Wonosobo Hebat
Selamat Datang di Superhub Pemkab Wonosobo

Berita Nasional

Ini Penyebab Rafael Alun Trisambodo Belum Bisa Ditindak Terkait Harta Tak Wajar

Penyidik bisa saja langsung menindak Rafael jika kekayaan tidak wajar ditetapkan sebagai tindak pidana dalam UU Tipikor.

KOMPAS.com/KRISTIANTO PURNOMO
Mantan Pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Rafael Alun Trisambodo usai memenuhi panggilan Komisi Pemerantasan Korupsi di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (1/3/2023). KPK memeriksa orang tua dari Mario Dandy terkait harta kekayaannya sebesar Rp 56,1 miliar yang tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN). 

TRIBUNJATENG.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami soal harta kekayaan tidak wajar milik mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo.

KPK menyatakan, peluang menjerat Rafael bisa terjadi jika di dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) memuat pasal mengatur tentang delik kekayaan tak wajar (illicit enrichment atau unexplained wealth).

Akan tetapi, delik tentang kekayaan tak wajar itu sampai saat ini tak kunjung dimasukkan ke dalam UU Tipikor.

Baca juga: Faktor Ditolaknya Pengunduran Diri Rafael Ayah Mario, Kini Masih Berstatus ASN Kemenkeu

Menurut Wakil Ketua KPK, Nawawi Pomolango, penyidik bisa saja langsung menindak Rafael jika kekayaan tidak wajar ditetapkan sebagai tindak pidana dalam UU Tipikor.

“Andaikan ada illicit enrichment, itu yang ditemukan Pak Pahala kemarin (tentang peningkatan kekayaan Rafael yang tak wajar) bisa langsung (ditindak),” kata Nawawi dalam keterangannya, Minggu (5/3/2023).

Illicit enrichment adalah peningkatan kekayaan tak wajar atau tidak sah dan termasuk tindak pidana.

Ketentuan ini mengacu pada rekomendasi Konvensi Anti Korupsi Perserikatan Bangsa-Bangsa (United Nations Convention against Corruption/UNCAC).

Nawawi menjelaskan, UNCAC sebenarnya mewajibkan setiap negara yang menandatangani untuk melakukan ratifikasi.

Indonesia telah meratifikasi konvensi itu melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006 tentang Pengesahan UNCAC 2003.

Akan tetapi, kata Nawawi, ketentuan illicit enrichment itu tidak dituangkan dalam Undang-Undang Pemberantasan Tipikor.

Aturan kekayaan tak wajar atau illicit enrichment, kata Nawawi, nyaris dicantumkan dalam pasal 37 huruf a Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Dalam pasal itu diatur pejabat harus melaporkan seluruh harta bendanya, istrinya, anaknya, berikut korporasi yang berhubungan.

Jika ia tidak bisa membuktikan asal usul kepemilikan hartanya, maka pejabat terkait bisa diusut.

Kalau delik itu masuk dalam undang-undang dan diberlakukan, maka laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) bisa digunakan menjadi alat bukti penyidik buat mengusut dugaan kepemilikan harta tak wajar itu.

“Dalam hal terdakwa tidak dapat membuktikan itu, maka LHKPN dijadikan sebagai bukti. Itu kan pentingnya LHKPN,” ujar Nawawi.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved