Berita Semarang
Sekolah Semarang Belum Ramah Bagi ADHA, Oknum Guru Masih Lakukan Stigma dan Diskriminasi
Anan memilih bermain perosotan anak daripada menyentuh buku tematik tumbuh-tumbuhan.
Penulis: iwan Arifianto | Editor: sujarwo
"Saya hidup bertahun-tahun hidup satu rumah dengan penderita HIV namun saya tidak tertular karena saya tahu apa itu HIV dan cara penularannya," katanya.
Di sisi lain, selama ini biaya hidup termasuk pembiayaan pendidikan para ADHA dibantu oleh para donatur.
"Dana semua dari pribadi dan donatur. Tak ada dana dari pemerintah sama sekali, tapi kami tetap memberikan yang terbaik bagi para penderita B20 terutama soal pendidikan dan akses kesehatan," ujarnya.
Sementara itu, perwakilan IRIS Collective dan anggota Koalisi AIDS Kota Semarang, Amanda Aulia Cindy membenarkan, bahwa di Kota Semarang masih ada stigma dan diskriminasi terhadap ADHA.
Sebab,pihaknya pernah menangani satu kasus pelajar dikeluarkan dari sekolahnya lantaran kedapatan membawa obat antiretroviral (ARV) yang mana obat ini sangat penting bagi para ADHA.
"Kejadian tersebut di sebuah sekolah di Kota Semarang pada tiga tahun silam," terangnya.
Menurutnya, kejadian stigma dan diskriminasi bagi para penderita HIV merupakan cerita lama. Hal itu terjadi lantaran kurangnya pengetahuan di masyarakat.
"Penularan HIV tak segampang yang orang bayangkan. Ini menjadi problem di masyarakat terutama bagi para ADHA yang banyak berinteraksi dengan banyak orang. Fenomena ini makin dilanggengkan dengan kurangnya pendidikan kesehatan reproduksi (kespro) sejak usia dini," terangnya saat dihubungi Tribunjateng.com, Senin (6/12/2021).
Ia menyebut, kondisi sekolah di Kota Semarang yang masih memberikan diskriminasi dan stigma bagi ADHA dapat diubah dengan melatih tenaga pendidik sekaligus memberikan pendidikan kespro sejak dini.
"Dalam edukasi tersebut dapat disisipkan soal HIV AIDS terutama yang paling penting adalah cara penularannya," ujarnya.
Ia menambahkan, tenaga pendidik dan warga di lingkungan sekolah perlu mengetahui seluk beluk HIV AIDS secara kompeherensif sehingga tak ada lagi stigma negatif.
"Sekolah harus lebih inklusif menerima ADHA di lingkungan pendidikan sebagai hak dasar mereka," bebernya.
Terpisah,Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Semarang Gunawan Satpogiri menyebut, setiap sekolah di bawah nauangnya menerima ADHA untuk bersekolah atas rekomendasi dari Dinas Kesehatan Kota Semarang.
"Pada prinsipnya kami tak menolak ADHA. Tentunya atas sesuai rekomendasi dari Dinkes sebab kami awam soal medis," paparnya saat dihubungi Tribunjateng.com.
Disdik Kota Semarang sejauh ini tak memiliki data berapa jumlah ADHA yang bersekolah di lembaga pendidikan naungan Pemkot.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jateng/foto/bank/originals/anak-hiv-tengah-belajar1.jpg)