Pemerintah Tetap Pede Ekonomi Tumbuh Lebih dari 5 Persen
Setiap triwulan keempat pertumbuhan ekonomi Indonesia negatif karena beberapa hal yang paling nyata misalnya masalah musiman untuk sektor pertanian
Untuk memastikan hal ini, pemerintah mempersiapkan beberapa tiga strategi utama untuk game changer antara lain yaitu mempertahankan daya beli masyarakat menengah ke bawah. Caranya yakni dengan melanjutkan program perlindungan sosial yang difokuskan pada masyarakat menengah ke bawah.
Kemudian, lanjut Airlangga, melalui bentuk Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Prakerja, dan di saat yang sama pemerintah berkomitmen menjaga keberlanjutan dunia usaha. Menjaga keberlanjutan usaha ini juga dengan adanya dukungan kepada UMKM, korporasi, serta koperasi sebagai program prioritas.
Selanjutnya, dia menambahkan, pemerintah juga mendorong kepercayaan konsumen dari kelompok menengah ke atas untuk berbelanja dengan percepatan penanganan Covid-19.
"Selain itu, juga untuk agar masyarakat bisa berbelanja dari seluruh tingkatan dengan melakukan vaksinasi untuk masyarakat yang ditargetkan. Melalui kegiatan (vaksinasi) untuk mencapai herd immunity ke 182 juta penduduk," ujar Airlangga.
Ketua Umum Partai Golkar ini juga memprediksi ekonomi Indonesia mentok tumbuh 2 persen di kuartal I 2021. "Tentunya kita berharap bahwa masih ada pertumbuhan positif di kuartal I. Rentangnya kita perkirakan 1,6 persen sampai dengan 2 persen," ujarnya.
Airlangga menjelaskan, satu yang memang jadi pekerjaan rumah (PR) pemerintah itu adalah mendorong sektor konsumsi rumah tangga hingga tumbuh 1,3 persen sampai 1,8 persen. Kemudian, konsumsi pemerintah juga diharapkan yang biasanya di kuartal pertama itu rendah yaitu sekira 3 persen sampai 4 persen mesti ditingkatkan.
"Nah ini kita dorong supaya kalau bisa naik antara 4 persen sampai 5 persen," kata Airlangga.
Selain itu, PR berikutnya adalah mendorong ekspor dan impor dengan menyelesaikan kendala teknis di sisi logistik kontainer. "Kita ketahui bersama dari ekspor impor ini terjadi lonjakan ekspor dan saat sekarang masalah teknis yang dihadapi adalah kekurangan kontainer. Pemerintah segera menangani masalah ini, sehingga permintaan yang melonjak itu bisa diantisipasi," pungkas Airlangga.
Kebijakan Blunder
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyatakan ekonomi Indonesia minus 2,07 persen di 2020, di antaranya karena kebijakan New Normal yang dipaksakan terbukti blunder. Ekonom Indef Bhima Yudhistira mengatakan, di satu sisi ada dorongan agar masyarakat bisa beraktivitas dengan protokol kesehatan.
"Tapi, PSBB (pembatasan sosial berskala besar) jalan terus, operasional berbagai jenis usaha dibatasi. Ini kebijakan abnormal," ujarnya.
Menurut Bhima, kebijakan yang maju mundur membuat kepercayaan konsumen jadi turun meski ada vaksin dan juga new normal. "Tapi, kenapa ada PPKM? Kenapa kasus harian masih tinggi? Ini jadi pertanyaan di benak konsumen," katanya.
Selain itu, dia menambahkan, stimulus program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) terbukti kurang efektif karena ada perencanaan yang salah di awal pembentukan PEN. Masalah utama dinilainya adalah kurangnya dukungan pada sisi kebijakan permintaan yakni perlindungan sosial Rp 220,3 triliun dan realisasi belanja kesehatan Rp 63,5 triliun.
Angka ini, lanjut Bhima, masih lebih kecil dibandingkan stimulus lain misalnya untuk pembiayaan korporasi Rp 60,7 triliun, insentif usaha Rp 56,1 triliun, sektoral kementerian, lembaga, dan pemda Rp 66,5 triliun dan insentif UMKM Rp 112 triliun.
"Idealnya pemerintah mendorong sisi permintaan dibanding fokus pada sisi penawaran. Jika permintaan belum terdorong dengan belanja pemerintah, maka percuma memberikan banyak keringanan bagi pelaku usaha," ujarnya.