Berita Internasional
Protes Kudeta Militer, Warga Myanmar Pukul Panci dan Bunyikan Klakson Mobil
Hal itu ditandai aksi warga di kota terbesar Yangon yang memukul panci dan wajan, serta membunyikan klakson mobil.
Namun, sejak kemenangan NLD dalam pemilu yang menentukan pada 2015, ia secara luas dipandang sebagai pemimpin de facto Myanmar.
Sekilas tentang Myanmar
Myanmar adalah negara dengan populasi 51 juta jiwa di kawasan Asia Tenggara, yang berbatasan dengan Bangladesh, India, China, Thailand dan Laos.
Negara itu dipimpin oleh pemerintah militer sejak 1962-2011.
Hampir semua ekspresi perbedaan pendapat dilarang dan tuduhan pelanggaran hak asasi manusia yang parah menuai kecaman dan sanksi internasional.
Aung San Suu Kyi menghabiskan waktu bertahun-tahun berkampanye untuk reformasi demokrasi. Transisi demokrasi bertahap dimulai pada 2010, meskipun pengaruh militer masih cukup besar.
Pemerintahan yang dipimpin oleh Suu Kyi berkuasa setelah pemilu pada 2015.
Namun aksi represi militer terhadap Muslim Rohingya dua tahun kemudian, membuat ratusan ribu orang melarikan diri ke Bangladesh dan memicu memudarnya dukungan komunitas internasional terhadap Suu Kyi.
Kendati begitu, ia tetap populer di Myanmar dan partainya menang telak dalam pemilu 2020. Namun militer sekarang telah turun tangan untuk mengambil kendali sekali lagi.
Bagaimana reaksi dunia?
Presiden AS Joe Biden mengancam menjatuhkan kembali sanksi kepada Myanmar. Ia mengatakan militer semestinya tidak "mengesampingkan kehendak rakyat".
Departemen Luar Negeri AS kemudian menyatakan apa yang terjadi di Myanmar sebagai sebuah kudeta militer dan mengatakan akan mengkaji ulang kebijakan bantuan terhadap negara itu.
Selain AS, PBB, Inggris dan Uni Eropa juga mengutuk pengambilalihan kekuasaan oleh militer di Myanmar.
Menteri muda untuk Asia di Kemenlu Inggris, Nigel Adams, mengatakan ia berharap komunikasi via telpon dengan Suu Kyi yang dijadwalkan pada pekan ini bisa tetap berlangsung untuk memastikan keselamatannya.
Belum jelas seberapa besar pengaruh peringatan dari negara-negara Barat itu. Para pemimpin kudeta Myanmar kemungkinan telah memperkirakan adanya sanksi yang akan dijatuhkan dan telah memasukan hal itu dalam rencana mereka.