Dongeng Sebelum Tidur Pemahat Kayu dan Patung Anak Sapi
Di sebuah desa yang makmur, semua penduduknya hidup berkecukupan. Namun, ada seorang pemahat patung yang hidup sangat miskin.
Penulis: Ardianti WS | Editor: galih permadi
TRIBUNJATENG.COM - Di sebuah desa yang makmur, semua penduduknya hidup berkecukupan.
Namun, ada seorang pemahat patung yang hidup sangat miskin.
Pemahat ini ingin sekali memiliki seekor anak sapi.
Namun, karena tak punya cukup uang, ia pun memahat sebatang kayu menjadi patung anak sapi.
Anak sapi buatan si Pemahat ini sangat mirip dengan anak sapi betulan. Kepala dan ekornya pun bisa bergerak-gerak.
Sepintas, tak ada yang bisa membedakan anak sapi kayu ini dengan anak sapi betulan.
Pemahat ini pun telah menganggap anak sapi kayu itu sebagai hewan kesayangannya.
Baca juga: Kalender Jawa Sabtu 29 Oktober 2022, Watak Weton Sabtu Pon Sosok Sabar
Baca juga: Ini Dua Aplikasi Layanan Lingkungan Hidup di Kota Tegal, Bertujuan Tingkatkan Retribusi
Baca juga: Meriahnya Hari Sumpah Pemuda di Kota Tegal, Ribuan Orang Menari Tari Geyol Gagasan Dedy Yon
“Anak sapi ini masih kecil sekarang. Tapi nanti, dia akan menjadi sapi dewasa yang besar dan sehat,” gumamnya sambil mengelus kepala anak sapi kayu itu.
Suatu hari, lewatlah seorang pemuda di depan rumah si Pemahat. Pemuda ini adalah seorang gembala. Hari itu, ia sedang libur dan tidak menggembalakan ternaknya.
“Maukah kau membawa anak sapiku ke padang rumput yang terbaik? Kalau kau mau, aku punya hadiah untukmu,” sapa si Pemahat. Si Gembala yang masih muda ini langsung mengangguk.
“Kalau kau memberiku hadiah, tentu saja aku mau,” ujar si Gembala.
“Anak sapi ini masih sangat muda dan belum bisa berjalan. Jadi kamu harus menggendongnya. Ambillah tongkat gembala hasil pahatanku ini sebagai hadiah untukmu,” ujar si Pemahat lagi. Ia memberikan pada si Gembala sebatang tongkat gembala dari kayu yang diukir indah.
Gembala itu sangat gembira menerima hadiah itu. Ia segera menggendong anak sapi kayu itu dan membawanya ke padang rumput. Akan tetapi, setiba di padang rumput, si Gembala agak malas menjaga anak sapi kayu itu.
“Anak sapi ini bertubuh kecil, tetapi berat, Pasti dia suka makan banyak. Aku biarkan saja dia sendirian berkeliling padang rumput. Kalau sudah puas makan, baru aku jemput,” pikirnya.
Gembala lalu meninggalkan anak sapi itu begitu saja di padang rumput. Ia pun tidur-tiduran di bawah pohon.