Berita Temanggung
Fakta-fakta Aisyah Bocah Temanggung Yang Tewas Dirukiyah Dukun Terungkap di Hari Lebaran Kedua
Berikut ini adalah fakta-fakta tewasnya Aisyah bocah 7 tahun asal Desa Bejen, Kecamatan Bejen, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah.
Penulis: Saiful Ma sum | Editor: Catur waskito Edy
5. Berawal dari kecurigaan paman dan kakek
Kasus ini pun terbongkar setelah paman dan kakek korban curiga karena korban jarang terlihat.
Sugeng menjelaskan, sang paman kerap menanyakan keberadaan Aisyah kepada orang tua korban.
Marsidi berkilah, Aisyah sedang berada di rumah kakeknya atau memberikan jawaban berbelit lainnya.
Perasaan kehilangan juga dirasakan kakek korban yang tinggal di Desa Congkrang dan masih satu kecamatan dengan keluarga korban.
Sebab, setiap kali datang, ayah korban tidak pernah mengajak Aisyah.
"Setiap kali datang ke rumah mbahnya yang di Congkrang, mbah e selalu tanya Aisyah mana? Jawabnya baru main, masih ngaji," kata Sugeng.
Akhirnya, pada Lebaran hari kedua, paman korban mendatangi rumah sang kakek karena ingin bertemu keponakannya itu.
Sang kakek justru menjawab tidak tahu sebab Aisyah sudah tidak lama tidak main ke rumahnya.
Masih kata Sugeng, karena jawaban orang tua korban dianggap mencurigakan, akhirnya kakek korban memutuskan untuk mendatangi rumah Marsidi.
"Di sana Marsidi ditanya sama mbahnya . Mana Aisyah? Marsidi menjawab ada di rumahnya Hariyono (tersangka, red)," kata dia.
Singkat cerita, kakek korban menyuruh Marsidi untuk menelepon Hariyono dan diminta untuk segera datang ke rumah karena ditunggu.
Sesampainya di rumah Marsidi, Hariyono menjelaskan kondisi serta keberadaan Aisyah yang saat itu berada di dalam kamar dengan kondisi tubuh ditutupi kain.
"Setelah ada negosiasi akhirnya kakek Aisyah disuruh lihat Aisyah di kamarnya."
"Begitu membuka pintu, kakeknya ini kaget dan nggak percaya."
"Dia syok karena gak percaya jika yang di kamar itu adalah cucunya," jelas Sugeng.
6. Dobrak kamar dan kerahkan pemuda
Melihat fakta yang dijumpai pada saat itu, kakek korban lantas menghubungi Kades Congkrang untuk meminta solusi atas fakta yang baru saja dilihat.
Sugeng pun menerima telepon dari Kades Congkrang yang meminta agar pemerintah desa memastikan apa sebenarnya yang terjadi pada cucunya
Pada Minggu (16/5/2021) malam, Sugeng yang didampingi oleh Kepala Dusun, RT dan RW mendatangi rumah Marsidi.
Di sana, Sugeng menanyakan kepadanya terkait keberadaan Aisyah yang katanya disembunyikan di dalam kamar.
"Pertama nggak mau ngaku. Bilangnya anaknya di rumah Hariyono."
"Saya nggak sabar ya tak dobrak saja. Begitu pintu terbuka, saya langsung syok melihat anak itu sudah meninggal," ungkapnya.
Saat itu juga, Sugeng melapor ke Polsek Bajen agar pihak kepolisian segera menangani.
"Dari kepolisian langsung menyuruh menangkap B dan H. Saya kerahkan pemuda untuk tangkap keduanya," jelas Sugeng.
7. Empat orang jadi tersangka
Terbaru, Polres Temanggung menetapkan empat orang sebagai tersangka atas meninggalnya bocah malang tersebut.
Mereka adalah ayah korban Marsidi, ibu korban Suwartinah, tetangga korban yaitu Hariyono dan Budiyono.
Dikutip dari Kompas.com, polisi juga mengamankan barang bukti di antaranya berupa karpet plastik, kain putih, beberapa botol pengharum ruangan, tisu, cotton bud, kamper, keranjang sampah, hingga baju korban.
Polisi juga mengamankan ponsel para tersangka yang diduga menjadi media komunikasi rencana penganiayaan tersebut.
Dalam keseharian, tersangka M bekerja sebagai penderas karet dan S sebagai penjahit di rumah.
Sementara itu, tersangka Hariyono merupakan karyawan swasta dan Budiyono adalah karyawan sebuah BUMN di wilayah Temanggung.
Kasat Reskrim Polres Temanggung, AKP Setyo Hermawan, menegaskan, orangtua korban, M dan S, disangkakan pasal tentang kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan meninggal dunia dan atau kekerasan dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Primair Pasal 76 C Jo Pasal 80 ayat 3 Undang-undang (UU) nomor 35/2014 tentang Perlindungan anak, subsidair Pasal 44 ayat 3 UU nomor 23/2004 tentang penghapusan KDRT, subsider pasal 351 ayat 3 KUHPidana.
Adapun untuk tersangka Hariyono, pasal tentang kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Primair Pasal 76 C Jo Pasal 80 ayat 3 UU nomor 35/2014 tentang perubahan atas UU nomor 23/2002 tentang perlindungan anak, subsider pasal 351 ayat 3 KUHPidana.
Sementara untuk tersangka Hariyono, kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam pasal 55 KUHPidana jo Primair Pasal 76 C Jo Pasal 80 ayat 3 UU nomor 35/2014 tentang perlindungan anak, subsider pasal 351 ayat 3 KUHPidana.
"Ancaman hukumannya paling lama 15 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 3 miliar."
"Apabila dilakukan oleh orangtua, wali, pengasuh anak, pendidik, atau tenaga kependidikan, maka ancaman hukuman ditambah sepertiga dari ancaman hukuman di atas," kata Setyo.
Hasil Pemeriksaan Polisi
Motif tindakan kekerasan terhadap anak dibawah umur hingga meninggal di Dusun Paponan Desa Bejen Kecamatan Bejen Kabupaten Temanggung akhirnya terbongkar.
Dalam keterangan pers di Mapolres Temanggung, Rabu (19/5/2021), Kasatreskrim Polres Temanggung, AKP Setyo Hermawan mengatakan bahwa terdapat tindakan kekerasan terhadap korban Aisyah (7) yang dilakukan 4 tersangka hingga korban meninggal.
Keempat tersangka itu adalah Marsidi (43) ayah korban, Suwartinah (39) ibu korban, Hariyono (56) dukun, dan Budiyono (43) asisten dukun.
AKP Setyo Hermawan mengungkapkan, ihwal tindak pidana kekerasan hingga menyebabkan nyawa anak melayang diawali pada akhir 2020.
Katanya, tersangka Hariyono yang mengaku sebagai dukun di Desa Bejen memberitahu orangtua korban bahwa anaknya merupakan titisan mahluk ghaib genderuwo.
Sang dukun bersama asistennya lalu menyarankan kepada orangtua korban agar melakukan ruwat anaknya.
Dengan tujuan agar kelak pada saat besar tidak menjadi anak yang nakal dan meresahkan masyarakat.
"Yang menyuruh atau inisiatif pelaku H atau dukun untuk meruwat beberapa kali karena dianggap nakal dan dikhawatirkan bisa meresahkan masyarakat saat besar nanti. Dukun yang memberitahu orangtua korban," terangnya.
Atas saran dari sang dukun, lanjutnya, orangtua korban akhirnya mengikuti sarannya dengan melakukan ritual ruwatan.
Ruwatan sudah dilakukan sebanyak 2 kali pada akhir Desember 2020 dan Januari 2021 dengan cara membenamkan kepala korban ke air bak mandi rumah.
Ritual ini akhirnya membuat korban Aisyah meninggal yang diperkirakan sudah 4 bulan.
AKP Setyo Hermawan menerangkan, jenazah korban akhirnya terungkap pada, Minggu (16/5/2021) malam yang diletakkan di sebuah kamar rumah korban.
"Awal mula kejadian saat Lebaran kemarin. Keluarga ibu korban menanyakan AL yang sudah lama gak kelihatan. Jawabannya saling lempar.
Akhirnya kakek korban dari Desa Congkrang mendatangi rumah (korban) di Bejen," tuturnya.
Setelah itu, ayah korban menunjukkan letak Aisyah yang sudah terbaring meninggal di atas tempat tidur.
Atas kejadian itu, sang kakek melaporkan temuan tersebut kepada Kades Congkrang dan Kades Bejen, diteruskan kepada Polsek Bejen.
"Lalu anggota Unit Reskrim Polres Temanggung melakukan olah TKP dan mengamankan orangtua korban.
Selanjutnya dibantu kades dan masyarakat mencari keberadaan Haryono dan Budiono di rumah masing untuk diamankan di Polres Temanggung," terangnya.
Dari hasil penyidikan keterangan 4 tersangka, Haryono menyebut bahwa anak itu nakal dan keturunan dari gendoruwo.
Disarankan agar bisa sembuh harus di bersihkan dengan cara meruwat.
Setelah diruwat dua kali, korban tak sadarkan diri dan diletakkan ditempat tidur.
Kata AKP Setyo, sang dukun berjanji kalau dia bisa mengembalikan korban hidup kembali dan sembuh dari pengaruh mahluk ghaib.
Namun, sang dukun tidak bisa berjanji berapa lama waktu yang harus ditempuh.
"Dukun ini tidak bisa janji kapan waktu korban bisa hidup kembali.
Ditemukan bukti tissu yang digunakan orangtua korban untuk merawat jazad anaknya bergantian," ujarnya.
Polisi juga mengamankan barang bukti parfum atau pengharum ruangan yang diletakkan di kamar tempat korban dibaringkan.
"Jadi selama ini masyarakat tidak tahu dan tidak mencium bau mayat.
Pertama karena posisi letak rumah korban tidak berhimpitan dengan rumah lain, juga kamarnya tertutup rapat.
Ditambah dikasih pengharum ruangan untuk mengaburkan bau menyengatnya," terang Kasatreskrim.
Yakin Anaknya Hidup Kembali
Kasat Reskrim Polres Temanggung AKP Setyo Hermawan mengatakan, jasad korban sengaja disimpan di kamar karena orangtua Aisyah percaya jika Hariyono, tetangga yang dikenal sebagai "orang pintar" atau dukun di wilayahnya itu memiliki kemampuan bisa menghidupkan kembali anaknya.
"Atas pengaruh dukun ini, ayah ibu korban yakin anaknya akan hidup dan hilang sifat nakalnya," ujar Setyo kepada wartawan, Rabu (19/5/2021).
Secara berkala, Marsidi dan Suwartinah membersihkan jasad anak kedua dari 2 bersaudara itu menggunakan tisu dan cotton bud.
Saat ditemukan kondisi mayat dalam keadaan kering, tersisa kulit dan tulang.
Menurut Setyo, para tetangga korban tidak mencium bau mayat lantaran M dan S selalu menyemprot pengharum ruangan dan banyak kapur barus.
Apalagi lokasi kamar tertutup rapat, dan jarak antara rumah korban dengan rumah tetangga cukup jauh.
Setyo menambahkan, untuk mengikuti seluruh ritual ini, Marsidi dan Suwartinah bahkan rela memberikan jasa uang dengan total lebih dari Rp 6 juta kepada Hariyono dan asistennya, Budiyono.
"Orangtua memberikan uang sebagai jasa konsultasi kepada dukun, walaupun jumlahnya tidak sama (setiap konsultasi/transkasi), tapi informasi yang kami dapatkan, sejak kejadian sampai kemarin terkumpul uang sampai lebih dari Rp 6 juta," terang Setyo.
Dikatakan Setyo, hasil pemeriksaan intensif ayah dan ibu korban juga percaya dengan Hariyono dan Budiyono yang menyebut korban nakal karena dirasuki makhluk dunia lain yaitu genderuwo.
Untuk menghilangkan genderuwo itu, kata Setyo, Hariyono dan Budiyono meminta Marsidi dan Suwartinah melaksanakan ritual menenggelamkan kepala anak di bak mandi berisi air.
Ritual itu ternyata sudah dilakukan beberapa kali, terakhir pada Desember 2019.
Ritual dilakukan di bak kamar mandi rumah Marsidi berukuran lebar 1 meter, panjang 2 meter, tinggi 1 meter.
Air bak mandi selalu penuh karena sistem air di desa itu selalu mengalir sehingga tidak pernah mati.
Ritual terakhir dilakukan para tersangka pada awal Januari 2021, sekitar pukul 14.00 WIB, yang akhirnya bocah kelas 1 sekolah dasar (SD) itu tewas.
"Pengakuan tersangka, mereka tidak ada niat menghilangnya nyawa anak, hanya menghilangkan sifat nakal anak tersebut sebagai bagian dari ritual meruwat. Itu tujuan mereka," katanya. (*)