Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Liputan Khusus

Polda Jateng Efektifkan Tilang Elektronik Dilengkapi Tilang Manual, Ini Tanggapan Warga

Tilang manual diterapkan lagi mulai Januari 2023. Polri memberlakukan tilang manual beriringan dengan Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE)

Capt foto / Iwan Arifianto
Polisi memerintahkan kelengkapan surat dari pengedara motor yang melintas di Jalan Kaligawe , Genuk, kota Semarang. 

"Edukasi ini harus dilakukan secara masif dan berkelanjutan. Jangan hanya sifatnya sementara saja. Kalau etika tidak ada, mau ada tilang elektronik atau manual ya tetap ada saja pelanggaran lalu lintas," tambahnya.

Pihaknya bersama anggota komunitas lain lebih sepakat tilang elektronik dikombinasi dengan tilang manual.

Namun dengan catatan tidak ada oknum polisi yang bermain.

"Kalau anggota komunitas itu lebih tahu keselamatan berkendara. Meskipun kadang kelengkapan kendaraan vespa itu ada kurangnya juga. Tapi terus saya edukasi supaya bisa jadi contoh pengendara lain. Spion itu fungsinya banyak, tapi kadang disepelekan," kata Arta.

Dirinya juga ingin pemerintah lebih ketat lagi dalam mengeluarkan SIM. Jangan ada calo-calo yang bisa membantu membuatkan SIM tanpa perlu tes. Sebab, pemegang SIM perlu tahu apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan di jalan.

"Punya SIM ya harus tahu di jalan raya itu seperti apa. Termasuk uji KIR itu diperketat lagi. Agar tidak ada kendaraan ODOL," harapnya.

Gagal Uji SIM

Berawal saat terjaring razia kelengkapan kendaraan, membuat Rozi akhirnya memutuskan untuk membuat SIM.

Namun demikian dia gagal dalam ujian praktik. Dia menyadari pentingnya SIM karena sebagai legalitas yang menunjukkan bahwa seseorang layak mengemudikan kendaraan di jalan.

"Sebelum kena tilang, saya pernah coba membuat SIM tapi gagal. Saat itu gagal karena ujian praktiknya tidak lolos. Padahal saya sudah ditawari oleh calo untuk membuat SIM. Tapi saya tak mau karena itu tindakan curang," jelasnya.

Kesal karena sudah gagal mendapatkan SIM, Rozi memutuskan untuk mencoba membuat SIM lagi beberapa bulan kemudian. Hasilnya sama saja, dia tidak lolos karena hasil ujian praktiknya kurang memenuhi standar yang ditentukan.

"Ya sudah, saya pikir tidak perlu SIM lagi asal tidak melanggar lalu lintas di jalan. Eh kok nggak lama setelah itu saya kena tilang karena ada operasi," ujarnya.

Setelah itu Rozi terpaksa harus mengikuti sidang untuk mengambil barang bukti tilang berupa STNK motornya. Ia merasa capek saat sidang karena harus antre lama dan membayar denda.

"Benar-benar pengalaman yang tidak enak. Akhirnya saya coba lagi tapi pakai jalan pintas saja. Kebetulan teman saya mengenalkan seseorang yang bisa membuat SIM tanpa tes. Meskipun lebih mahal biayanya, yang penting saya punya SIM," tuturnya.

Berbeda dengan Rozi. Lukman lebih memilih membuat SIM sejak usianya menginjak 18 tahun. Dirinya sadar sebelum mengendarai motor di jalan umum perlu kelengkapan surat-surat agar aman.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jateng
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved