Berita Semarang
Pengamen Angklung Jalanan di Semarang, dari Mana Asalnya? Kadang Dikejar Satpol PP
Penampilan pengamen angklung menjadi salah satu fenomena yang ada di Kota Semarang. Di berbagai tempat, mulai dari trotoar persimpangan lampu lalu li
Penulis: Idayatul Rohmah | Editor: m nur huda
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Penampilan pengamen angklung menjadi salah satu fenomena yang ada di Kota Semarang.
Di berbagai tempat, mulai dari trotoar persimpangan lampu lalu lintas hingga di pasar-pasar pun tak jarang terlihat seniman jalanan tersebut.
Dari penuturan para pemusik tersebut, mereka mengaku berasal dari berbagai daerah. Namun, tak sedikit pula yang merupakan warga Semarang.

Baca juga: GP Ansor Kutuk Aksi Pembunuhan & Pembakaran di Sigi Sulteng, Desak Aparat Sapu Bersih Teroris
Baca juga: 4 Warga Tewas Dibantai di Sigi Sulteng, TNI & Brimob Buru Kelompok Teroris MIT Ali Kalora
Baca juga: Luhut Puji Sikap Edhy Prabowo Layaknya Kesatria, Minta KPK Tidak Berlebihan
Baca juga: Heboh Video Kawah Gunung Merapi Terkini Direkam Pendaki, BPPTKG: Itu Sangat Berisiko
Seperti para pengamen angklung yang tampil di trotoar persimpangan lampu lalu lintas dekat Paragon Mall Semarang ini.
Sekelompok pengamen yang menamai grup angklung tradisional "Bocil" tersebut mengaku merupakan warga Semarang.

Grup dengan delapan personil itu terpaksa menjadi pengamen jalanan lantaran terdampak pandemi Covid-19.
"Sudah sekira 9 bulan kami menjadi pengamen angklung.
Ini karena ada pengurangan karyawan di pabrik tempat kami bekerja.
Ya, kami sudah berkeluarga, harus tetap mencari uang untuk anak dan istri," terang Adi Pamungkas (25), salah satu personil, Jumat (27/11/2020).
Adi menerangkan, setiap hari grup musiknya tersebut berkeliling untuk mengamen.
Berbagai genre musik mereka bawakan dengan irama khas angklung tersebut mulai dari campursari, dangdut, keroncong, hingga pop.
Beberapa alat musik digunakan di antaranya angklung, selo, bass, hingga teplak.
Tak hanya di persimpangan lalu lintas, mereka juga berkeliling hingga ke kampung-kampung.
"Kami muter-muter, kadang kejar-kejaran juga dengan Satpol PP.
Kami beroperasi dari pukul 14.00 sampai 21.00 WIB," terangnya.
Demikian pula diungkapkan Priyono, pengamen angklung yang berada di persimpangan lampu lalu lintas jalan Dr Cipto.
Priyono dengan grup musik angklung tradisional "Diksas" tersebut mengamen mulai dari pukul 06.30 sampai 17.30 WIB.
"Sudah 9 tahun kami mengamen dari belajar autodidak.
Penghasilan perhari minim Rp 60 ribu sampai Rp 70 ribu.
Itu sudah dipotong biaya rokok, sewa mobil, dan alat musik karena belum punya alat sendiri," tukasnya. (idy)
Baca juga: Anies Baswedan Copot Wali Kota Jakpus dan Kadis Lingkungan Hidup Terkait Acara Rizieq Shihab
Baca juga: Kecelakaan Maut di Sragen, Yoga Pengendara CBR Terlindas Truk dan Terseret Belasan Meter
Baca juga: Dikabarkan Perangkat Desa di Sragen Terjaring Razia Bersama 3 Janda Dalam Hotel, Ini Faktanya
Baca juga: Terjadi Penggembungan Puncak Gunung Merapi Sebesar 4 Meter Sejak Juni 2020