Berita Kabupaten Semarang

Haul Makam Kembang Kuning Getasan Kab Semarang, Warga Bawa Aneka Makanan Untuk disantap Bersama

Warga setempat juga membawa tumpeng yang akan dimakan bersama di makam

Penulis: Hanes Walda Mufti U | Editor: muslimah
TribunJateng.com/Hanes Walda
Warga makan bersama di kuburan kembang kuning Desa Polobogo Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang, Senin (20/2/2023). 

TRIBUNJATENG.COM, SALATIGA – Setiap satu tahun sekali digelar tradisi haul makam kembang kuning.

Tradisi ini selalu ditunggu para warga.

Tradisi haul makam kembang kuning yang berusia 425 tahun tersebut merupakan tradisi makan bersama di makam kembang kuning Desa Polobogo Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang.

Baca juga: Pesan Terakhir Dosen UII ke Istri sebelum Hilang danTerdeteksi Masuk AS, Rektor: Pulanglah Mas Rafie

Baca juga: Gurita Bisnis Narkoba Teddy Minahasa, Sekali Carikan Pembeli Anak Buah Dapat Rp 20 Juta

Para warga bersama-sama menuju makam atau kuburan dan membawa tenong atau panci berukuran besar yang berisi jajanan.

Warga setempat juga membawa tumpeng yang akan dimakan bersama di makam

Pamong Budaya Kecamatan Getasan, Setyo Widodo mengatakan bahwa para warga yang membawa makanan  merupakan  sebuah rasa syukur kepada pencipta.

“Itu sebagai bentuk rasa syukur dengan membawa tenong atau panci besar berisi berupa makanan dan nanti disuguhkan kepada para warga yang ikut kegiatan ini,” kata Widodo kepada Tribunjateng.com, Senin (20/2/2023).

Pada tradisi ini, makanan yang habis dimakan oleh para warga maupun tamu menjadi berkah tersendiri bagi para warga Polobogo.

“Ada ratusan tumpeng dan makanan atau jajanan yang disuguhkan kepada para tamu,” jelasnya.

Menurutnya tradisi ini sebenarnya hanya digelar oleh empat Dusun di Desa Polobogo namun karena antusiasme warga luar Polobogo sangat tinggi menjadikan kegiatan budaya yang selalu di tunggu.

“Banyak orang luar Polobogo yang hadir, ada yang ingin melihat tradisi ini dan nguri-uri budaya yang ada disini,” paparnya.

Selain makan bersama, para warga sebelumnya mengikuti doa bersama untuk mendapatkan keselamatan.

“Setelah makan bareng di makam, para warga Polobogo selalu mempersilahkan warga lain untuk makan di rumahnya atau open house,” ujarnya.

Sementara itu, warga Polobogo, Lilik Suwati mengatakam bahwa tradisi ini menjadi tradisi yang ditunggu oleh para warga Desa Polobogo.

“Baik warga Desa maupun luar wilayah menanti-nanti tradisi ini,” kata Lilik.

Setiap rumah di Desa Polobogo membawa tumpeng beserta jajanan yang dibuat untuk makan bareng di makam.

“Para warga membawa makanan ada jajanan, makanan besar seperti nasi, lauk pauk dan lainnya,” jelasnya.

Tradisi ini sempat vakum akibat adanya pandemi covid-19.

“Pernah vakum sekitar tiga tahun lalu pas ada covid-19,” ujarnya. (han)

Sumber: Tribun Jateng
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved