Kemunculan Tahu Mini Tegal Imbas Harga Kedelai Tak Kunjung Turun, Simbol Bertahan Produsen Tahu
Istilah tahu mini muncul di Kabupaten Tegal pasca kenaikan harga kedelai yang tak kunjung turun.
Penulis: Desta Leila Kartika | Editor: Daniel Ari Purnomo
TRIBUNJATENG.COM, SLAWI - Imbas dari harga kedelai yang masih mengalami kenaikan cukup signifikan yaitu Rp 10.900.
Padahal semula kisaran Rp 7.000 per kilogram, membuat produsen atau penjual tahu maupun tempe harus memutar otak supaya tetap bisa bertahan.
Seperti halnya Samiun, produsen tahu asal Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal yang terpaksa mengecilkan ukuran tahu supaya tetap bisa berproduksi.
Istilah itu jadi tahu mini.
Ditemui saat sedang memantau para karyawan nya membuat tahu di rumah produksi alamat Dukuh Pesalakan, Desa Adiwerna, RT 28/RW 04, Kecamatan Adiwerna, Kabupaten Tegal, Samiun mengaku sangat terdampak dengan adanya kenaikan harga kedelai yang sudah terjadi sebulan terakhir.
Bahkan ia sampai mengatakan tidak berdaya dengan kondisi yang sedang terjadi saat ini.
Samiun cukup dilema karena tidak mungkin menaikkan harga karena pasti diprotes pelanggannya.
Sehingga mengecilkan ukuran tahu dipilihnya sebagai upaya bertahan di industri pembuatan tahu Tegal.
"Kalau saya biasanya sebelum harga naik, rata-rata menghabiskan sampai 1 kuintal (100 kilogram) kedelai per hari. Tapi sekarang ini berkurang hanya 75 kilogram saja, itu pun belum tentu tahu semuanya habis terjual. Sehingga memang sangat terdampak, saya tidak berdaya, karena mau menaikkan harga juga tidak bisa, akhirnya saya meperkecil ukuran tahu nya," ungkap Samiun, pada Tribunjateng.com, Kamis (3/3/2022).
Ditanya mengenai pengurangan ukuran tahu sampai berapa, Samiun menuturkan sekitar 20 persen dari bentuk biasanya.
Sedangkan untuk harga jual tahu sendiri bergantung ukurannya apakah kecil, sedang, dan besar.
Untuk tahu ukuran sedang yang banyak diminati terutama penjual di pasar tradisional, harga ekonomis nya Rp 400 - Rp 500 per biji.
Sedangkan harga tertinggi yaitu ukuran besar Rp 1.000 per biji itupun kebanyakan untuk acara tertentu.
"Ya kalau saya harapannya ada perhatian khusus dari pengampu kebijakan terkait kepada saya dan teman-teman produsen tahu lainnya. Entah memberikan subsidi kedelai ataupun lainnya, karena kalau mahal seperti ini terus ya susah juga," harapnya.
Menjalankan usaha pembuatan tahu turun temurun dari kedua orangtuanya, dalam proses produksi, Samiun dibantu lima orang karyawan yang memiliki tugas atau bagian masing-masing.
Ada yang mencetak tahu, mencuci, mengukus, meniriskan, menyaring kedelai, dan lain-lain.
"Karena saya dan karyawan disini sudah seperti keluarga, maka tidak tega rasanya jika sampai ada yang diberhentikan, belum lagi perlu memberikan pesangon juga. Jadi ya kami prihatin bersama karena memang kondisinya lagi seperti ini," terangnya.
Ditanya apakah dari pemerintah pusat maupun daerah sudah memberikan bantuan atau pun lainnya, Samiun mengatakan belum ada sama sekali dan komunikasi pun belum ada.
Samiun berharap harga kedelai bisa segera turun minimal sama dengan pada saat awal-awal pandemi Covid-19 yaitu Rp 7.000 per kilogram.
"Alhamdulillah setiap harinya masih bisa produksi, kalau pun ada sisa ya strateginya mengurangi jumlah kedelai nya. Katakan hari ini 100 kilogram, karena di pasar tahu masih sisa maka selanjutnya dikurangi 10 atau 25 kilogram. Semisal semakin banyak yang tidak terjual ya kami libur tidak produksi, menghabiskan tahu yang ada di pasar," tandasnya. (dta)