Idulfitri 2021
Sholat Id dan Khutbah di MAJT Masjid Agung Jawa Tengah Semarang Dipersingkat 20 Menit
Ada hal baru dalam pelaksanaan sholat id 1442 H di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Kota Semarang.
Penulis: Saiful Ma sum | Editor: abduh imanulhaq
Penulis: Saiful Masum
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Ada hal baru dalam pelaksanaan sholat id 1442 H di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT), Kota Semarang.
Pengurus masjid membatasi durasi salat hingga khutbah Id maksimal 20 menit.
Dalam waktu normal, khutbah saja bisa berlangsung sampai 30 menit, belum termasuk waktu pelaksanaan salat.
Pembatasan ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan waktu berkumpulnya para jemaah agar tidak terlalu lama berada dalam satu tempat.
Sehingga diharapkan dapat mencegah penularan Covid-19.
Sekretaris Pelaksana Pengelola MAJT, Drs KH Muhyiddin mengatakan, dipangkasnya waktu pelaksanaan salat Id semata-mata untuk mencegah penularan Covid-19.
Meski dipersingkat, semua rukun dan tatacara salat Id tetap terpenuhi sebagaimana semestinya. .
"Kami sampaikan terima kasih atas partisipasi jamaah yang sudah mendukung penuh terselenggaranya salat Idulfitri di MAJT sehingga terselenggara dengan baik dengan durasi yang relatif pendek," terangnya seusai pelaksanaan salat Id, Kamis (13/5/2021).
Muhyiddin mengatakan, selain waktu yang dipangkas, pihaknya juga menerapkan mekanisme protokol kesehatan dengan ketat.
Pertama, jemaah dibatasi maksimal 5.000 orang dari total kapasitas seluruhnya mencapai 10-15 ribu orang.
Letak jemaah dibagi menjadi tiga tempat, ruang utama salat, lantai 4, dan juga halaman atau serambi masjid.
Kedua, jemaah wajib memakai masker, membawa alat salat sendiri seperti sajadah, dan shaf salat berjarak 1 meter.
Sejumlah petugas disiagakan di 5 pintu masuk tempat salat dengan perlengkapan prokes yang memadai.
Mulai dari pengukuran suhu tubuh, menyiapkan masker bagi jemaah yang tidak bawa, hingga menyemprotkan cairan desinfektan ke tangan-tangan.
"Selain itu, kami imbau semua jemaah agar tidak bekerumun seusai salat. Semua harus langsung pulang tanpa saling bersalam-salaman," ujarnya.
Dengan protokol kesehatan ketat, Muhyiddin berharap ibadah ini berjalan lancar tanpa menimbulkan hal-hal yang diinginkan.
Pihaknya pun tidak membatasi siapa pun yang hendak mengikuti salat Id di MAJT, sekalipun datang dari luar daerah.
"Prokes kita sudah terlatih dengan penerapan prokes tiap Jumat. Yang tidak bawa masker, kita kasih masker agar semua bisa memakai masker," tambahnya.
Seorang jemaah, M Kholid mengatakan, protokol kesehatan yang ketat bukan menjadi masalah baginya.
Ia justru berterima kasih kepada pengurus masjid karena dengan prokes yang ketat dapat menambah kenyamanan jemaah dalam menjalankan salat.
"Alhamdulillah ya tahun ini meski pandemi Covid-19 tetap bisa salat Id di masjid ini. Suatu kebanggaan juga," ujarnya.
Jemaah lain, Azizah mengaku trenyuh karena bisa melaksanakan salat Id kembali di masjid terbesar di Jawa Tengah.
Mengingat ia mengikuti ibadah salat Idulfitri tahun sebelumnya di tempat tinggalnya saja karena puncak-puncaknya corona.
Ia berharap, pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia dan negara-negara lain di dunia segera sirna sehingga kegiatan masyarakat kembali normal.
"Harapan saya di momen bahagia ini, semoga Covid-19 segera berakhir," harapnya.
Pelaksanaan salat Idulfitri di Masjid Agung Jawa Tengah diimami oleh KH Ulil Absor Al Khafidz dan khatib Prof Dr KH Noor Achmad MA.
Dalam khotbahnya KH Noor Achmad mengambil tema Idulfitri dan Gerakan Cinta Zakat.
KH Noor mengatakan, Idulfitri adalah momentum penting untuk dijadikan sebagai loncatan kehidupan ke depan.
Artinya, Idulfitri dimaknai sebagai sebuah doa yang artinya berharap menjadi orang yang kembali kepada fitrah dan menang.
"Kembali fitrah karena memang puasa yang kita lakukan akan menjadikan kita diampuni semua dosa sehingga kembali bersih," terangnya.
Selain itu, KH Noor juga menyampaikan, Idulfitri bisa juga diartikan sebagai hari kemenangan karena bisa memenangkan pertarungan dengan hawa nafsu.
Ia juga mengingatkan kepada saudara-saudara muslim agar senantiasa menunaikan kewajiban dalam berzakat, baik salam bentuk zakat fitrah maupun zakat mal.
Menurutnya, zakat menjadi penting sebagai ekosistem dalam kehidupan ummat manusia.
Yaitu sebuah sistem sosio-transendental, agamis, dan humanis dalam pengelolaan zakat.
"Dalam konteks ini, kami memaknai bahwa pada hakikatnya harta yang dimiliki oleh golongan kaya merupakan kepunyaan Allah SWT yang dititipkan kepada mereka. Tujuannya untuk diberikan sebagiannya kepada penerima zakat yang membutuhkan," terang KH Noor. (*)