Berita Batang
Tolak Relokasi dari Kawah Siglagah Batang, Warga: Selama Kondisi Masih Aman, Masih Bertahan
10 Kepala Keluarga (KK) warga Dukuh Rejosari, Desa Pranten, Kecamatan Bawang, terancam perluasan kawah Siglagah, Gunung Sipandu.
Penulis: dina indriani | Editor: moh anhar
TRIBUNJATENG.COM,BATANG - 10 Kepala Keluarga (KK) warga Dukuh Rejosari, Desa Pranten, Kecamatan Bawang, terancam perluasan kawah Siglagah, Gunung Sipandu.
Pasalnya, jarak rumah mereka cukup dekat dengan Kawah Siglagah yaitu sekitar 10 meteran.
Namun, mereka menolak relokasi yang diajukan Pemerintah Kabupaten Batang.
Satu diantaranya adalah Ahmad Muholil, dia beralasan saat ini lokasi sekitar rumah situasi masih terhitung aman.
Baca juga: Diwarnai Dua Kartu Merah Persebi Boyolali, Persipa Pati Menang Telak 5-0 di Liga 3 Jateng
Baca juga: Persipa Pati Juara Liga 3 Jateng 2021 usai Bantai Persebi Boyolali 5-0 di Partai Final
"Alhamdulillah tidak takut, gimanapun di sini tanah kelahiran, dan jadi ya dipertahankan, memang sering terdengar suara dentuman dalam dua bulan terakhir ini, tapi warga sini menganggap sudah biasa masih aman, memang ada rasa takut, karena di sini juga rawan longsor," tuturnya saat ditemui di kediamannya, Rabu (15/12/2021).
Lebih lanjut, dikatakannya memang ada kawah-kawah kecil yang menyebar di sekitar lokasi dekat Kawah Siglagah.
"Kemungkinan ada sekitar 15 titik, tapi itu kawah-kawah kecil dan selama ini masih tidak terlalu berefek, mudah mudahan tidak pindah, karena kami sudah tentram hidup di sini," ujarnya.
Namun, jika memang kondisi lebih parah atau kawah-kawah kecil semakin melebar maka pihaknya akan mengikuti anjuran Pemkab.
"Kalau untuk saat ini kami masih akan tetap tinggal, tapi kalau seandainya lebih parah lagi, di sini ada Pemkab maka kami akan mengikuti anjurannya bagaimana namun jika ada keluhan dari kami bisa difikirkan jalan keluar yang terbaik untuk masalah relokasinua," jelasnya.
Sementara itu, terkait relokasi Sekretaris Desa Pranten, Ela Nurlaila menyebut sempat ada misskomunikasi antara Desa, BPBD, dan DPRKP.
Awalnya warga antusias mendapat bantuan lewat ruspin (rumah sistem panel instan).
"Dulu 10 rumah itu memang menghendaki relokasi, tetapi kini mereka berfikir untuk hak atas tanah yang nantinya dibuat relokasi," jelasnya.
Sekarang 10 KK bertahan di bawah tebing kawah sipandu.
"Karena 10 rumah itu sudah sertifikat hak milik, sedangkan rencana tukar guling antara tanah kas desa dan tanah hak milik warga butuh proses yang lama," imbuhnya.
Dia menambahkan,untuk deteksi peringatan dini bencana, pihak Pemdes, PT Geo Dipa dan BPBD telah saling berkoordinasi dengan memasang peralatan deteksi bencana.