Berita Nasional
BERITA LENGKAP : Pasal Penghinaan Kepala Negara di RUU KUHP Masih Jadi Polemik
Rancangan Undang-undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU-KUHP) terbaru masih menjadi bahasan dalam rapat antara Komisi III DPR
Disalahgunakan
Sehingga, Arsul berpandangan, pasal penghinaan presiden bisa tetap dipertahankan. Akan tetapi, ia meminta jangan sampai pasal itu disalahgunakan. "Jadi hemat saya, pasal ini tetap dipertahankan, tapi harus dengan formulasi yang baik dan hati-hati, dan potensi untuk disalahgunakan seminimal mungkin," imbuhnya.
Ia berujar, ada tiga perubahan yang dibuat dalam draf RUU KUHP yang disepakati DPR dan pemerintah, sehingga tidak menabrak putusan MK yang membatalkan pasal penghinaan presiden.
Perubahan pertama, sifat deliknya diubah dari delik biasa menjadi delik aduan. Kedua, menambahkan satu ayat yang mengatur soal pengecualian atas perbuatan menghina presiden.
Perubahan ketiga, menurunkan ancaman hukuman pidana menjadi di bawah 5 tahun untuk menghindarkan potensi kesewenang-wenangan aparat penegak hukum. "Pidananya harus diturunkan, harus di bawah 5 tahun, supaya Polri tidak bisa langsung menangkap dan membawa," ujarnya.
Wakil Ketua Komisi III DPR Fraksi Partai NasDem, Ahmad Sahroni menilai, pasal tersebut tidak mengurangi kebebasan berpendapat masyarakat, karena melakukan penghinaan jelas dilarang. Ia bahkan berharap pasal ini dapat diterapkan untuk semua lapisan masyarakat bukan hanya presiden.
"Yang dilarang itu adalah penghinaan, karena menghina kepada siapapun tentu dilarang. Siapapun yang melakukan penghinaan secara langsung ataupun terbuka melalui media sosial jelas perilaku yang salah dan patut ada payung hukumnya.
Kalau saya sih maunya pasal ini nanti tidak hanya diterapkan untuk Presiden ataupun DPR, tapi diterapkan untuk semua warga negara. Jadi jika ada yang mendapat perilaku penghinaan sudah ada aturannya yang jelas," katanya.
Ia menjelaskan, masyarakat tetap diperbolehkan memberi kritik terhadap kinerja pemerintah seluas-luasnya, tetapi tidak menyingung SARA, fisik, atau tidak sesuai fakta. "Jadi siapa pun tetap bisa menyampaikan kritikannya terhadap pemerintah, karena kritikan itu sikapnya membangun. Jadi itu bebas saja, selama tidak masuk ke ranah penghinaan apalagi sudah bersifat hoaks," paparnya.
Sahroni menyatakan, pihaknya masih menunggu draf RUU KUHP dibawa ke DPR oleh pemerintah agar bisa dibahas pasal-per pasal dengan sejelas jelasnya. "Draf baru tersebut belum resmi ya, karena belum dibawa ke DPR. Nah, nanti pasal ini akan dibahas dan jadi perhatian kita bersama, bahwa perlu penjabaran yang lebih mendetail terkait dengan poin-poin penghinaan yang akan dikenakan hukuman atau dilarang, supaya pasal ini clear, dan tentunya tidak menjadi pasal karet," tukasnya.
Demi Kehormatan Bangsa
Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden, Ade Irfan Pulungan mengatakan, pasal penghinaan presiden tersebut dibuat untuk melindungi presiden yang merupakan simbol negara. "Presiden kan sebagai simbol negara itu kan harus kita hormati, harus kita lindungi," katanya, Selasa (8/6).
Saat ini, menurut dia, banyak hinaan atau fitnah yang dilontarkan kepada presiden di medsos. Hinaan atau fitnah kepada presiden di medsos itupun dapat dengan mudah diketahui di seluruh dunia.
"Bagaimana logikanya ada warga negara yang dengan sengaja melakukan perbuatan pidana menghina presidennya terus menerus. Kehormatan bangsa kita ini di mana letaknya? Warga negara lain kan nanti melihat, loh kenapa kok presidennya selalu begini?" ujarnya.
Irfan menyatakan, hukuman kepada penghina presiden ada di setiap negara, bahkan di Amerika Serikat sekalipun yang notabene merupakan negara yang menjadi kiblat demokrasi.