Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Features

Kisah Slamet Pencuri yang Babak Belur Diamuk Massa, Kini Insyaf dan Nyantri di Ponpes Alif Baa

Dari sebuah desa di dataran tinggi Banjarnegara, beberapa bulan lalu, Slamet (16) nekat pergi ke kota Banjarnegara

Penulis: khoirul muzaki | Editor: muslimah
TribunJateng.com/Khoirul Muzaki
Seorang pemuda salat di masjid Ponpes Alif Baa, Mantrianom, Bawang, Banjarnegara 

TRIBUNJATENG. COM,BANJARNEGARA - Dari sebuah desa di dataran tinggi Banjarnegara, beberapa bulan lalu, Slamet (16) nekat pergi ke kota Banjarnegara.

Tetapi sampai di sana ia mengaku tersesat.

Hingga langkah anak putus sekolah itu sampai di pasar induk Banjarnegara.

Ia bingung. Perutnya keroncongan. Pikirannya kacau.

Slamet tak mampu lagi menahan lapar.

Di tengah kota, makanan jenis apapun, hampir semuanya tersedia.

Baca juga: Wawali Tegal Jumadi Gagal Ngantor karena Pintu Kantor Terkunci, Ajudan dan Sopir juga Ditarik

Baca juga: Ikatan Cinta Malam Ini 23 Februari: Andin Pasang Muka Sangat Kecewa Dengar Pertanyaan Aldebaran

Baca juga: Apakah Vaksin Covid-19 Gratis untuk Semua? Berapa Harganya Jika Mau Vaksin Mandiri?

Baca juga: Banyak yang Percaya Mencuci Vagina Setelah Berhubungan Seks Bisa Cegah Kehamilan, Benarkah?

Banyak toko memajang makanan.

Tetapi tentu saja, tidak ada yang gratisan.

Ada harga pada setiap barang.

Slamet sulit menjangkaunya.

Setan seketika merasuki pikirannya.

Niat jahat timbul tiba-tiba.

Di sebuah toko di seputar pasar, Slamet menyelinap masuk.

Ia menunggu kesempatan agar bisa mengambil makanan di toko itu.

Bukan dengan membeli, namun mencuri.

Meski kali ini ia mengaku terpaksa, tangan Slamet rupanya sudah cukup terlatih mencuri.

Di desanya, ia mengaku juga pernah mencuri.

"Di desa dulu iya, pernah," katanya

Ia berhasil menggasak makanan yang dia inginkan di toko itu.

Tetapi nahas, Slamet tidak bisa keluar lantaran toko keburu ditutup penjaganya.

Ia terjebak di dalam. Hingga seorang penjaga toko memergoki keberadaannya.

Gerak geriknya dicurigai.

Ia tak mampu lagi berkelit. Slamet tak bisa lari.

Ini adalah titik paling krusial bagi seorang pencuri.

Waktu itu seakan menentukan bagi dia hidup atau mati.

Ia bakal jadi sasaran kebrutalan orang-orang pasar kala melihat pencuri.

Nasib buruk benar menimpanya.

Satu persatu pukulan mengarah ke tubuhnya.

Slamet pasrah tubuhnya jadi sasaran amuk massa.

Tubuhnya babak belur. Tetapi ia masih mujur. Nyawanya selamat.

"Saya tidak tahu yang mukuli, banyak orang, " katanya

Beruntung Slamet yang masih di bawah umur tidak dihukum dan dimasukkan sel.

Ia justru direhabilitasi ke Pondok Pesantren (Ponpes) Alif Baa Banjarnegara.

Di situ ia menemukan jalan pertaubatan.

Slamet mendapatkan bimbingan agama langsung oleh sang pengasuh, KH Khayatul Makky.

Pengetahuan agamanya terus bertambah.

Slamet perlahan menyadari perbuatannya mengambil hak orang lain amatlah nista.

Agama adalah benteng moral paling kokoh bagi orang untuk menghindari perbuatan tercela.

Slamet menyesal dan tak akan mengulangi perbuatannya lagi.

"Saya menyesal, tidak akan mencuri lagi, " katanya. (*)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved