belum datang, mereka juga tidak akan pulang. Pengawalan ini agar santri tidak mampir selama di perjalanan berangkat dan pulang," ucap Iqbal.
"Alhamdulillah selama santri berangkat ke pondok dan sudah memulai pembelajaran tatap muka. Belum ada santri dari Maslakul Huda yang terkonfirmasi positif covid," imbuhnya.

Angin Segar di Tengah Musibah
Selama pandemi ada kebiasaan yang lekat dengan budaya pondok pesantren yang harus dihilangkan. Semisal sowan dan bersalaman dengan kiai atau pengurus pesantren.
Selain itu, sejak awal- awal pandemi pesantren memberikan bantuan kepada warga sekitar yang juga terdampak pandemi. Banyak warga yang berumah di dekat pesantren yang tergolong miskin.
"Bantuan sosial diberikan dari pondok sejak Juni kemarin. Dari pesantren hanya memberikan kepada warga yang ada di lingkungan pesantren," kata Iqbal.
Bansos berupa sembako, sabun cuci tangan, dan masker.
Masa pandemi Covid-19 ini bisa menjadi momen penting sejumlah hal positif. Diantaranya merajut kebersamaan, tolong menolong, dan toleransi antar-umat beragama.
Di sisi lain, Rektor Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Prof Yos Johan Utama, menuturkan apa yang sedang dihadapi saat ini menggoncang segala sendi dan aspek kehidupan.
"Tiba-tiba harus pakai masker dan sekolah harus daring. Ora enom ora tuo tibo wangun kabeh (tidak muda dan tua jatuh semua)," kata Yos.
Ia mengibaratkan pandemi menjadi musuh bersama atau common enemy semua warga, tidak memandang agama, suku, ras, dan golongan.
Hal itu karena wabah sudah membawa dampak besar terhadap aspek ekonomi dimana telah merumahkan banyak pekerja. Lalu aspek sosial budaya yang mana kegiatan setiap orang dibatasi karena harus mentaati protokol kesehatan.
"Begitu juga aspek politik dan pertahanan serta keamanan, terdampak semua. Di sini kita punya pengalaman mendapatkan serangan yang sama. Tidak memandang orang Papua, Batak, Cina, semua telah memandang common enemy," tandasnya.
Meskipun demikian, Prof Yos melihat ada sisi lain di balik kesulitan yang terjadi. Ada hikmah di balik bencana nonalam pandemi ini.
Ada angin segar dimana dalam kehidupan sosial masyarakat ada peningkatan kesadaran untuk saling membantu. Misalnya, Undip yang berhasil mengumpulkan dana untuk membantu penanganan dampak covid yang mencapai miliaran rupiah.
Selain itu, muncul tanggung jawab sosial yang mana orang harus pakai masker agar orang lain tidak tertular. Lalu harus cuci tangan agar keluarga, anak, cucu tidak tertular.
"Tanggung jawab sosial itu selama ini hilang dan sangat kecil. Tapi setelah pandemi, ada tanggung jawab sosial yang besar terhadap orang lain," ujarnya.
Kemudian, pandemi memberikan tekanan yang besar supaya masyarakat bisa adaptif dan kreatif. Sehingga muncullah bisnis- bisnis baru. Karena tekanan yang berat, bisa memunculkan sesuatu yang baru.
Ia juga melihat gara- gara pandemi, ada peningkatan keakraban hubungan dalam keluarga. Saat new normal ini, warga banyak berkutat di rumah untuk melakukan kegiatan sehari- hari karena penerapan work from home.
"Ini bagus. Saya pernah tanya teman yang pengalaman di bidang pembinaan keluarga soal kekerasan dalam rumah tangga saat pandemi, ternyata jumlahnya menurun," katanya.
Lalu timbul peningkatan hidup hemat. Warga lebih memilih membeli kebutuhan dasar (basic life) seperti makan dibandingkan barang- barang tersier.
Kemudian, kata dia, peningkatan upaya menjaga kebersihan diri meningkat di masyarakat. Mencuci tangan dan membersihkan badan jadi social trend saat ini karena adanya pandemi.
Selain itu, terdapat peningkatan sikap toleransi dan kualitas jiwa religius dalam masyarakat.
"Kita bisa lihat sikap ada upaya saling tolong menolong. Kemudian sisi religius, orang jadi takut mati. Saya melihat, pandemi ini memunculkan sisi- sisi positif tersebut," Prof Yos menambahkan.
Ia pun mengajak, ada atau tidak ada vaksin anticovid, bencana pandemi ini hanya bisa dibasmi jika semua komponen bangsa bersatu.
Menurutnya, semua pihak harus mengabaikan masalah yang tidak penting dan harus fokus fokus pada penanganan covid.
"Ingat apa kata Bung Karno, in unity we are strong. Kekuatan indonesia di rasa persatuan. Masa pandemi ini rasa kebhinekaan adalah modal dasar dan saya yakin itu ada dan masih ada dalam benak rakyat Indonesia," ucapnya. (mam)