Forum Guru
OPINI IKA RINAWATI : Dilema PAUD Di Masa Pandemi
SUSAHNYA cari murid baru bagi sekolah Pendidikan Anak Usia Dini dan Taman Kanak-kanak (PAUD/TK) dikeluhkan oleh pendidik dan pengelola PAUD se-Jateng
Oleh IKA RINAWATI, SP, SPd
Mantan Ketua Himpaudi Kecamatan Blora
SUSAHNYA cari murid baru bagi sekolah Pendidikan Anak Usia Dini dan Taman Kanak-kanak (PAUD/TK) dikeluhkan oleh pendidik dan pengelola PAUD se-Jateng.
Hal itu disampaikan saat kegiatan zoom meeting yang dilakukan oleh Pengurus Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi) Wilayah Jateng yang menghadirkan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo, Minggu (11/7).
Alasan utama karena masih dilakukan sekolah dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Orang tua banyak yang menginginkan sekolah tatap muka.
Seorang peserta zoom yang juga pendidik PAUD menyampaikan alasan, tidak masuk sekolah kok masih harus membayar, padahal belajar di rumah. Maka ada orang tua yang memilih belum memasukkan ke PAUD atau TK.
Hal itu jadi alasan banyak orang tua untuk menunggu memasukkan anaknya jika sudah PTM. Ada juga yang memindahkan anaknya ke PAUD/TK yang tatap muka, meski sebenarnya belum diperbolehkan PTM. Ada TK berlokasi di perkotaan, tetap masuk seperti biasa.
Mengetahui hal itu beberapa orang tua yang sudah mendaftarkan anaknya di PAUD/TK lain, langsung memindahkan anaknya masuk di TK tersebut.
Alasan orang tua hanya satu, ingin anaknya belajar langsung bukan daring. Kondisi tersebut tentu mengusik rasa keadilan. Kalau ini dibiarkan tentu akan merugikan sekolah lain yang taat kepada pemerintah melaksanakan PJJ.
PJJ bagi sekolah PAUD/TK tidak optimal dan cukup merepotkan. Tidak hanya bagi pendidik, tetapi juga dirasakan oleh anak-anak dan orang tua.
Termasuk menyampaikan keluh kesah soal masih minimnya kesejahteraan bagi pendidik, terlebih pada masa pandemi. Maka banyak yang berharap agar PAUD/TK bisa segera bisa melaksanakan pembelajaran Tatap Muka.
Cari terobosan
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo menyampaikan, PAUD merupakan pondasi pendidikan bagi anak-anak. Tetapi karena memang masih masa pandemi dan belum dapat dilaksanakan pembelajaran tatap muka. Maka pendidik diminta untuk mencari terobosan dan jalan keluar.
Seperti jika PJJ, metode pembelajarannya harus kreatif dan mampu mendorong orang tua bisa terlibat langsung. Mendidik juga tanggung jawab orang tua. Masa pandemi ini upaya lebih banyak diarahkan agar orang tua didorong mengajarkan dan mengenalkan protokol kesehatan kepada anak.
Ganjar melihat, selama pandemi ini tingkat kebosanan anak dalam belajar PJJ cukup besar. Berdasarkan data dari UNICEF lewat U-Report 5-9 Juni 2020 dengan responden sebanyak 4.016. Ada 69 persen anak bosan belajar di rumah. Tantangan akses internet mencapai 35 persen dan 38 persen merasa kurang bimbingan dari guru dan orang tua.
Maka opsi segera melakukan PTM bagi PAUD/TK sebenarnya tidak bisa ditawar lagi. Pembelajaran PAUD memiliki cara dan pendekatan yang berbeda dengan siswa SD, SMP dan SMA/SMK.
Intensitas berinteraksi langsung dengan mengenalkan pada sentra-sentra dan pembelajaran akan budi pekerti dan keagamaan menjadi hal yang tidak bisa diwakilkan dengan hanya daring dan daring.
Kesulitan yang dialami anak akan terasa, imbasnya cepat bosan dan orang tua dituntut lebih banyak aktif. Termasuk bagaimana orang tua aktif memberikan edukasi menerapkan cara-cara protokol kesehatan baik di rumah atau di sekolah jika sudah PTM.
Jalan agar siswa tetap belajar langsung, tidak jarang pendidik yang door to door mendatangi siswa. Tujuannya hanya satu agar anak bisa mendapatkan pembelajaran langsung. Door to door ini juga bukannya tanpa hambatan, khususnya jika letak tempat tinggal peserta didik jauh.
Jumlah siswa turun
Cara itu banyak ditempuh, sekaligus agar orang tua tetap membayar uang sekolah meski hanya separo. Jika tidak, ada saja orang tua yang tidak mau membayar. Juga agar pendidik masih bisa bernafas lega mendapatkan honor bulanan meski tidak full seperti saat tidak pandemi.
Harapannya pada tahun pelajaran baru ini, sudah bisa melaksanakan tatap muka. Tetapi adanya PPKM dan masih banyaknya kasus yang terjadi, membuyarkan itu semua. Jumlah siswa mayoritas mengalami penurunan, honorpun juga berimbas. Bahkan bagi PAUD/TK yang ada di desa-desa kondisinya lebih miris lagi. Ada yang tidak mendapatkan honor, atau mendapatkan tetapi nilainya tidaklah seberapa.
Bagaimana agar PAUD/TK bisa melaksanakan tatap muka. Gubernur Ganjar Pranowo menekakan sejumlah syarat:
Pertama; anak-anak harus memahami dan mematuhi prokes. Hal ini menjadi kunci, maka pendidik harus menekankan kepada orang tua agar bisa membantu memberikan edukasi soal prokes.
Kedua; orang tua harus menyiapkan kebutuhan penerapan prokes. Maka mulai masker, handsanitizer air minum sendiri bisa disiapkan oleh orang tua.
Ketiga; sekolah siap untuk menerapkan prokes. Semua pendidik yang ada harus menerapkan prilaku prokes selama d isekolah khsusunya.
Keempat; Sekolah harus benar-benar menyiapkan sarana prokes dengan baik. Tidak boleh asal-asalan. Jika di sekolah semuanya tercukupi dan pendidik serta lingkungan sekolah menjadi contoh, maka anak-anak akan dengan mudah menduplikasi apa yang dilakukan di sekolah dalam hal prokes.
Kelas kecil
Kelima; Pemerintah daerah dan masyarakat harus mendukung dan siap mengawal pembukaan kembali ke sekolah. Kalau masyarakat dan Pemerintah belum memberikan ijin agar sekolah dibuka, tentu harus menyesuaikan.
Tidak mudah memang bagi sekolah PAUD/TK untuk terus menerapkan PJJ, kalau pun nantinya bisa menerapkan PTM tentu disambut dengan gembira meskipun dengan kondisi terbatas.
Maka solusi atau opsi yang ideal tentunya sekolah PAUD/TK bisa membagi kelas-kelas lebih kecil dari biasanya. Dengan durasi waktu yang lebih pendek. Bagi anak-anak belajar bersama-sama dan berinteraksi langsung akan lebih menggembirakan dan mencerahkan.
Mereka bisa bebas berekspresi dan berkreasi di ruang nyata. Yang tidak bisa diwakilkan pada ruang virtual. Secara bertahap itu dilakukan, sambil terus berharap agar pandemi segera berlalu dan pembelajaran akan kembali pada situasi normal. Semoga. (*)
Baca juga: OPINI Udi Utomo : Mendidik Berpikir Kritis Sejak Dini
Baca juga: OPINI Djoko Subinarto : Laptop Merah Putih
Baca juga: OPINI Satrio Wahono : Instrumen Investasi Menarik di Era Pandemi