Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Pemalang

Kedelai Lokal Pemalang Kalah Pamor dengan Kedelai Impor 

Dari petani Kecamatan Moga tahun lalu menghasilkan 1 ton kedelai, sementara Kecamatan Pulosari mencapai 73 ton.

Penulis: budi susanto | Editor: m nur huda
Tribun Jateng/Budi Susanto
Pedagang tempe di Pasar Moga Kabupaten Pemalang, menata dagangan sembari menunggu pembeli, Kamis (22/4) lalu.  

Penulis : Budi Susanto

TRIBUNJATENG.COM, PEMALANG - Produksi kedelai di Kabupaten Pemalang pada 2020 tercatat mencapai 657 ton. 

Total produksi tersebut disumbang dari petani yang ada di empat kecamatan.

Selain Kecamatan Moga, Pulosari, dan Bodeh, Kecamatan Randudongkal juga menjadi produsen kedalai lokal.

Dari petani Kecamatan Moga tahun lalu menghasilkan 1 ton kedelai, sementara Kecamatan Pulosari mencapai 73 ton.

Baca juga: Waspadalah, Marak Jambret di Kota Semarang Sasar Emak-emak

Baca juga: Sederhanakan Birokrasi, Pemkab Kebumen Hapus Jabatan Setingkat Kepala Seksi & Kasubbag

Baca juga: Lampu KRI Nanggala 402 Masih Menyala Saat Menyelam hingga Terdengar Isyarat Tempur

Baca juga: Mengenal Ponpes An Nur Kersan Sejak 134 Tahun Lalu, Cikal Lahirnya Pondok Sekitar Kendal

Tak hanya itu, Kecamatan Bodeh juga menyumbang 68 ton, dan Kecamatan Pulosari memiliki kontribusi terbesar dengan 515 ton pada 2020.

Meski sangat potensial, namun gempuran kedelai impor, dan kurangnya minat petani membuat kedelai lokal Pemalang terseok-seok. 

Dipaparkan Sutrisno Kepala Desa Ceklatakan, Kecamatan Pulosari, permintaan kedelai lokal sampai saat ini sangat kurang. 

"Hal itu membuat petani tak mau menanam kedelai, dan lebih memilih menanam cabai," jelasnya, Sabtu (24/4/2021).

Dilanjutkannya, tak tentunya harga kedelai lokal ikut mempengaruhi minat petani menanam kedelai.

"Di Pulosari memang ada petani kedelai namun tak banyak, harganya juga tak menentu. Beberapa waktu lalu bisa di atas Rp 10 ribu perkilogram," jelasnya.

Disinggungnya, gempuran kedelai impor juga berdampak pada kedelai lokal, dan menambah petani tak mau menanam kedelai.

"Maka dari itu banyak yang beralih, karena banyaknya kedelai impor yang beredar di Pemalang," ucapnya.

Sementara itu, harga kedelai impor yang beredar di Kabupaten Pemalang, di angka Rp 9 ribu lebih, dan lebih murah dibanding kedelai lokal.

Meski selisih harga kedelai impor lebih tinggi, namun masyarakat masih memilih kedelai impor baik untuk produksi tempe maupun tahun.

Berkaca mengenai hal itu, beberapa waktu lalu, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jateng, sempat menemukan, masyarakat masih ketergantungan dengan kedelai impor. 

“Lebih dari 90 persen masyarakat memiliki ketergantungan pada pasokan kedelai impor, hal itu tak hanya terjadi di Jateng, namun juga wilayah lainya," jelas Kepala Disperindag, Arif Sambodo, beberapa waktu lalu.

Terpisah, di tingkat pegrajin tempe, kedelai impor jadi pilihan utama, lantaran dianggap lebih berkualitas ketimbang kedelai lokal.

"Kalau pakai kedelai lokal, tempe buatan kami tidak tahan lama. Maka dari itu kami memilih kedelai impor," jelasnl Jamiah, pengrajin tempe di Kecamatan Moga Pemalang.

Jamiah menerangkan, harga kedelai impor kini tembus di angka Rp 1,1 juta, yang beberapa bulan lalu hanya Rp 500 ribu lebih perkuntalnya.

"Memang setiap bulan naik, tahun lalu hanya Rp 500 ribu, sekarang Rp 1,1 juta perkuintal. Kenaikan itu membuat kami menaikan harga tempe dari Rp 2,5 ribu, jadi Rp 3 ribu," imbuhnya.

Ia menambahkan, beberapa pengrajin ada yang tak menaikan harga, namun mengurangi berat tempe.

"Kalau tidak seperti itu ya kami rugi terus, padahal untuk empat hari kami butuh sekitar 1 kuintal untuk membiat tempe," tambahnya.(*)

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved