OPINI
OPINI Marjono: Crazy Rich di Simpang Jalan
Tapi tak demikian adanya dengan kawan-kawan yang punya kemampuan dengan skill yang memadai, sehingga mereka bisa menciptakan lapangan kerja maupun usa
Kedua, melakukan bisnis riil jauh lebih nyaman dan tenang ketimbang bisnis fiktif atau abal-abal seperti praktik di atas. Karena kita dapat mengontrol langsung bagaimana perputaran auang dalam setiap usaha kita. Memang segala bisnis itu berisiko, tapi sekurangnya absen bahkan nihil risiko hukum, karena tidak ada unsur tipu-tipu maupun menyedot dana masyarakat yang berakhir menyengsarakannya.
Ketiga, mau belajar kepada praktisi maupun best practice lain yang jelas sudah punya evidence atas sukses usaha dengan segenap fluktuasi risiko secara ekonomi. Bisa juga lewat ruas-ruas pembelajaran dari buku, virtual dan atau melalui agenda diskusi yang ditebar di mana-mana.
Model demikian justru akan membuka pikiran kita, tak hanya bertumpu pada monopoli pada satu kepala, tapi pada banyak kepala semakin mengkayakan proses bisnis otak kita. Pada point ini kita bisa menjadi kawan diskusi yang baik dan lawan berpikir yangt mumpuni, termasuk dalam bisnis, investasi dan usaha lainnya.
Membaca referensi dan regulasi rupanya bisa sedikit menyantuni kefakiran otak dan Langkah kita sehingga tak terbentur pada pundi-pundi ekonomi yang salah. Bisnis ini miskin nilai edukasi di dalamnya, masyarakat hanya dicekoki menjadi generasi pemalas tanpa kerja keras. Tanpa berpikir dan beranalisa.
Pada beberapa masyarakat juga sebagian masih meyakini jejak spiritual yang berbau mistis untuk mendatangkan uang yang berlimpah dengan syarat dan ketentuan yang berlaku. Ada yang ke Kemukus, pergi ke Srandil atau bertapa di Kahyangan, menepi di hutan atau bermandi di laut bebas, dan sebagainya.
Hal-hal irasional ini rupanya masih menjadi “semen,”: bagi pemuja harta secara instan. Padalah mereka ini juga orang-orang yang paham secara hukum logika maupun bisnis, tapi lajur itu pun nekat ditempuh. Kadang reasoning mereka cukup klise, “kepepet.” Daya dobrak kepepet atau terdesak kebutuhan inilah yang menjadi pledoi manakala orang-orang termasuk anak muda berbisnis di simpang jalan.
Terakhir, perlu konsisteni dalam meneguhkan cita-cita, termasuk dalam dunia bisnis yang sudah menjadi keputusannya, sehingga tidak belak-belok atau nikang-nikung tapi tetap lempang pada jalur yang menjadi spirit dan mimpinya. Tak usah gampang tergeser dengan segala iming-iming dengan terus melakukan kreasi dan inovasi dalam menjalankan bisnis atau usahanya.
Muluk-muluk
Tak usah kegedhen empyak kurang cagak atau tak perlu muluk-muluk dan harus disesuaikan dengan budget dan penghasulan kita. Kasus Indra Kenz dan Doni Salmanan dengan binomo dan quotex mesti menjadi penanda momentum kebangkitan bagi penyadaran kita untuk eling lan waspada, seperti disarankan Pujangga besar Ronggowarsito silam, include bisnis-bisnis yang tak murah ini kembali ke bisnis riil yang siklusnya tak mengandalkan daya muslihat.
Investasi full muslihat seperti investasi bodong yang sedang viral dengan actor para crazy rich suka tak suka, diakui atau tidak diakui satu demi satu terbuka kedoknya, berangsur berguguran, dan sekarang pilihan itu di tangan kita : madu atau racun. Hari ini, Tiji Tibeh : mukti siji mukti kabeh (mukti satu mukti semua) tidak terbukti dan yang ada hanya Tiji Tibeh alias mati siji mati kabeh, seperti binomo dan qotex, Indra Kenz dan Dony Salmanan sudah kita berangus, besok siapa lagi. Kita menanti langkah seksi ini.
Satu hal lagi, jalan edukasi dengan meningkatkan literasi saham, keuangan, pajak, investasi legal, ekonomi, bisnis virtual lainnya penting di ketengahkan ke masyarakat agar tidak terjeblos dalam kawah kenestapaan. Mawas diri, inovasi dan meralat capaian prestasi menjadi bagian kunci keluar dari jerat kusam ini. (*)