Pembelot Korut Trauma Akibat Kebijakan Kim Jong Un
Warga Korut dinilai memiliki keluhan di hati mereka, tapi mereka tak tahu keluhan mereka ditujukan ke siapa.
TRIBUNJATENG.COM, SEOUL - Korea Utara (Korut) baru-baru ini memperkenalkan undang-undang baru untuk membasmi segala jenis pengaruh asing.
Negara yang dipimpin Kim Jong Un itu akan menghukum dengan keras siapa saja yang mengonsumsi film, memakai pakaian, hingga bercakap dengan bahasa gaul asing.
Undang-undang baru Kim Jong Un diperkirakan memiliki efek yang lebih mengerikan. Pembelot Korut yang kini tinggal di Korsel, Choi Jong-hoon, yang harus meninggalkan keluarganya di Korut, meyakini, menonton satu atau dua drama tidak akan membalikkan kendali ideologi yang terlah terpatri selama beberapa dekade.
Namun, dia berpikir, banyak warga Korut mencurigai propanda negara bukanlah kebenaran. "Warga Korut memiliki keluhan di hati mereka, tapi mereka tak tahu keluhan mereka ditujukan ke siapa. Itu adalah keluhan tanpa arah," ujarnya.
"Saya merasa patah hati karena mereka tidak dapat mengerti, bahkan ketika saya memberi tahu mereka. Ada kebutuhan bagi seseorang untuk membangunkan mereka, mencerahkan mereka," tambahnya.
Pembelot Korut lain yang kini tinggal di Korsel, Yoon Mi-so menuturkan, ia berusia 11 tahun kala pertama kali melihat seorang pria dieksekusi lantaran kedapatan memiliki drama Korsel. Seluruh tetangganya diperintahkan untuk menonton eksekusi itu.
"Jika Anda tidak melakukannya (melihat eksekusi-Red), itu akan dikategorikan sebagai pengkhianatan," katanya kepada BBC, di rumahnya di Seoul, Korsel.
Para petugas Korut memastikan semua orang tahu hukuman untuk penyelundupan video ilegal adalah hukuman mati.
"Saya memiliki ingatan yang kuat tentang pria yang ditutup matanya. Saya masih bisa melihat air matanya mengalir. Itu traumatis bagi saya. Penutup matanya benar-benar basah oleh air matanya. Mereka menaruhnya di tiang dan mengikatnya, lalu menembaknya," paparnya.
Mi-so ingat bagaimana ia dan tetangganya berusaha keras untuk menonton film. Mereka pernah meminjam aki mobil dan menghubungkannya ke generator untuk mendapatkan listrik yang cukup untuk menyalakan televisi.
Ia ingat menonton drama Korsel berjudul 'Stairway to Heaven'. Mi-so kini menjalani mimpinya sebagai penasihat mode. Hal pertama yang dia lakukan di Korsel adalah mengunjungi semua tempat yang dia lihat di Stairway to Heaven.
Pembelot lain yang kini tinggal di Korsel, Kim Geum-hyok berkata, ia baru berusia 16 tahun pada 2009 ketika dia ditangkap oleh petugas dari unit khusus yang dibuat untuk memburu dan menangkap siapapun yang kedapatan berbagi video ilegal.
Dia memberikan seorang temannya sebuah DVD musik pop Korsel yang diselundupkan ayahnya dari China.
Dia diperlakukan layaknya orang dewasa dan digelandang di sebuah ruang interogasi rahasia, di mana para penjaga tak mengizinkannya untuk tidur. Dia dipukul dan ditendang berulang-ulang selama 4 hari.
"Saya ketakutan. Saya pikir hidup saya berakhir. Mereka ingin tahu bagaimana saya mendapatkan video itu, dan berapa orang yang telah saya tunjukkan video itu. Saya tak bisa bilang ayah saya yang membawa DVD itu dari China. Apa yang bisa saya katakan? Itu ayah saya (yang melakukannya). (Tapi) saya tidak mengatakan apapun, saya hanya bilang, "Saya tidak tahu, saya tidak tahu. Tolong lepaskan saya"," ujarnya, kepada BBC, di Seoul, tempat dirinya kini tinggal.
Geum-hyok yang berasal dari satu keluarga elit di Pyongyang dan ayahnya akhirnya menyuap para penjaga demi membebaskannya. Suatu hal yang mungkin tidak akan bisa terjadi ketika undang-undang baru diterapkan.
Bagi Guem-hyok, mengetahui kebenaran tentang negaranya mengubah hidupnya, setelah belajar di Beijing tempat dia menemukan internet. "Awalnya, saya tidak percaya (deskripsi tentang Korut-Red). Saya pikir orang Barat berbohong. Wikipedia berbohong, bagaimana saya bisa percaya itu?" ujarnya.
"Tapi hati dan otak saya terbagi. Jadi saya menonton banyak film dokumenter tentang Korut, membaca banyak surat kabar. Kemudian saya menyadari bahwa itu mungkin benar karena apa yang mereka katakan masuk akal. Setelah saya menyadari, sebuah peralihan terjadi di otak saya, itu sudah terlambat, saya tak bisa kembali (ke Korut-Red)," tukasnya. (bbc)