OPINI
Opini Vegawati Kusuma A: Memaksimalkan Potensi Generasi Z dalam Perusahaan
JUMLAH penduduk usia produktif mencapai 40 persen dari total penduduk Indonesia dan pada tahun 2022. Angka ini akan melonjak hingga 50 persen sampai 6
Opini Ditulis Oleh Vegawati Kusuma A, SPsi (Mahasiswa Magister Profesi Psikologi Unika Soegijapranata)
TRIBUNJATENG.COM - JUMLAH penduduk usia produktif mencapai 40 persen dari total penduduk Indonesia dan pada tahun 2022. Angka ini akan melonjak hingga 50 persen sampai 60 persen. Dan pada saat bersamaan generasi Z (Gen Z) sudah memasuki dunia kerja.
Dikutip dari web kominfo, ada hampir 28 persen penduduk Indonesia termasuk dalam kategori generasi Z dan kelompok usia tertinggi kedua adalah generasi milenial sebesar hampir 26 persen.
Merujuk pada Bencsik, Csikos & Juhaz (2016), generasi Z adalah generasi yang lahir antara tahun 1995 hingga tahun 2010. Diskusi mengenai Gen Z di dunia kerja, kurang mendapat respon yang tajam seiring dengan perhatian organisasi yang terhenti pada Generasi Y atau generasi milenial.
Padahal kemajuan pada periode gen Z membuatnya memiliki karakter yang lebih unggul daripada generasi sebelumnya. Menurut survei yang dilakukan oleh Harris Poll (2020), sebanyak 63 persen Gen Z tertarik untuk melakukan beragam hal kreatif setiap harinya.
Kreatifitas tersebut turut dibentuk dari keaktifan Gen Z dalam komunitas dan sosial media. Hal ini relevan dengan sejumlah studi yang mengidentifikasi bahwa Gen Z merupakan generasi yang erat dengan teknologi (digital native), sebagaimana mereka lahir di era ponsel pintar, tumbuh bersama dengan kecanggihan teknologi komputer.
Dan mereka memiliki keterbukaan akan akses internet yang lebih mudah dibandingkan dengan generasi terdahulu. Mereka menikmati kemandirian dalam proses belajar dan mencari informasi, sehingga membuatnya senang untuk memegang kendali akan keputusan yang mereka pilih.
Plus Minus
Di balik kelebihan yang dimiliki Gen Z, mereka tidak terlepas dari kekurangannya. Survei yang dilakukan oleh Kronos Incorporated (2019) menemukan bahwa Gen Z memiliki karakter yang tidak terlalu percaya diri untuk memasuki dunia kerja. Dan cenderung mengkhawatirkan kemampuan mereka untuk sukses di dunia kerja.
Setidaknya, terdapat tiga hambatan emosional yang dialami Gen Z sehingga menciptakan ketidakpercayaan diri akan pencapaian secara profesional, diantaranya kecemasan, kurangnya motivasi, dan adanya perasaan rendah diri. Gen Z juga memiliki karakter yang kurang fokus dalam pekerjaan yang terikat jangka panjang, mereka lebih menyukai bekerja secara freelance atau per-proyek, serta berwirausaha.
Pindah Kerja
Segaris dengan hal tersebut, generasi Z memiliki presentase kesetiaan kerja yang cukup rendah dibandingkan generasi sebelumnya. Milenial cenderung melakukan pindah kerja setelah 1-2 tahun masa kerja, sedangkan Gen Z ini bisa saja berpindah kerja pada periode 6-12 bulan saja. Salah satu penyebab diantaranya Gen Z sangat memperhatikan perkembangan dan kemajuan karir, jika tidak mendapatkan hal ini gen Z sangat berani untuk berpindah pekerjaan.
Ketidakmampuan perusahaan dalam memfasilitasi keinginan Gen Z dalam berorganisasi akan menyebabkan tingkat turn-over yang tinggi pada generasi Z. Turn over adalah proses keluar-masuknya karyawan di suatu perusahaan. Tingkat turnover karyawan yang terlalu tinggi dapat menimbulkan banyak kontraksi dalam perusahaan. Bisa mempengaruhi ekosistem perusahaan, bahkan produktivitas menurun. Tentu hal ini berdampak pada menurunnya pendapatan atau finansial perusahaan.
Padahal perusahaan yang rekrut karwayan baru, juga melakukan proses pelatihan, tentu membutuhkan biaya lagi. Dampak lain dari turnover (keluar masuk karyawan) yang tinggi, mempengaruhi mental kerja karyawan yang bertahan. Mereka yang bertahan, alias setia loyalitas kepada perusahaan, rawan terpengaruh oleh seringnya karyawan baru datang dan pergi dalam waktu singkat. Kondisi ini berpengaruh pada budaya perusahaan yang kurang baik.
Mereka yang bertahan akan melihat turnover sebagai suatu hal yang normal, dan kecenderungan untuk ikut tergoda untuk meninggalkan perusahaan. Oleh karena itu, sebaiknya perusahaan membuat langkah mengatasi fenomena ini.