Berita Semarang
Kisah Penunggang Kuda Besi Pemburu Kecepatan di Jalanan Kota Semarang Mayoritas Berusia Tanggung
Dio pemuda yang belum genap 20 tahun mempersiapkan tunggangannya, kala kebanyakan masyarakat tengah terlelap.
Penulis: budi susanto | Editor: Catur waskito Edy
Penulis : Budi Susanto
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Dio pemuda yang belum genap 20 tahun mempersiapkan tunggangannya, kala kebanyakan masyarakat tengah terlelap.
Beberapa part racing nampak terpasang pada kuda besi berkapasitas 150 cc miliknya.
Bersama rekan-rekannya yang masih berusia tanggung, Dio, warga Semarang Barat itu bersiap menuju jalanan.
Raungan mesin pun terdengar menyeruak, saat Dio dan rekan-rekannya berangkat menuju salah satu jalan yang ada di Kota Semarang.
Dio merupakan pemuda penyuka kecepatan, atau pemburu kecepatan menggunakan sepeda motor.
Ia dan kawan-kawannya sengaja mencari jalan lurus pada dini hari, untuk memacu kendaraan saat kondisi lalu lintas lengang.
Bak peluru dari pistol yang pelatuknya dipicu, Dio pun memutar dalam handle gas kuda besinya.
Di bawah kendali Dio, tunggangannya pun langsung meluncur dengan kecapatan tinggi.
Beberapa kali ia bersama kawan-kawannya memacu kendaraan di jalanan, saat tak banyak lalulalang kendaraan.
Selang beberapa lama, rombongan pecinta roda ruda itu menyudahi perburuan kecepatan, dan memarkirkan tunggangannya.
Mereka berbincang mengenai kondisi mesin, dan seberapa cepat kendaraan melaju di jalan lurus.
Seolah kurang puas, Dio pun menceritakan kecepatan yang ia raih saat melaju di jalan raya.
"Rekor saya 161 kilometer perjam pada trek 900 meter. Untuk waktu sekitar 17 detik," jelasnya, Sabtu (5/6/2021).
Meski sudah mencapai 161 kilometer perjam, namun Dio menuturkan, capaian itu belum sesuai dengan harapannya.
"Pengennya lebih dari itu, target saya di atas 175 kilometer perjam untuk jarak 900 meter," jelasnya.
Menyoal aksi memburu kecepatan di jalanan ibu kota, Dio sadar bahwa itu melanggar hukum.
"Kami sadar kalau melanggar, tapi kalau disebut kriminal kami tidak setuju. Karena kami tidak pernah taruhan, bahkan sangat kami hindari hal itu.
Kami hanya ingin berburu kecepatan, dan mencoba seberapa cepat kendaraan milik kami," ucapnya.
Ia juga menerangkan, hanya bisa berburu kecepatan di jalanan ibu kota lantaran mahalnya biaya untuk masuk ke sirkuit.
"Kalau di sirkuit ada tarifnya, di Sirkuit Mijen misalnya, harus bayar Rp 150 ribu.
Belum kelangkapan aparel balap yang harganya jutaan. Bagi kami biayanya sangat besar kalau ke sana," imbuhnya.
Sebelum menyudahi perbincangan, Dio mengungkapkan harapannya. Agar pemerintah mewadahi hobi anak-anak pecinta kecepatan.
"Harapan kami ada wadah untuk hobi kami, agar tidak berburu kecepatan di jalan raya. Kalau bisa biaya masuk sirkuit lebih murah agar kami bisa mencoba kendaraan di sana.
Syukur-syukur disewakan aparel balap dengan biaya terjangkau," tambahnya. (*)
Baca juga: Bolehkah Ikut Rekrutmen Lagi, 484 Pegawai Non-ASN Diputus Kontrak Seusai Lebaran? Ini Jawaban Hendi
Baca juga: BERITA LENGKAP Update Kudus : Desa Zona Merah Dijaga Tujuh Tentara hingga Nakes Sembuh dari Covid-19
Baca juga: Kenapa Keputusan Indonesia Soal Haji 2021 Viral di Saudi? Ini Tanggapan Otoritas Kerajaan Arab Saudi
Baca juga: Alasan Kemenperin Dorong IKM Produk Halal Jadi Pemain Utama di Asia