Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Opini

Opini Mukhamad Zulfa: Tantangan Abad Kedua Nahdlatul Ulama

MEMASUKI Abad kedua Nahdlatul Ulama (NU) dalam penanggalan hijriyyah menjadi kebanggaan dan tantangan. Selasa, 16 Rajab 1444 H menjadi tanda memasuki

Editor: m nur huda
tribunjateng/cetak
Opini Ditulis Oleh Mukhamad Zulfa (Sekretaris RMI Nahdlatul Ulama Kota Semarang) 


Opini Ditulis Oleh Mukhamad Zulfa (Sekretaris RMI Nahdlatul Ulama Kota Semarang)

TRIBUNJATENG.COM - MEMASUKI Abad kedua Nahdlatul Ulama (NU) dalam penanggalan hijriyyah menjadi kebanggaan dan tantangan. Selasa, 16 Rajab 1444 H menjadi tanda memasuki organisasi besutan ulama ini terus hidup dan berkembang. Tema yang diusung dalam perhelatan di Sidoarjo “Mendigdayakan Nahdlatul Ulama Menjemput Abad Kedua Menuju Kebangkitan Baru”.

Helatan di Sidoarjo ini dimulai tengah malam (pukul 00.00) selama 24 jam non stop. Dimulai dengan pembacaan doa, shalawatan dan istighotsah. Presiden pun menghadiri kegiatan ini pada pagi hari. Selain kegiatan khas keagamaan terdapat karnaval budaya, bazar UMKM dan penampilan Maher Zein, Rhoma Irama, Slank dan ISHARI.

NU tak akan lepas dari diskursus pemikiran karena memang terdiri dari para orang alim. Sebelum helatan di Sidoarjo dilangsungkan Muktamar Fikih Internasional Peradaban I (6/2) di Surabaya. Muktamar ini merupakan serangkaian dari Halaqah Fiqih Peradaban yang telah berlangsung mulai (11/8/2022) di 250 lokasi. Forum ini merupakan forum internal umat Islam di seluruh dunia yang merupakan lanjutan dari Forum Religion Twenty (R20) yang melibatkan para pemimpin agama-agama di dunia yang kemarin digelar (2-3/11/2022).

Fikih Peradaban

Ada beberapa butir piagam rekomendasi hasil Muktamar Fikih Peradaban. Di antaranya menolak sistem khalifah. Namun, sistem ini malah menunjukkan kekacauan karena mengakibatkan perang yang pada akhirnya akan selalu didampingi dengan penghancuran yang luas atas rumah ibadah, hilangnya nyawa manusia, hancurnya akhlak, keluarga, dan harta benda.

Dalam pandangan Nahdlatul Ulama, cara yang paling tepat dan manjur untuk mewujudkan kemaslahatan umat Islam sedunia (al-ummah al-islamiyyah) adalah dengan memperkuat kesejahteraan dan kemaslahatan seluruh umat manusia, baik muslim atau non-muslim serta mengakui adanya persaudaraan seluruh manusia, anak cucu Adam (ukhuwah basyariyyah).

Dunia yang terus berubah dalam tiap detiknya juga akan mengubah wajah NU pada abad kedua. Banyak sekali tikungan sejarah yang tak terduga. Bahwa penataan keanggotaan NU tak bisa dihitung secara matematis hingga sekarang, yang ada adalah warga NU. Berbagai persoalan mulai ideologi, politik, ekonomi, sosial, hukum, kebudayaan, pertahanan dan keamanan bermanuver sedemikian rupa. Karena memang perkembangan teknologi juga tak terhindarkan.

Dengan ada pemahaman bahwa proses transformasi dari warga menjadi anggota memiliki waktu yang lama. Gus Yahya dalam buku “PBNU Perjuangan Besar Nahdlatul Ulama” menyampaikan alternatif yang disodorkan adalah struktur jamiyyah NU.

Dari PBNU hingga ke ranting-ranting, harus menjalankan fungsi-fungsi utama melakukan, operasionalisasi strategi menuju capaian-capaian visioner, menyediakan pelayanan untuk umum, menetapkan aturan-aturan (regulasi) untuk mengakses layanan yang disediakan dan menggalang bermacam-macam sumberdaya dan mendistribusikannya.

Maka, apa yang disampaikan Anton Prasetyo (Tribun Jateng, 6/2) sebagai optimisme menjadi pijakan penting untuk bergerak mencapai tujuan. Selain itu, Pengurus Besar NU (PBNU) masa Khidmah 2022-2027 telah membentuk tiga badan khusus (9/3/2022).

Tiga badan tersebut adalah Badan Pengembangan Administrasi Keorganisasian dan Kader, Badan Pengembangan Jaringan Internasional, dan Badan Pengembangan Inovasi Strategis. Tiga badan ini dibentuk mengingat kebutuhan yang mendesak serta merespon setiap pergerakan yang membutuhkan perhatian khusus.

Ramah dan Moderat

Tentu tantangan peradaban berbeda-beda. Komite Hijaz sebagai cikal – bakal NU juga merespon perkembangan peradaban yang terjadi di Haramain pada waktu itu. Sekarang ini, dunia membutuhkan wajah keberislaman yang ramah dan moderat. Hal inilah yang hendak diwujudkan NU. Dengan cara akselerasi pembangunan kapasitas kader secara masif dan progresif dimulai dengan membangkitkan intelektualisme, teknokrasi dan kewirausahaan.

Secara organisasi Nahdlatul Ulama memiliki Syuriyah yang bertugas dan berwenang membina dan mengawasi pelaksanaan keputusan-keputusan organisasi. Para Syuriyah di masing-masing tingkatan biasanya dipilih oleh Ahlul Halli Wal Aqdi kyai yang memiliki pesantren. Karena secara wawasan memiliki pandangan yang luas terhadap ilmu keagamaan. Selain itu terdapat Tanfidziyyah sebagai pelaksana organisasi serta ada A'wan dan Mustasyar.

Peradaban Islam Nusantara yang didengungkan Nahdlatul Ulama menjadi pondasi. Selama ini Tasawuf menjadi pengembangan agama sebagai ruh. Akhlak yang baik tumbuh menjadi peradaban. Di Nusantara ini, selama bersikap tawadhu maka akan dihormati.

Peran Pesantren

Keberlangsungan NU mampu melewati abad pertama tak akan lepas dari peran penting pondok pesantren sebagai penopang. Kebutuhan muslim yang diharapkan NU ini dilahirkan dari rahim pesantren. Hari ini pun, pesantren berbenah menyesuaikan zaman tanpa kehilangan jati diri keislaman.
Tujuan pesantren melalui sistem pendidikannya adalah pembinaan pribadi Islami. Pribadi-pribadi ini pada gilirannya akan berfungsi sebagai bagian aktif masyarakatnya dan diidealkan mampu mewarnai budaya dan perilaku masyarakat dengan ajaran Islam. (MA. Sahal Mahfudh: 1999)

Bila penopang ini kuat maka tak seperti halnya sebuah pohon yang memiliki akar kuat menghunjam ke bumi dan cabang hingga buahnya berada di langit. Pesantren tak hanya dilihat hanya santri belaka yang masih belajar di asrama. Bisa dibuktikan sekarang ini alumnii pesantrenlah yang mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara.

Maka, penyambutan abad kedua ini memiliki harapan tinggi bisa dilihat dari struktur ketika Muktamar ke-34 di Lampung. Terdapat 34 PWNU, 521 PCNU, 31 PCINU, serta 14 badan otonom dan 18 lembaga di tingkat pusat. Tentu ke depan akan terus berkembang, ini belum dihitung pengurus Majelis Wakil Cabang (kecamatan) dan Ranting (desa/kelurahan). Struktur ini hanya penggerak kecil, kembali lagi penggerak sesungguhnya adalah warga NU itu sendiri. (*tribun jateng cetak)

Sumber: Tribun Jateng
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved