Berita Kendal
Bermodalkan Hobi Menulis, Farid Warga Kaliwungu Kendal Genapkan Karya 14 Buku
Lahir dari kalangan keluarga non-akademisi tak menyusutkan tekad Farid Ahmadi untuk berkarya dan berprestasi di bidang akademis.
Penulis: Saiful Ma sum | Editor: moh anhar
TRIBUNJATENG.COM, KENDAL - Lahir dari kalangan keluarga non-akademisi tak menyusutkan tekad Farid Ahmadi untuk berkarya dan berprestasi di bidang akademis.
Warga Pungkuran Timur, Desa Kutoharjo, Kecamatan Kaliwungu Selatan, Kendal ini telah menorehkan berbagai prestasi dan karya tingkat nasional dan internasional.
Di antaranya, sejumlah penghargaan cukup membanggakan di beberapa negara, dan kini sudah menggenapkan karya bukunya menjadi 14 item.
Baca juga: Perhompedin: Pasien Kanker Boleh Divaksin Covid-19, Ini Ketentuan yang Harus Diikuti
Baca juga: Anggaran Produksi Drakor Jirisan Drama Terbaru Jun Ji Hyun dan Ju Ji Hoon Capai Rp 262 M
Baca juga: Pilih Tidur di Halaman Rumah Pakai Tenda, Warga Dukuh Gempol Ambarawa Semarang Risau Gempa Susulan
Perjuangan pria 44 tahun ini tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Keinginannya yang kuat untuk terus belajar sejak kecil, meski dengan keterbatasan ekonomi orangtuanya, menjadi pondasi dan penyemangatnya.
Farid Ahmadi bercerita, lika-liku perjuangan meraih satu mimpi menuju mimpi yang lainnya berjalan manis atas dukungan orangtua dan para kakaknya.
Pendidikan Farid sejak kecil didukung penuh bapaknya Abdul Wahhab dan ibu Imrotun yang hanya berprofesi sebagai kemasan (perangkai emas) dan penjual tas kecil-kecilan.
Farid pun mengaku tak memiliki cita-cita yang tinggi saat itu.
Ia hanya ingin sekolah dan sekolah untuk mencari ilmu sebanyak mungkin sebagai bekal hidup di masa yang akan datang.
"Dari kecil gak punya cita-cita, pinginnya sekolah saja," terangnya, Minggu (24/10/2021).
Perjuangan Farid dimulai selepas lulus jenjang SMA sederajat.
Saat itu, niatannya untuk melanjutkan pendidikan di tingkat perguruan tinggi harus terhenti sejenak karena keterbatasan biaya.
Tidak ingin merugi waktu, putra terakhir dari 7 bersaudara ini menyibukkan diri sebagai tukang sablon baju, membantu kakaknya di bidang cetak stiker, menjadi guru di salah satu SMP, dan juga menyibukkan diri sebagai karyawan pabrik.
Farid juga mencoba kursus komputer 1 tahun dari hasil pendapatan kerja serabutan.
Di tahun 1999, Farid memberanikan diri mendaftar sebagai mahasiswa di Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang dengan mengambil jurusan Sitem Informasi.
Proses belajarnya di awal perkuliahan berjalan dengan baik, hingga orangtuanya meninggal secara bergantian.
Farid tak memiliki orangtua lagi saat memasuki pendidikan semester lima.
Praktis ia hanya mengandalkan bantuan dari saudara-sudaranya untuk menuntaskan gelar S1.
"Setelah lulus, saya tidak langsung melanjutkan S2. Saya fokus kerja lagi di oabrikan selama 2 tahun agar bisa mengumpulkan uang," kata dia.
Kerja keras Farid terus menjadikannya meraih gelar-gelar di bidang akademisi yang ia inginkan.
Mulai dari gelar S2 Teknik Informatika Udinus pada 2007, gelar Non Degree Program di University of London pada 2011, dan gelar S3 jurusan Information management di Central China Normal University (CCNU), Wuhan, China pada 2015.
Semua gelar didapatkan dengan beasiswa pendidikan.
Kini, Farid sudah menulis 14 buku yang diterbitkan di dalam negeri dan di beberapa negara.
Di antaranya, buku berjudul 'education design end virtual learning technology' dan 'the sun over the horizon in Jeddah' yang diterbitkan oleh UKI Scholard Network.
Beberapa karya tulis lainnya berjudul, Guru SD di era Digital, Konsep Dasar Labschool, Literasi Sekolah,
Konsep dan Aplikasi Literasi Baru.
Mentari di sudut Jeddah, Etnosains dalam pembelajaran SD, Primary Teacher in Digital Era, Comparative Study China and Indonesia Education, Pembelajaran Daring di masa Covid-19, serta Desain Pendidikan dan teknologi Pembelajaran Daring.
Semua karya tulisnya bermodalkan dari sebuah hobi.
Farid mempunyai kesenangan dalam menulis dan berbicara sejak kecil.
Baca juga: Sinopsis Lengkap Drakor Left Handed Wife Drama Korea Dibintangi Lee Soo Kyung dan Kim Jin Woo
Baca juga: Dengan Prokes Ketat, Wisata Kuliner Minggon Jatinan Batang Kembali Dibuka
Baca juga: Masyarakat Antuasias Menikmati Angkutan Bus Wisata Gratis Baturraden - Banyumas
Hobi itu ia tuangkan dalam sebuah karya buku dengan berbagai judul.
Bahkan, Farid membuat hobinya menjadi sebuah konsep belajar saat menjadi dosen di beberapa universitas internasional.
"Konsep pembelajaran saya kepada mahasiswa setelah saya jadi dosen adalah menulis dan menulis. Baik itu di Indonesia maupun di negara lain," tuturnya.
Farid juga telah membukukan 14 Artikel terindex Scopus,
24 Artikel terindex WOS, dan 240 Dokumen Google Scholar.
Ia juga menyabet beberapa gelar lain seperti, Best Paper AIPAR Australia 2016, Best Paper ISER Malaysia 2015, Best Paper AMCA Manila 2017.
Runner Up Dosen berprestasi Bidang Humaniora Unnes 2016, Sertifikasi Reviewer Internasional Quantum 2017,
peringkat 3 Peneliti Terbaik Bidang Humaniora Unnes 2020, dan peringkat 1 Dosen terproduktif fakultas ilmu pendidikan (FIP) Unnes 2020.
Kini, Farid menjabat sebagai Wakil Dekan Bidang Akademik FIP Unnes dan Sekretaris Umum Himpunan Dosen PGSD Indonesia.
Farid juga aktif terlibat dalam penelitian kolaborasi dengan berbagai universitas luar negeri.
"Saya memang suka nulis dan ngomong (berbicara). Kalau mulai aktif nulis buku sejak 2015 lalu. Alhamdulillah saat ini ada 4 buku terbitan internasional," ujarnya.
Farid tak menyangka, dari pendidikan bisa menghantarkannya ke-23 negera di Eropa, dan Asia.
Semua itu didapatkan dari hasil kerja kerasnya dalam belajar.
Baca juga: Kembali Menguat, Ini Pergerakan Harga Emas Antam Akhir Pekan Ini
Baca juga: Lantik Pengurus Kwartir Ranting Pramuka Karimunjawa, Hesti: Bangkitkan Gerakan Kepanduan
Baca juga: Sebagian Warga di Desa Gempol Ambarawa Kabupaten Semarang Masih Tempati Tenda Darurat
Meskipun sempat pesimistis dengan kondisi perekonomian keluarga yang terbatas.
"Banyak pengalaman yang saya dapat dari kebiasaan di berbagai negara. Yang baik-baik saya coba adopsi di Indonesia. Termasuk metode pengajaran dengan tidak membatasi dosen dan mahasiswa, juga pengajaran yang mengedepankan kedisiplinan tinggi," terangnya. (*)