Guru Besar Hukum Unwahas: Hukum Pidana Jadi Penyebab Penjara Kelebihan Kapasitas Penghuni
Jumlah warga binaan yang melebihi kapasitas menyebabkan overcrowding menjadi masalah klasik bidang pemasyarakatan.
Penulis: mamdukh adi priyanto | Editor: Daniel Ari Purnomo
"Pedoman prokes di pemasyarakatan terbukti efektif untuk tahanan. Namun, kapasitas masih jadi masalah klasik turun temurun yang tidak terselesaikan," imbuhnya.
Penghuni penjara, kata dia, didominasi pelaku pidana narkotika.
Menurutnya, pelaku narkotika tidak harus semuanya berakhir di penjara, bisa dilakukan dari segi kesehatan atau rehabilitas.
Kepadatan penghuni lapas atau overcrowding akan ada selama pemerintah hanya mengandalkan hukum dan kebijakan pengendalian kejahatan berbasis pidana atau kriminalisasi.
Overcrowding akan terus terjadi jika aparat hukum, kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan terus melaksanakan hukum tanpa melihat implikasi pada populasi penjara.
Hal tersebut diungkapkan guru besar FH Unwahas, Prof Mahmutarom yang menjadi narasumber dalam webinar.
"Penanggulangan masalah kejahatan itu identik dengan penjara, kalau melihat dari berbagai kasus yang ada. Hampir semua perundangan yang berlaku di Indonesia memakai sanksi pidana," kata Mahmutarom.
Masih ada aturan kuno yang masih dijalankan aparat penegak hukum: tidak memenjarakan orang, tidak bekerja.
Keberhasilan mereka diukur dari perhitungan kuantitatif.
Menurutnya, saat ini semua memakai sanksi pidana penjara. Undang Undang tanpa ancaman penjara seperti makanan tanpa garam. Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) yang dianut sudah ketinggalan dua abad.
Pendekatan kriminalisasi atau pidana terbukti kurang efektif.
"Model penjara ada manfaatnya tidak? penghuni jera atau tidak? Kasus pembunuhan, pelaku dipenjara, itu berdampak dua keluarga (pelaku dan korban) terlantar. Tujuan negara mensejahterakan rakyat jadi memenjarakan rakyat. Banyak korban, yang tidak bersalah menikmati hotel prodeo," jelasnya.
Padahal, jika memahami keseimbangan dalam tujuan pemidanaan yakni perlindungan masyarakat (kepentingan Umum) dan perlindungan pembinaan atau individu.
Aturan hukum, kata dia, harus disesuaikan dengan kebutuhan manusia.
Jika penjara yang orientasinya pada harga diri sudah tidak mempan untuk pelaku kejahatan, bisa dilakukan tindakan yang berorientasi pada materi.