Berita Semarang
Tambaklorok, Tugu, Genuk, Beberapa Kawasan di Kota Semarang yang Diprediksi Tenggelam 50 Tahun Lagi
Kawasan pelabuhan Tanjung Emas, pemukiman di Tambak Lorok, Tugu, Genuk, perbatasan Demak diprediksi bakal tenggelam 50 tahun lagi.
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Kawasan pelabuhan Tanjung Emas, pemukiman di Tambak Lorok, Tugu, Genuk, perbatasan Demak diprediksi bakal tenggelam 50 tahun lagi.
Hal itu diungkap Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro (FPIK UNDIP) Denny Nugroho Sugianto.
Ia menyebut bukan tidak mungkin kawasan pesisir Kota Semarang bakal tenggelam 50 tahun lagi.
Baca juga: Pemain Asal Argentina Brian Ferreira Bakal Merapat ke PSIS Semarang
Baca juga: Video Sosok GD Pembunuh Berdarah Dingin di Kos Mewah Semarang
Baca juga: Hendrar Prihadi Minta Seniman Semarang Bagi Tips Tetap Cuan Saat Corona: Tolong Aku Diajari
Baca juga: Rektor Universitas Ivet Semarang Lantik 2 Pejabat Struktural Baru via Daring
Sebab, penurunan permukaan tanah atau land subsidence saat ini sudah mencapai 10 -12 sentimeter setiap tahunnya.
"Prediksi 50 tahun lagi bisa saja terjadi. Karena kondisinya sudah parah sekali."
"Ketika hujan sedikit saja sudah banjir. Di jembatan tol kaligawe pasti banjir. Artinya sistem drainase kita sudah tidak mampu. Pembuangan air laut melalui model gravitasi sudah tidak bisa," jelasnya saat dihubungi Kompas.com, Jumat (6/8/2021).
Menurutnya, penurunan permukaan tanah mempertinggi resiko banjir dan rob yang sudah sering melanda Kota Semarang terutama di bagian utara.
Antara lain di kawasan pelabuhan Tanjung Emas, pemukiman di Tambak Lorok, Tugu, Genuk, perbatasan Demak.
"Kita tahu rob jadi permasalahan di Kota Semarang. Jadi bukan lagi suatu hal yang tiba-tiba datang."
"Beberapa penelitian menunjukan laju penurunan tanah semakin cepat dari tahun 2009 antara 7- 8 sentimeter per tahun hingga saat ini sudah sampai 10-12 sentimeter per tahun," ujar peneliti senior di Pusat Kajian Mitigasi Bencana dan Rehabilitasi Pesisir (PKMBRP) UNDIP.
Ia menjelaskan penurunan permukaan tanah itu disebabkan oleh sejumlah faktor seperti eksploitasi air tanah yang masif hingga pembebanan bangunan.
"Masyarakat menggunakan air tanah secara berlebihan karena regulasi pemanfaatan air tanah masih lemah."
"Di satu sisi dilema juga karena pemerintah belum mampu menyediakan air bersih baik untuk sektor bisnis, perkantoran dimana mobilitas masyarakat tinggi," ucapnya.
Untuk itu, antisipasi yang dapat dilakukan yakni melakukan upaya perencanaan tata ruang berbasis mitigasi bencana dan kelestarian lingkungan.
"Selain itu mengurangi pengambilan air tanah yang berlebihan terutama kawasan industri. Regulasi saling terkait jika melarang masyarakat untuk menyedot air tanah tentunya pemerintah juga harus siapkan air bersih. Mungkin bisa bekerja sama dengan swasta," ungkapnya.