Berita Kudus
Satpol PP Kudus Panggil Pelaku Usaha Galian C di Desa Klumpit yang Kembali Beroperasi
Pemanggilan tersebut lantaran praktik liar galian C kembali terulang setelah sebelumnya ada kesepakatan untuk berhenti
Penulis: Rifqi Gozali | Editor: muslimah
TRIBUNJATENG.COM, KUDUS - Satpol PP Kabupaten Kudus memanggil sejumlah pengusaha galian C dari Desa Klumpit, Kecamatan Gebog, Kudus, Kamis (19/8/2021).
Pemanggilan tersebut lantaran praktik liar galian C kembali terulang setelah sebelumnya ada kesepakatan untuk berhenti.
Kepala Satpol PP Kudus, Djati Solechah, mengatakan, sebelumnya sudah ada kesepakatan pada 29 November 2019 bahwa galian C di Desa Klumpit tidak boleh lagi beroperasi. Sebab, wilayah tersebut bukan termasuk kawasan legal untuk tambang galian C.
"Artinya seluruh usaha pertambangan harus setop," kata Djati.
Beberapa minggu terakhir rupanya praktik galian C di desa tersebut kembali terulang.
Mendapati adanya laporan akan hal itu, akhirnya tiga pelaku usaha galian C di Desa Klumpit dipanggil. Meskipun yang hadir dua karena yang satu berhalangan.
Tidak hanya itu, kepala desa berikut anggota badan permusyawaratan desa setempat juga dihadirkan. Selain itu anggota TNI dan Polri juga dilibatkan dalam forum tersebut.
Hasil dari pemanggilan tersebut, ucap Djati, ada sedikit toleransi kepada pelaku galian C setelah mendengar usulan yang diutarakan.
Para pelaku usaha itu mengaku jika tanah galian C dari Klumpit umumnya digunakan sebagai bahan baku batu bata dan genting. Memang tanah di situ cocok diolah menjadi batu bata dan genting.
"Di Desa Klumpit jenis tanahnya bagus untuk kebutuhan buat batu bata dan genting. Baik digunakan penduduk setempat maupun penduduk desa lain," kata dia.
Kemudian ada juga pelaku usaha galian C yang melakukan aktivitas penambangan karena tanah yang digali atas permintaan pemilik lahan agar bisa ditanami padi.
Setelah mendengar apa yang mendasari para pelaku usaha galian C kembali menambang, akhirnya muncul kesepakatan.
Kata Djati, meski dengan alasan penataan lahan pertanian agar bisa ditanami, maka harus ada izin dari bupati. Nantinya akan ada pendampingan dari dinas terkait perihal penataan lahan pertanian.
"Ada kajian dari dinas terkait karena memang itu untuk optimalisasi lahan pertanian," tandas Djati.
Kemudian, produksi batu bata atau genting yang berbahan baku dari tanah galian C, maka harus ada paguyuban yang nantinya diatur oleh pemerintah desa setempat. Kemudian produksinya pun harus berada di lokasi galian.
"Untuk pembuatan batu bata difasilitasi boleh. Tapi untuk warga setempat melalui paguyuban diatur oleh desa setempat dan harapan kami pembuatan batu bata tidak jauh dari lokasi," kata dia.
Djati sangat berharap, kesepakatan itu dijalankan. Sebab, ancaman pidana menanti ketika kembali dilanggar.
Sekadar diketahui, di Kudus ada sejumlah titik yang legal untuk praktik galian C. Kata Djati, titik tersebut berada di Desa Tanjungrejo, Rejosari, Gondoharum, dan Wonosoco.
Sementara itu salah seorang pelaku usaha galian C asal Desa Klumpit, Heri Santoso mengatakan, dia sendiri ingin berhenti menjadi pelaku galian C. Dia juga pernah mendekam di balik jeruji besi karena hal tersebut.
Namun, untuk praktik di Klumpit, dia mengaku terlanjur dikejar oleh pemilik lahan yang harus dia keruk.
Sebab, lahan tersebut sudah terlanjur dia tebas. Sementara pemiliknya sudah berharap agar segera dikeruk supaya bisa menjadi lahan pertanian produktif.
"Pemilik lahannya ingin agar saat musim hujan bisa ditanami padi," kata Heri.
Lahan yang dia tebas seluas sekitar 2.800 meter persegi. Kontur lahannya, katanya, lebih tinggi sekitar 1,5 meter dibanding lahan di sekelilingnya.
"Kami ambilnya tanah rata dengan lahan sekitar biar bisa ditanami," kata dia.
Tanah yang dikeruk menggunakan cangkul oleh para pekerjanya, kata Heri, kemudian dijual ke sejumlah produsen genting maupun batu bata. Baik yang berada di Kudus maupun Jepara. (*)