Data Penduduk Bocor
Heboh Kebocoran Data Penduduk di Situs Online, Kominfo Akan Panggil BPJS Kesehatan
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memastikan data yang bocor di raid forums identik dengan milik BPJS Kesehatan
TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memastikan data yang bocor di raid forums identik dengan milik Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Kepastian itu berdasarkan temuan dan analisa yang dilakukan terhadap satu juta sampel data yang dibagikan secara gratis oleh akun bernama Kotz di Raid Forums.
Juru Bicara Kementerian Kominfo Dedy Permadi menyampaikan ada 100.002 data penduduk Indonesia yang telah terkonfirmasi dari satu juta data itu.
"Bahwa 100.002 data pribadi ini diduga kuat berasal dari data BPJS Kesehatan," ujar Dedy, Jumat (21/5).
Dedy menyampaikan, data itu diduga kuat berasal dari BPJS karena sejumlah data yang dibocorkan Kotz terkumpul nomor kartu peserta BPJS, kode kantor BPJS, data keluarga, tanggungan jaminan kesehatan, hingga status pembayaran jaminan.
Sementara itu dari total kebocoran 279 juta data yang diperjualbelikan dalam dua hari terakhir itu merupakan gabungan dari peretas lain.
Artinya ada data lain yang digabungkan dengan data milik BPJS Kesehatan
Menindaklanjuti hal ini, Kominfo menyatakan telah melayangkan perintah pemanggilan kepada direksi BPJS Kesehatan. Langkah itu merupakan upaya untuk meminta klarifikasi perihal data yang bocor di Raid Forums.
"Pada hari ini Kominfo memanggil direksi BPJS Kesehatan untuk menyampaikan penjelasan terkait dengan dugaan kebocoran data ini," ujarnya.
Lebih jauh lagi, hasil penelusuran Kominfo menyebut bahwa akun Kotz adalah penjual dan pembeli data-data pribadi. Tak hanya dari Indonesia, Kotz disebut juga membeli data dan mejual data pribadi di negara lain lewat Raid Forums.
"Berdasarkan jejak digital yang ditelusuri oleh Kominfo maka user atas nama Kotz telah melakukan aktivitas pembelian dan penjualan data pribadi dalam kurun waktu beberapa bulan terakhir. Data yang dijual tak hanya dari Indonesia, ada data dari luar negeri yang dijual oleh akun tersebut," imbuh Dedy.
Dedy menambahkan, berdasarkan PP 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik (PP PSTE) dan Peraturan Menkominfo No. 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dalam Sistem Elektronik, PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik) yang sistem elektroniknya mengalami gangguan serius akibat kegagalan perlindungan data pribadi wajib untuk melaporkan dalam kesempatan pertama kepada Kementerian Kominfo dan pihak berwenang lain.
Sebelumnya diberitakan, jagad dunia maya dihebohkan dengan sebuah akun yang menawarkan data. Pengguna Twitter dengan handle @Br_AM mengungkap bahwa dataset yang diduga berisi data pribadi penduduk Indonesia itu dijual dengan harga 0,15 bitcoin, atau sekitar Rp 84,4 juta.
Akun @ndagels di Twitter menginformasikan kebocoran itu dan cukup bikin heboh para warganet.
"Hayoloh kenapa ga rame ini data 279 juta penduduk indonesia bocor dan dijual dan bahkan data orang yg udah meninggal, kira - kira dari instansi mana?," tulis @ndagels.
Pihak BPJS Kesehatan, melalui Kepala Humas BPJS Kesehatan, Iqbal Anas mengatakan, sedang menelusuri untuk memastikan kebenaran sumber data berasal dari BPJS Keseatan.
"Kami sudah mengerahkan tim khusus untuk sesegera mungkin melacak dan menemukan sumbernya," katanya, Kamis (20/5).
Cara Phishing
Sebelumnya diberitakan, 279 juta data penduduk Indonesia dijual murah. Data penting itu diduga berisi informasi nomor ponsel, alamat, id BPJS hingga nominal gaji dari setiap penduduk.
Sontak hal ini membuat jagat media sosial kembali ramai dan mempertanyakan seberapa kuat keamanan perlindungan data penduduk Indonesia.
Data yang bocor dan dijual di raidforums.com itu diduga berasal dari kebocoran salah satu instansi pemerintah, yaitu BPJS. Pakar keamanan siber Pratama Persadha mengatakan, perihal benar tidaknya data itu adalah BPJS Kesehatan, sebaiknya menunggu keterangan resmi dari pihak terkait sambil dilakukan pemeriksaan digital forensik.
"Bila dicek, data sample sebesar 240MB ini berisi nomor identitas kependudukan (NIK), nomor HP, alamat, alamat e-mail, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), tempat tanggal lahir, jenis kelamin, jumlah tanggungan dan data pribadi lainnya yang bahkan si penyebar data mengklaim ada 20 juta data yang berisi foto,” terang Pratama yang juga menjadi Chairman lembaga riset siber CISSReC (Communication & Information System Security Research Center) ini melalui keterangannya, Jumat (21/5).
Pratama menduga, ada kejanggalan dalam file yang diunduh oleh peretas terdapat data NOKA atau nomor kartu BPJS kesehatan. Sebab, pelaku mengklaim bahwa ia mempunyai data file sebanyak 272.788.202 juta penduduk.
Melihat hal ini, Pratama merasa heran karena akun Kotz mengaku mempunyai 270 juta lebih data serupa, sementara anggota BPJS kesehatan sendiri di akhir 2020 adalah 222 juta.
"Dari nomor BPJS Kesehatan yang ada di file bila dicek online ternyata datanya benar sama dengan nama yang ada di file. Tapi pelaku mengklaim punya data 270 juta, sedangkan data terakhir BPJS hanya 222 Juta. Jadi memang kemungkinan besar data tersebut berasal dari BPJS Kesehatan," jelasnya.
Kebocoran data tersebut menurut Pratama diduga dilakukan dengan cara phishing yang ditargetkan atau jenis serangan rekayasa sosial (sosial engineering). Sehingga semakin banyak yang mengakses, peretas semakin mudah pula mencuri data tersebut.
"Dugaan terkuat dilakukan melalui phising. Walaupun di dalam file yang diklaim peretas tidak ditemukan data yang sangat sensitif seperti detail kartu kredit, namun masyarakat harus waspada beberapa data pribadi yang ada. Karena bisa saja pelaku berniat menyalahgunakan data di dunia maya yang merugikan si pemilik data asli," jelas Pratama.(tim/tribunnetwork/cep)
Baca juga: Livin’ by Mandiri Catatkan Peningkatan Penggunaan Hingga 10 Persen Pada Momen Idul Fitri
Baca juga: FOKUS : Bocor, Bocor, Bocor
Baca juga: BREAKING NEWS: Kecelakaan Maut di Jalan Kompol Maksum Semarang, Pemotor Meninggal Dunia
Baca juga: Hotline Jateng : Pengampunan Denda Pajak Kendaraan di Jateng Sampai Kapan?