UIN Walisongo Semarang
Konferensi Internasional Fisip UIN Walisongo Semarang, Para Ahli Bedah Perubahan Sosial saat Pandemi
UIN Walisongo Semarang menyelenggarakan konferensi internasional yang bertajuk The 1st International Conference on Democracy and Social Transformation
Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: moh anhar
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang menyelenggarakan konferensi internasional yang bertajuk The 1st International Conference on Democracy and Social Transformation (Icon-Demost) 2021, Rabu (15/9/2021).
Konferensi yang diadakan secara virtual ini mengambil topik Humanity and The Changing of Social and Political Landscape in Post Covid-19 World.
Rektor UIN Walisongo, Prof Imam Taufik menuturkan, meskipun tren pandemi covid menunjukan penurunan, namun tidak memastikan pandemi akan berakhir.
Pandemi yang berkepanjangan menuntut masyarakat untuk beradaptasi sebagai respons terhadap aturan-aturan pencegahan covid.
Baca juga: Ada Perlambatan Serapan Anggaran di Jateng, DJPb Undang Kepala BKD Kabupaten dan Kota untuk Diskusi
Baca juga: Bioskop di Purwokerto Mulai Dibuka Hari Ini, Pengunjung Masih Sepi dan Lengang
Baca juga: Jajan Bakso Keliling di Semarang Sudah Bisa Transaksi Digital, Pedagang Mulai Gunakan QRIS
"In fact, actions to perform new life order has resulted in some problems (Pada kenyataannya, adaptasi terhadap tatanan normal yang baru menimbulkan beberapa masalah)," kata Imam saat membuka konferensi.
Permasalahan yang terjadi antara lain tingkat keragaman respons terhadap adaptasi masyarakat berbeda-beda. Bahkan, ada beberapa yang berpikir bahwa Covid-19 bukanlah bahaya yang sebenarnya, ada yang menganggap sebagai konspirasi.
Sehingga, beberapa orang menyatakan penolakan terhadap regulasi tatanan kehidupan normal yang baru untuk mengintervensi penularan covid.
Masalah lain yakni kehidupan normal yang baru mendekonstruksi pola kehidupan bermasyarakat sebelumnya. Masyarakat tidak terbiasa 'dipaksa' menjalani kehidupan normal yang baru, semisal memakai masker, jaga jarak, dan sebagainya.
"Telah terjadi perubahan dan pergeseran yang signifikan dalam nilai, normal, praktik kehidupan, dan adat istiadat masyarakat. Kondisi ini mendorong para ilmuwan dan peneliti untuk melakukan penelitian atau kajian tentang dampak pandemi terhadap perubahan kehidupan sosial," jelasnya.
Di sisi lain, pandemi covid, lanjutnya, meningkatkan etika sosial, semisal memperkuat nilai-nilai keutamaan. Masyarakat melakukan tindakan kemanusiaan tertinggi agar dirinya dan orang lain tidak terpapar virus.
Rektor menyebut sikap tersebut merupakan tindakan kemanusiaan tertinggi. Yang mana, masyarakat harus memakai masker, jaga jarak, dan berkomitmen untuk menjaga mobilitas.
Baca juga: Warga Desa Jurang Kudus Usir Pasangan Kumpul Kebo, Awalnya Sudah Diperingatkan
Baca juga: Sebuah Mobil BMW di Solo Terbakar di Tempat Cucian, Diduga Akibat Korsleting Listrik
Baca juga: Profil Larasati Nugroho Pemeran Jessica Istri Muda Ayah Aldebaran Ikatan Cinta
"Tindakan ini menciptakan sistem perilaku sosial untuk mencapai nilai tanggung jawab sosial yang lebih tinggi dan kepeduliaan yang lebih besar terhadap kemanusiaan," katanya.
Menurutnya, etika mendasar dan landasan utama bagi setiap umat manusia di seluruh dunia demi keberlanjutan sosial yang lebih baik di masa depan.
"Penyair Arab modern, Ahmad Shawqi pernah berucap, bangsa kuat karena moralnya, jika moral hilang, bangsa juga akan hilang," kata tutur rektor.
International conference ini dihadiri sejumlah narasumber yang merupakan ahli di bidangnya dari beberapa negara.
Kegiatan ini menghadirkan beberapa pembicara kunci dari Amerika Serikat, Belanda, Bangladesh, Malaysia, Australia.
Pada sesi pertama, narasumber ahli yang menyampaikan pemaparan yakni Peter Suwarno (Arizona State University USA), Prof Souad T Ali (Arizona State University USA), Freek Colombijn (Vreij University Belanda), Prof Jude William R Genilo (University of Liberal Arts Bangladesh), dan Misbah Zulfa Elisabeth (UIN Walisongo Semarang).
Sementara, sesi kedua disampaikan narasumber Prof Edward Aspinal (ANU Australia), Azmi Tayeb (USM Malaysia), Chusnul Mar'iyah (Universitas Indonesia), Prof Andy Fefta Wijaya (Fordekiis Indonesia), dan Muhyar Fanani dari UIN Walisongo Semarang.
Narasumber ahli tersebut menyoroti perubahan sosial terkait kemanusiaan dan agama, identitas politik dan etnosentrisme dalam pandangan politik kontemporer, isu perdamaian dan keamanan serta dampak terhadap kemanusiaan, isu lingkungan sebagai tantangan baru, isu gender dan seksualitas, dan demokrasi serta militerisme.
Dekan Fisip UIN Walisongo yang juga narasumber ahli dalam konferensi, Misbah Zulfa Elisabeth mengkaji dari berbagai aspek. Ia mengatakan ada perubahan paradoks pandangan positif dan negatif terkait pandemi dalam aspek sosial, hanya saja konstelasi mana yang kuat, sisi positif atau negatif.
"Saya terharu ada seorang ibu muda yang punya bayi, rela memberikan donor (plasma konvalesen) kepada anak muda. Dia harus ke rumah sakit dan karantina sebelum berinteraksi dengan buah hatinya kembali. Setelah saya tanya, dia menjawab anak muda merupakan harapan bangsa. Saya tanya alasannya, katanya pertimbangan kemansuaiaan," ucapnya.
Dari kejadian tersebut, ada perubahan sosial dari dampak pandemi ke arah positif.
Dosen antropologi yang ahli masalah gender ini juga menyoroti terkait sikap para legislator perempuan. Apakah cara berpikir dan tindakan mereka sudah peka terhadap situasi kritis atau belum.
"Legislator perempuan seharusnya membuat kebijakan yang sensitif covid. Mereka harus memproduksi kebijakan yang luar biasa, tidak biasa saja," ucapnya.
Baca juga: Profil Larasati Nugroho Pemeran Jessica Istri Muda Ayah Aldebaran Ikatan Cinta
Baca juga: Berdiri Tahun 1985, Toko Kelontong Ibu Ernest Prakasa Akhirnya Tutup Kalah Saing
Baca juga: Warga Desa Jurang Kudus Usir Pasangan Kumpul Kebo, Awalnya Sudah Diperingatkan
Ia menambahkan, ide dari berbagai ahli terkait berbagai fenomena dan perkembangan kajian kemudian didesiminasikan dalam konferensi internasional tersebut sangat penting.
Pasalnya, desiminasi tersebut sangat penting karena kajian atau penelitian peserta bisa dibahas bersama-sama dan diterbitkan dalam prosiding yang berindeks.
Dalam dunia akademik upaya kegiatan untuk mengajak partisipan dari berbagai perguruan tinggi, kemudian menulis dan mendiseminasikan dan mempublikasikan merupakan upaya yang sangat bermanfaat. (*)