Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Jateng

Penyelesaian Kasus Secara Diversi Jadi Hal Penting, Eti: Kalau Tidak Psikologis Anak Jadi Taruhannya

Upaya penanganan kasus secara diversi atau penyelesaian penyelesaian perkara di luar pengadilan, untuk Anak Berhadapan Hukum (ABH

Penulis: budi susanto | Editor: Catur waskito Edy
tribunjateng/tabloidnova
ilustrasi 

TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Upaya penanganan kasus secara diversi atau penyelesaian penyelesaian perkara di luar pengadilan, untuk Anak Berhadapan Hukum (ABH) belum sepenuhnya sesuai perundang-undangan.

Penyelesaian secara diversi sudah diamanatkan dalam UU mengenai Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA).

Hal itu juga tertuang dalam UU Sistem Peradilan Pidana Anak Nomor 11 Tahun 2012, untuk mewujudkan keadilan restoratif dengan mengedepankan kepentingan terbaik bagi anak, baik dari segi fisik maupun pisikologis.

Bahkan menurut Eti Oktiviani dari LBH Semarang, penyelesaian secara diversi untuk ABH harus terus diupayakan.

"Anak merupakan subyek yang belum cakap hukum, harus ada pendamping dan penyelesaian kasus harus dilakukan secara berbeda, untuk itu langkah diversi harus diupayakan," paparnya, Selasa (22/2/2022).

Diungkapkannya, jika terlalu dipaksakan untuk menghadirikan anak dalam persidangan, akan mengganggu psikologis anak.

"Psikologis anak jadi taruhannya dan akan berdampak pada masa depan anak jika dalam penyelesaian kasus, anak yang bersangkutan dihadirkan dalam persidangan," paparnya.

Sementara itu, data dari Bapas Semarang, setidaknya 18 kasus yang menyangkut anak ditangani pada 2021 lalu.

Dari total kasus, baru 15 yang bisa diajukan penyelesaian kasus yang melibatkan anak melalui langkah diversi.

Menurut Kepala Seksi Bimbingan Klien Anak Bapas Kelas I Semarang Mardiati Ningsih, 3 kasus tidak bisa diselesaikan secara diversi.

"Hal itu karena adanya ketidaksepakatan antara pihak korban dengan pelaku, yang membuat langkah penyelesaian secara diversi  tidak dapat ditempuh," paparnya.

Diterangkannya, perkara ABH yang didampingi mayoritas pengeroyokan dan kekerasan terhadap anak.

"Kasus yang acapkali kami dampingi karena melanggar Pasal 80 UU 35 Tahun 2014 tentang kekerasan dan pangeroyokan," katanya.

Ditambahkannya, meski beberapa kasus gagal diselesaikan melalui langkah diversi, namun Bapas Semarang tetap mengupayakan menyelesaikan kasus anak secara diversi.

"Upaya penanganan kasus secara diversi terus kami lakukan, Hal ini mengingat ABH tidak lebih baik jika mendekam di Lapas," tambahnya. (*)

Baca juga: Dongeng Anak Sebelum Tidur Sihir Kunang-kunang

Baca juga: Reza Rahardian Temui Ganjar Pranowo, Rencana Gelar Malam Nominasi FFI di Borobudur

Baca juga: Berawal Iseng Bakar Gabus, Rumah Bu Muslim di Cilacap Hangus Terbakar

Baca juga: Aksi Damai Sopir Truk tolak Kebijakan ODOL di Banjarnegara, Truk Dijajar di Pinggir Jalan Nasional

Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved