Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Fokus

Fokus: Jadi Ukuran Mana yang Minoritas dan Prioritas

Malam 1 Suro sebagaimana dijelaskan pada laman resmi Kemendikbud RI tentang Satu Suro, adalah awal bulan pertama Tahun Baru Jawa yakni di bulan Suro.

Penulis: m nur huda | Editor: m nur huda
Dok
Tajuk Ditulis Oleh Jurnalis Tribun Jateng, M Nur Huda. 

Tajuk Ditulis Oleh Jurnalis Tribun Jateng, M Nur Huda

TRIBUNJATENG.COM - Malam 1 Suro sebagaimana dijelaskan pada laman resmi Kemendikbud RI tentang Satu Suro, adalah awal bulan pertama Tahun Baru Jawa yakni di bulan Suro. Penanggalan inimengacu pada kalender Jawa.

Kalender Jawa secara resmi dikenalkan oleh Raja Kerajaan Mataram Islam yaitu Sultan Agung yang memerintah pada 1613 -1645. Karena itu pula sistem penanggalan ini disebut juga sebagai Kalender Sultan Agungan.

Kalender Jawa sendiri berdasarkan penggabungan pada penanggalan hijriyah atau kalender Islam, kalender masehi, dan Hindu.

Adapun, malam 1 Suro merupakan malam pertanda awal bulan pertama dalam kalender Jawa. Malam 1 Suro juga bertepatan dengan 1 Muharram dalam kalender Hijriah atau kalender Islam. Tahun ini, malam 1 Suro dan 1 Muharram jatuh pada Jumat 29 Juli 2022 lalu.

Malam 1 Suro diperingati malam hari setelah maghrib pada hari sebelum tanggal 1 Suro. Hal itu karena dalam kalender Jawa pergantian hari dimulai saat matahari terbenam dari hari sebelumnya, bukan tengah malam sebagaimana pergantian hari dalam kalender masehi.

Di masyarakat Jawa, malam 1 Suro begitu istimewa. Biasanya, dilakukan ritual oleh berbagai kelompok masyarakat. Semisal di lingkungan Keraton Jawa yakni Kasunanan Surakarta dan Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, digelar ritual Kirab Mubeng Beteng sambil membawa benda-benda pusaka keratin, dan lainnya.

Sedangkan di kalangan masyarakat muslim Tanah Air, digelar pembacaan doa bersama. Selain melakukan evaluasi diri, juga berharap mendapatkan kebaikan dalam waktu mendatang.

Di beberapa daerah, banyak masyarakat yang memanfaatkan malam 1 Suro dengan berendam atau ‘kungkum’ di sumber mata air. Semisal di curug, bahkan di tempuran sungai yakni pertemuan antara dua aliran sungai atau lebih.

Sebagaimana diberitakan Tribun Jateng, ritual kungkum juga dilakukan di pertemuan dua sungai yaitu Kali Garang dan Kali Kreo Kota Semarang, tepatnya lebih dikenal dengan Tugu Suharto. Prosesi kungkung bahkan hingga berlangsung selama tiga jam.

Baca juga: Tradisi Kungkum di Tugu Suharto Semarang Saat Malam 1 Suro

Ritual kungkum itu menurut mereka sebagai cara dan simbol untuk membersihkan diri dan merenungi kesalahan. Selain itu sebagai pijakan untuk melangkah ke tahun-tahun mendatang agar lebih mawas diri.

Terlepas dari berbagai ritual tradisi tersebut, momentum kemarin dalam hal ini malam pergantian tahun dijadikan sebagai sarana evaluasi diri, mengukur diri, baik hubungan kekerabatan, pertemanan, dan hubungan dengan Illahi.

Adanya evaluasi diri ini, tentu akan mampu mengukur skala prioritas dan skala minoritas dalam mengambil keputusan di waktu mendatang dalam hubungan sosial kemasyarakatan, terutama dengan Tuhan Yang Maha Esa (YME).(*/tribun jateng cetak)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved