Berita Semarang
Kisah Dukun Bayi Semarang Kenang Jadi Petugas Pemulasaraan Jenazah Covid-19: Pernah Dibilang Gendeng
Dukun bayi Semarang Lasmiati (51) memiliki kenangan tak terlupakan saat angka kematian Covid-19 alami puncaknya di Kota Semarang beberapa bulan lalu.
Penulis: iwan Arifianto | Editor: moh anhar
Lantaran harus berjibaku dengan puluhan jenazah covid-19 selama berbulan-bulan, ia mengaku, sempat disebut oleh tetangganya gendeng atau gila.
Sebutan itu diberikan lantaran Lasmiati dan kelompoknya berani mengurus jenazah covid-19, meski tak dibayar.
"Iya kami sering dibilang warga manusia tak waras. Mau gimana lagi demi kemanusiaan," ucapnya.
Selain itu, alasannya rela menjadi petugas pemulasaraan jenazah Covid-19 untuk menggugurkan kewajiban umat islam.
Seperti diketahui dalam agama kewajiban mengurus jenazah covid-19 hukumnya fardu kifayah.
"Kami lakukan itu untuk menggugurkan kewajiban umat islam lainnya sebab banyak warga tak mau mengurus lantaran takut," jelasnya.
Meski tak dibayar, ia mengatakan, ikhlas melakukan pemulasaraan.
Baginya panggilan jiwa sebagai relawan harus hadir ketika masyarakat membutuhkan.
"Semua akan terbayar saat kita mampu meringankan beban orang lain. Selain itu Gusti Allah mboten sare, lemah teles Gusti Allah sing bakal bales," terangnya.
Sementara itu,Perwakilan Gunungpati Peduli, Joko susilo (53) mengatakan, komunitas relawan yang berbasis di Gunungpati tersebut membentuk tim Kamboja sebagai respon terhadap tingginya angka kematian Covid-19 saat jalani isolasi mandiri.
Relawan yang tergabung sebanyak sembilan orang beragam latar belakang mulai dari dukun bayi, kuli bangunan, pedagang, dan lainnya.
"Semangat kami sama, menolong demi kemanusiaan, sebab dari awal basic kami sama yaitu sudah lama berkecimpung di dunia relawan. Jadi ga kaget hadapi beragam tantangan di lapangan," katanya.
Meski telah lama berjibaku di bidang relawan, pandemi Covid-19 adalah hal baru terutama soal pemulasaraan jenazah Covid-19.
"Maka kami dilatih oleh dokter spesialis forensik dari RSUP Kariadi yakni dr Uva dalam hal keahlian pemulasaraan. Kami juga diberi motivasi dalam pengabdian tersebut karena saat itu suasana bener-bener kacau sehingga petugas pemulasaraan sangat dibutuhkan," paparnya.
Kondisi yang dimaksut Joko, pernah terjadi saat jenazah Covid-19 terlantar tak ada yang mau mengurusi lantaran keluarga dan warga takut untuk memandikan.