Berita Semarang
Rektor dan Ketua Yayasan Dilaporkan ke Polisi karena Bangun RS di Tanah Warisan Masih Sengketa
Rektor Unimus dilaporkan ke Polda Jateng akibat membangun rs di atas tanah warisan.
Penulis: rahdyan trijoko pamungkas | Editor: sujarwo
TRIBUNJATENG.COM, SEMARANG - Rektor Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus) dilaporkan ke Polda Jateng akibat membangun rumah sakit di atas tanah warisan Jalan Kedungmundu yang masih sengketa.
Rektor dituding pengadaan lahan untuk rumah sakit tanpa melihat asal usul atas hak.
Selain rektor, ketua Yayasan Muhammadiyah juga ikut terseret dilaporkan ke polisi oleh ahli waris pemilik tanah.
Penasihat hukum ahli waris, Mirzam Adli mengatakan tanah yang dibangun pihak Muhammadiyah untuk rumah sakit pendidikan. Buntut pembangunan tersebut pihaknya melaporkan ke Polda Jateng pasal 263,266, dan 385 KUHP.

"Setelah kami telusuri itu tanah awalnya C Desa. Tapi tiba-tiba muncul izin garap di tahun 2019. Pada izin garap tersebut dibuat terdapat keterangan waris. Namun nama waris yang dicantumkan bukan dari nama pemilik lahan," tuturnya, Kamis (1/9/2022).
Menurutnya, tanah tersebut bukanlah tanah liar dan tanah negara. Pemilik di lahan tersebut juga telah membayar pajak bumi dan bangunan (PBB).
"Fatalnya letak tanah yang dibangun rumah sakit oleh Muhammadiyah tidak sesuai dengan sertifikat dibawa oleh kampus tersebut. Jika sesuai sertifikat luas tanah 4 ribu dan letaknya jauh dari lokasi tersebut atau sekitar 500 meter," imbuhnya,
Menurutnya, tanah milik kliennya disertifikatkan oleh perantara yang seolah-olah merupakan ahli waris dari pemilik tanah yakni MS. Pada sertifikat tersebut ahli waris yang menerima jumlahnya berbeda.
"Anak dari pemilik tanah 10 tapi tertera di dalam sertifikat 8 orang. Tapi yang menjual tanah itu ke Muhammadiyah tidak tahu dimana letak tanahnya," tutur dia.
Dikatakannya, tanah tersebut pada tahun 1985 disewakan untuk kuburan. Namun saat itu pemilik tidak mempunyai jaringan untuk menyewakan tanah tersebut dan akhirnya diserahkan ke perantara.
"Awal-awal setoran ke ahli waris. Hingga akhir tahun 2016 tanah itu tidak boleh disewakan untuk kuburan. Tapi perantara tersebut ingin menguasai tanah itu dan tidak mau mengembalikan ke ahli waris dengan alasan pemilik sudah meninggal dunia," ujarnya.
Ia menuturkan ada 14 orang yang dilaporkan. Dua diantaranya yang ikut menjadi terlapor adalah Rektor Unimus Masrukhi, dan Ketua Pengurus Yayasan Muhammadiyah Djoko Suprayatno.
"Mereka membeli kepada orang yang tidak benar, dan seharusnya mengecek sertifikat apakah betul di sana," tandasnya.

Sementara itu Wakil Rektor 2 Unimus Hardiwinoto menyayang Unimus dibawa-bawa pada konflik tersebut. Pihaknya mengklaim membeli tanah untuk rumah sakit telah bersertifikat.
"Sertifikat yang kami beli tidak ada nama Roemi (pemilik tanah). Jadi kami membeli waktu itu ada dua sertifikat atas nama berinisial W dan M," ujarnya.