Berita Semarang
Ngesti Sebut Program Pemurnian Lahan Sawah di Kabupaten Semarang Bisa Kurangi Penggunaan Pupuk Kimia
Bupati Ngesti Sebut Program Pemurnian Lahan Sawah di Kabupaten Semarang Bisa Kurangi Penggunaan Pupuk Kimia Hingga Seratusan Kilogram
Penulis: Reza Gustav Pradana | Editor: Catur waskito Edy
TRIBUNJATENG.COM, UNGARAN - Bupati Semarang, Ngesti Nugraha menyampaikan, program pemurnian tanah pertanian di wilayah yang dipimpinnya akan terus ditingkatkan pada 2023 ini.
Dengan tujuan mendukung kesejahteraan petani, maka para petani akan terus didorong menggunakan pupuk organik untuk mengembalikan kesuburan tanah.
Sawah yang digunakan sebagai percontohan program itu yakni sawah seluas satu hektare milik kelompok Tani Makmur 1 yang ada di Desa Brongkol, Kecamatan Jambu.
Ngesti sendiri turut memanen padi di sawah demplot tersebut pada Rabu (25/1/2023).
Menurut dia, dari program itu, penggunaan pupuk kimia di lahan tersebut bisa berkurang sebanyak 120 kilogram karena dicampur dengan pupuk organik.
“Mulanya per hektare membutuhkan pupuk kimia sebesar 250 kilogram, namun dengan adanya pemurnian tanah ini penggunaan pupuk kimia berkurang menjadi 130 kilogram,” katanya.
Pupuk organik yang digunakan sendiri memanfaatkan limbah kotoran hewan ternak, seperti ayam, sapi dan lain sebagainya.
Nantinya limbah kotoran hewan tersebut difermentasi dan dicampur dengan dolomit atau E4.
Program itu tak hanya diterapkan di Desa Brongkol, melainkan di kecamatan-kecamatan lain di Kabupaten Semarang.
Sejauh ini, lanjut Ngesti, sudah terdapat masing-masing satu hektare di 16 kecamatan yang mendapatkan program itu.
Nantinya, dia berencana menganggarkan kembali untuk anggaran perubahan 2023 untuk program pemurnian tanah seluas 100 hektare.
“Secara bertahap akan kami upayakan agar seluruh sawah tidak ada penggunaan pupuk kimia agar hasil padi yang dipanen menjadi beras organik yang sehat sehingga harga berasnya pun bisa menjadi tinggi,” katanya.
Ngesti menandaskan, para petani juga perlu mendapatkan edukasi tentang alat-alat pertanian yang lebih modern seperti alat penanam padi (transplanter) dan juga drone penyemprot obat untuk menghilangkan hama.
Secara teknis, penggunaan transplanter hanya membutuhkan waktu empat jam untuk menanam padi.
Sementara jika dengan cara manual membutuhkan sekitar dua hari atau 14 jam. (*)
Baca juga: Polda Jateng Sebut Tambang Ilegal di Magelang Sudah Tutup, Blora Masih Proses
Baca juga: Penyebab Aplikasi Kencan Laku Keras di Kalangan Anak-anak, Sosiolog UNS Beberkan Hal Ini
Baca juga: Wawalkot Pekalongan Salahudin Dorong Baznas Masifkan Penyaluran Zakat Produktif
Baca juga: Ini Alasan Dian Sastro Sering Tolak Permintaan Foto Penggemar, Bukan Karena Sombong
Kuasa Hukum Korban Lomba Tari Desak Polda Jateng Segera Tetapkan Tersangka |
![]() |
---|
Jalur Sudah Pulih, Sejumlah Kereta Api di Daop 4 Masih Batal Jalan |
![]() |
---|
20 Sekolah Se-Jawa Tengah Ikuti Lomba Kreasi Baris-berbaris dan Tata Upacara Bendera di Semarang |
![]() |
---|
Kisah Unik Damkar Kembali Terjadi! Kambing 3 Hari Hilang, Ternyata Nyemplung Sumur di Margoyoso |
![]() |
---|
Heboh Suara Misterius dari Sumur di Rumah Kosong, Damkar Semarang Sampai Turun Tangan, Ini Hasilnya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.