Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jateng

KUR Pertanian Jadi Angin Segar Bantu Perekonomian Petani di Masa Pandemi

Namun demikian, penyaluran KUR tidak bisa optimal lantaran ada bank yang tidak maksimal dalam pendistribusian KUR pertanian

Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: muslimah
Istimewa
Petani sedang memanen padi di Dukuhwaru Kabupaten Tegal. Dok Pemprov Jateng/ 

TRIBUNJATENG.COM,SEMARANG - Memasuki panen raya, harga gabah kering panen (GKP) di level petani turun di bawah harga pembelian pemerintah (HPP) ke angka sekitar Rp 3.400 perkilogram.

Kondisi ini diprediksi akan memburuk jika keran impor beras disetujui pemerintah. Petani padi bisa makin terpuruk.

Belum lagi masa pandemi ini menjadi pukulan telak perekonomian, termasuk pertanian. Oleh karena itu, diperlukan stimulus agar produktivitas pertanian terutama di Jateng kembali meningkat.

Penyaluran layanan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk sektor pertanian dinilai sangat membantu kondisi para petani dan kelompok usaha tani saat ini.

"KUR pertanian ini ternyata banyak peminatnya. Pada 2020 kemarin saja, hingga Oktober sudah habis tersalurkan. Program ini mampu membantu kondisi mereka dalam menjalankan produksi dan usaha tani," kata Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Sekretaris Daerah Provinsi Jateng, Peni Rahayu, Rabu (24/3/2021).

Kementerian Pertanian menggulirkan KUR sekitar Rp 55 triliun di seluruh Indonesia pada 2020. Pada 2021 ini alokasinya naik menjadi Rp 70 triliun.

KUR bisa digunakan untuk petani mengemangkan budidaya atau usaha bisnis lain yang berkaitan dengan pertanian. Penyaluran KUR pertanian bisa dinikmati di sektor tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, peternakan, jasa pertanian dan sebagainya.

Penyaluran KUR per-12 Februari 2021 secara nasional sudah mencapai Rp 5,4 triliun. Serapan KUR tertinggi terjadi untuk sektor perkebunan yang mencapai Rp 1,9 triliun atau 35,53 persen dengan 38.762 debitur.

Peni menuturkan setiap tahun alokasi KUR pertanian selalu bertambah. Ia menuturkan bank yang paling banyak menyalurkan KUR pertanian yakni BRI.

"Kemungkinan karena BRI berada di mana-mana hingga ke daerah. Juga mereka memiliki program yang berkaitan dengan usaha kerakyatan," katanya.

Namun demikian, penyaluran KUR tidak bisa optimal lantaran ada bank yang tidak maksimal dalam pendistribusian KUR pertanian.

"Misalnya BTN itu sangat lambat. Mungkin karena sedikit di daerah dan tidak ada program yang tidak terlalu dekat dengan kegiatan usaha rakyat. Saya sebut ini tidak masuk akal sehingga alokasi untuk bank yang tidak terlalu banyak distribusinya harus dialihkan ke bank lain," tandasnya.

Pemprov Jateng akan berkoordinasi dengan pemerintah pusat agar alokasi KUR untuk bank yang tidak terlalu produktif dalam menyalurkan, supaya dialokasikan ke bank lain.

Sementara, Koordinator Laboratorium Manajemen Agribisnis Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro (Undip), Wiludjeng Roessali, menuturkan KUR pertanian bertujuan untuk memudahkan petani dalam bentuk permodalan.

"Jadi sebenarnya pemerintah sudah bagus memberi beberapa kemudahan dan memberi petani dalam bentuk beberapa permodalan dalam bentuk kredit," katanya.

Meskipun demikian, modal usaha untuk produksi sektor pertanian ini harus perlu sosialisasi yang lebih masif lagi. Ini sebagai upaya untuk meyakinkan masyarakat atau petani agar paham dan jelas mekanisme KUR tersebut.

"Masih belum sesuai antara program dan pelaksanaanya, baik  mekanismenya, sosialisasi, mungkin juga ditingkat petani yang menerima itu kadang-kadang itu sosialisasinya harus benar-benar menunjukan permasalahanya," katanya.

Dalam penyaluran KUR pertanian, kata dia, mempunyai banyak faktor yang terjadi terkait persoalan-persoalan teknis. Bisa karena programnya terlambat, realisasinya susah, masyarakat atau petani salah menangkap masalah kredit.

Namun, lanjutnya, banyak juga yang berhasil memanfaatkan KUR sektor pertanian dan dianggap sangat menjanjikan.

Kementan menyebutkan kredit macet KUR pertanian sangat kecil. Dari total Rp 55 triliun yang tersalurkan, hanya sekitar 0,06 persen yang bermasalah.

Hingga saat ini, kata Wiludjeng, jangkauan KUR sektor pertanian tersebut sudah masif di masyarakat dan sudah sampai ke desa-desa. Hanya saja, tinggal dibutuhkan sosialisasi yang masif terkait persoalan teknis dan prospek.

"Ada yang menarik diri tidak ingin mengambil kredit, tapi ada juga yang dalam kelompok tani, mereka sudah punya ekspektasi bagus terhadap hasil usahanya, sehingga banyak yang mau mengambil kredit," imbuhnya. (mam)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved