Berita Semarang
Cerita Kopi Banaran: Perkebunan Warisan Era Kolonial Belanda, Masih Eksis hingga Masa Kini
Ketika ingin melakukan perjalanan ke arah Yogyakarta melalui Ambarawa, jangan lewatkan untuk mampir di Banaran 9 Coffee and Tea.
Penulis: faisal affan | Editor: moh anhar
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Ketika ingin melakukan perjalanan ke arah Yogyakarta melalui Ambarawa, jangan lewatkan untuk mampir di Banaran 9 Coffee and Tea yang ada di Gemawang, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang.
Selain menyajikan restoran yang bernuansa alam serta kopi dan teh yang khas, Banaran 9 Coffee and Tea Gemawang juga memiliki museum dan pabrik kopi.
Bahkan, restoran yang dikelola oleh PT Perkebunan Nusantara IX (Persero) ini, merupakan satu-satunya yang memiliki pabrik kopi bekas peninggalan kolonial Belanda dari tahun 1911.
Baca juga: Meski Jadi Tahanan KPK, Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono Masih Kirim Makanan ke PantI ODGJ
Baca juga: Fakta Baru Tewasnya Zidan Taruna PIP, Polisi Katakan Korban Ditendang Pelaku Menggunakan Dengkul
Baca juga: Tersangka Perkara Korupsi Alex Noerdin, Anggota DPR RI dari Golkar, Kini Ditahan di Rutan KPK,
Hingga saat ini pun, pabrik kopi tersebut masih beroperasi dan menghasilkan kopi-kopi kualitas ekspor.
Karena bekas peninggalan kolonial belanda, beberapa alat yang digunakan pun masih warisan dari sebelum Indonesia merdeka.
Tak ayal, jika museum dan pabrik kopi yang ada di sana menjadi daya tarik tersendiri bagi tamu yang berkunjung.
Bahkan di waktu-waktu tertentu, tamu bisa menyaksikan bagaimana proses pengolahan kopi usai panen raya.
Widya Banu Aji, General Manager Banaran 9 Coffee and Tea, mengatakan kopi yang diolah di sana berasal dari beberapa kebun kopi yang tersebar di wilayah Jawa Tengah.
"Kalau yang dekat sini ada kebun kopi di Bawen luasnya 500 hektar. Kami panen setahun sekali pada bulan Juni hingga Agustus," jelasnya.
Ada beberapa tahap yang harus dilalui sebuah biji kopi, sebelum bisa diseduh dalam secangkir gelas.
Kopi hasil panen harus disortir terlebih dahulu, untuk menentukan biji kopi mana yang layak untuk diolah.
"Biji kopi yang masih utuh harus disortir lalu dicuci hingga bersih. Kemudian masuk ke tahap pengupasan kulit luar. Setelah itu ada proses pengupasan kulit ari. Setelah terkelupas disortir lagi menggunakan tenaga manusia dan mesin. Tapi lebih teliti pakai tenaga manusia. Baru setelah itu diayak untuk membedakan ukuran dan siap disimpan dalam gudang," bebernya.
Selain untuk ekspor, kopi yang diproduksi dari pabrik ini juga untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri.
Banu mengungkapkan, ada beberapa kedai kopi di Semarang dan beberapa daerah lain yang menggunakan kopi yang diproduksi dari pabriknya.
"Untuk penjualan kopi dari pabrik saat pandemi tentu berdampak. Tapi tidak begitu signifikan. Pasar lokal juga masih bagus penyerapannya. Termasuk harga jual juga masih stabil," paparnya.
Baca juga: Anaknya Mengeluh Sakit di Kemaluan, Ibu di Sukoharjo Kaget Setelah ke RS, Suami Ngaku Halusinasi
Baca juga: Warga Binaan Masuik Populasi Risiko Tinggi HIV, Lapas Semarang Gandeng Dinkes Gelar Pemeriksaan